Tuesday 27 September 2011

Kebohongan Teori Evolusi Darwin

Darwin mengemukakan pernyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man yang terbit tahun 1971. Sejak saat itu, para pengikut Darwin telah berusaha untuk memperkuat kebenaran pernyataan tersebut. Tetapi, walaupun telah melakukan berbagai penelitian, pernyataan "evolusi manusia" belum pernah dilandasi oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya di bidang fosil.

Kalangan masyarakat awam adalah korban paling empuk dari teori ini, kebanyakan mereka umumnya tidak mengetahui kenyataan ini, dan menganggap pernyataan evolusi manusia didukung oleh berbagai bukti kuat itu adalah benar.

Sepanjang sejarah, terdapat lebih dari 6000 spesies kera dari yang terkecil, sedang hingga besar yang pernah hidup dan kebanyakan dari mereka telah punah. Fosil dari 6000 spesies kera-kera punah inilah yang memberikan sumber berlimpah bagi evolusionis.

Ditulisnya skenario tentang evolusi manusia dengan cara menyusun sejumlah tengkorak, sekehendak hati mereka, berurutan dari spesies yang paling kecil ke paling besar dan menyisipkan tengkorak-tengkorak dari sejumlah kaum kaum yang dimusnahkandi antara susunan ini.

Jika pembaca cermat, dalam buku-bukunyanya sendiri, darwin terlalu banyak menggunakan kata probably, yang berarti mungkin saja. Artinya dia sendiri belum yakin 100 persen akan teorinya.

Makhluk yang dinamai Australopithecus sendiri hanyalah jenis kera yang telah punah. Australopithecus berarti "kera daerah selatan". Seluruh spesies Australo- pithecus, yang dimasukkan ke dalam pengelompokan yang berbeda, sebenarnya hanyalah jenis kera punah yang menyerupai Manusia Hutan / ORANG HUTAN.

Ukuran tengkorak mereka adalah sama, atau lebih kecil dari simpanse yang kita temui sekarang. Terdapat bagian-bagian menonjol di bagian tangan dan kaki yang mereka gunakan untuk memanjat pohon, persis seperti simpanse masa kini, dan kaki mereka memiliki kemampuan untuk berpegangan pada dahan pohon. Banyak ciri lain seperti dekatnya jarak kedua mata, gigi geraham yang tajam, struktur rahang bawah, lengan yang panjang, kaki yang pendek, yang membuktikan makhluk ini tidaklah berbeda dari Manusia Hutan.

Dengan memperhatikan pada kehidupan Manusia Hutan/ Orang Hutan dengan ciri volume otak, maka jelas fosil fosil yang diduga manusia purba, yang ditemukan itu sebenarnya BUKANLAH MANUSIA PURBA berwujud kera melainkan kera yang mempunyai struktur mirip manusia. dengan kata lain fosil tersebut adalah BINATANG, ..........bukan manusia.

Dari dulu sampai sekarang manusia tidak pernah berevolusi dalam hal fisik sebagaimana yang darwin katakan. Kalau memang teori darwin benar, kenapa tidak ada satupun manusia yang berevolusi ke bentuk lain yang lebih canggih. Dan terpikirkah pembaca, jika teori evolusi itu benar, seharusnya makhluk yang bernama monyet mungkin tidak akan pernah kita jumpai saat ini, karena rentang waktu yang lama memungkinkan semua monyet berubah menjadi manusia ?????? Adakah yang bisa menjawabnya????

" Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan (manusia) laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan SILATURRAHIM. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." ( QS. An-Nisaa', ayat ke-1 )

Lalu perhatikan kalimat yang tercetak tebal pada petikan ayat diatas. Adakah Allah swt menciptakan Adam lebih dari SATU ???

sumber : GlobalMuslim.com

Wednesday 21 September 2011

PACARAN ITU HARAM DAN PINTU TERLEBAR MENDEKATI ZINA !



MUKADIMAH :

Kita telah banyak mendengar bahkan mungkin malah sampai bosan mendengar berita dan peristiwa-peristiwa kenakalan generasi muda sekarang ini. Diantara yang sangat memprihatinkan menimpa generasi muda adalah budaya “pacaran” yang sudah dianggap hal biasa karena pengetahuan agama Islam yang sangat kurang, dan pihak sekolah lebih mengedepankan Ilmu pengetahuan umum yang menyibukan siswa dengan hafalan dan ulangan harian, yang belum tentu berguna semua ilmunya ketika mereka Lulus dan terjun langsung kelapangan . 


Justru pendidikan budi pekerti mereka yang merupakan “pendidikan utama” disekolah diabaikan sama sekali. Beginilah akibat dari pendidikan sekolah jaman sekarang yang sangat tidak efektif, ditambah arus globalisasi yang merupakan kemajuan Iptek yang pesat diiringi derasnya arus kebudayaan barat yang penuh pertentangan dengan budaya Luhur Islam apalagi tanpa diimbangi bekal Ilmu agama yang cukup sehingga begitulah akibatnya, menambah rusaknya moral generasi penerus. 


Sepertinya tak ada seorangpun yang peduli dengan hal ini. Mereka pihak-pihak yang berwenang hanya bisa menyalahkan atau mengkambing-hitamkan rusaknya moral kepada para Remaja, beralasan karena faktor psikologi, perhatian orangtua dan alasan lain yang tidak logis untuk menutupi kesalahan mereka. Dan yang pasti adalah hal itu terjadi karena kurangnya pendidikan moral dan agama Islam yang kurang atau malah justru diacuhkan.

Contoh peristiwa yang sangat memilukan adalah ada anak sekolah seusia SMP dikeluarkan gara-gara hamil ada juga karena skandal beredarnya video asusila lewat Hp atau internet yang dilakukan salah satu siswi dengan lawan mainnya, pergaulan bebas dimana-mana, pemuda-pemudi berdua-duaan tanpa malu ditempat umum lebih parah juga ada yang masih mengenakan atribut seragam sekolah, apalagi berpacaran ditempat sepi maka zina pun terjadi. 


Begitu juga ditambah tontonan dan santapan sehari-hari adalah sinetron yang isinya hanya mengajari budaya hidup serba bebas, glamour dan artis-artis pengumbar aurat, diperburuk lagi dengan hadirnya “facebook” / situs jejaring sosial yang secara tidak langsung mempromosikan perzinaan, karena sudah banyak kasusnya perzinaan bermula dari kenalan lewat facebook.  


Akankah peristiwa ini akan memburuk? Masih adakah yang peduli dengan pendidikan moral generasi muda penerus kehidupan masa depan, kalau generasi sekarang saja sudah bobrok apalagi generasi berikutnya? sangat jelas kalau hal itu adalah tanda akhir zaman, perzinaan meraja lela dan dianggap hal biasa, sesuai hadits Rasulullah :

Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria. (HR. Bukhari)

Kebodohan yang dominan yang dimaksud hadits tadi adalah semakin banyaknya orang yang tidak paham agama karena kurangnya pendidikan agama dirumahnya apalagi diskolah-sekolah umum sekarang ini, sehingga tidak tahu adab dan hukum-hukum Islam, sehingga berbuat keji mereka anggap biasa. 


Zina terang-terangan yang terjadi sekarang ini  adalah pacaran (zina tangan dan mulut), dan juga yang nampak jelas adalah beredarnya video asusila melalui media elektronik seperti VCD, Hp dan Internet. Sedangkan masa yang lebih parah adalah manusia melakukan perzinaan tanpa malu dijalan-jalan dan tempat umum tanpa malu seperti keledai , pada saat itulah kiamat terjadi, semoga kita tidak mengalami masa tersebut. Karena kiamat hanya menimpa orang-orang kafir.


PACARAN ITU HARAM, SANGATLAH JELAS DALILNYA.

"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek".  (Q.S. Al Israa': 32).
Dalam tafsir Kalamul Mannan, Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa'di berkata: "Larangan Allah untuk mendekati zina itu lebih tegas dari pada sekedar melarang perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua yang menjurus kepada zina dan mengharamkan seluruh faktor-faktor yang mendorong kepadanya.”

Maka bisa dikatakan, kalau jalan-jalan dan faktor-faktor yang menuju kepadanya saja dilarang apalagi perbuatannya!
Sungguh amat keji perbuatan itu dan sungguh amat benar ucapan Allah bahwa zina adalah Fahisyah yang dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman pula dalam tafsirnya: "Al Fahisyah adalah sesuatu yang dianggap sangat jelek dan keji oleh Syari'at, oleh akal sehat dan fitrah manusia, karena mengandung pelanggaran terhadap hak Allah, hak wanita, hak keluarganya atau suaminya, dan merusak kehidupan rumah tangga serta tercampurnya (kacaunya) nasab keturunan.”
Dan sering sekali fahisyah di dalam Al-Qur'an ataupun Al-Hadits dimaksudkan dengan zina.
Demi Allah sesungguhnya zina adalah dosa besar dan bukan masalah kecil. Ibnu Mas'ud pernah bertanya tentang dosa-dosa besar kepada Rasulullah SAW :
Aku berkata: "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar disisi Allah?
Beliau bersabda: "engkau menjadikan bersama Allah sekutu yang lain, padahal Dia menciptakanmu".
Dia (Ibnu Mas'ud) berkata: "Kemudian apa?"
Beliau bersabda: "Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu."
Dia berkata: "kemudian apa?"
Beliau bersabda: "Engkau berzina dengan istri tetanggamu." (Mutafaqun ‘alaihi)

Dari dalil yang sangat jelas diatas, Zina itu adalah suatu jalan yang buruk dan keji, termasuk ke dalam salah satu dosa besar. Sedangkan mendekatinya saja sudah jelas-jelas dilarang dan diharamkan dalam Al-Qur’an yang merupakan firman Allah langsung, apalagi jika melakukan zina . Pintu-pintu yang mengarah kepada perbuatan maksiat ini dengan tegas ditutup tidak boleh dibuka sama sekali. Dan diantara pintu zina yang terlebar kepada upaya mendekati zina adalah berdua-duaan dengan lawan jenis yang non mahrom alias dizaman modern ini disebut pacaran.

Dari Jabir Bin Samurah RA, dari Rasulullah SAW: “Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan wanita, kerana syaitan akan menjadi ketiganya” (Hadith riwayat Ahmad dan Tirmidzi, sahih).

Dari hadits shahih diatas sudah sangat jelas apalagi ditambah ayat al-Qur’an diatas yang secara langsung melarang mendekati zina, lalu kalau sampai ada yang mengatakan “pacaran dibolehkan asal mengikuti aturan islam”, hal itu benar-benar perkataan jahil yang sesat dan menyesatkan tak ada dalil maupun jumhur ulama yang membolehkan aktivitas syetan tersebut / pacaran ini .


Lalu ada alasan “pacaran itu diperbolehkan dalam upaya ta’aruf”, benar-benar perkataan yang lebih jahil / bodoh daripada alasan yang pertama karena menggunakan alasan yang benar untuk menutupi kemaksiatan, karena hakekat ta’aruf itu adalah tawar menawar atau pendekatan dengan lawan jenis yang tentunya disertai mahromnya atau orang tua calon istri, dan tak ada perkataan-perkatan yang menimbulkan syahwat apalagi sampai pegang-pegangan bahkan ciuman.

Lebih parah bila hal itu /pacaran berkedok ta’aruf dibiarkan akan terjadi zina karena segala permasalahan itu dimulai dari yang kecil hingga menjadi besar. Seperti kobaran api besar yang bermula dari titik api yang kecil maka tidak sepantasnya seorang muslim dan muslimah meremehkan hal ini.

Baik dengan seribu atau sejuta alasan untuk membantah haramnya pacaran maka sudah sangat jelas dan paten bahwa pacaran itu HARAM mutlak. Dan hukuman bagi pembantah maka dia telah menentang apa yang telah Allah turunkan, maka sesungguhnya azab neraka itu amat pedih bagi orang-orang yang mengingkari (kafir) terhadap apa yang telah Allah SWT tetapkan.

Sesuai firman Allah Ta’ala :

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Al-Maidah: 44)




HUKUMAN BAGI PARA PELAKU ZINA

Karena kejinya prilaku zina ini maka Allah menghalalkan darah bagi pelaku / boleh dibunuh. Bagi pelaku yang belum menikah maka dikenakan sanksi berupa cambukan 100 kali dan diasingkan selama satu tahun penuh. Sedangkan yang telah menikah, maka sanksinya adalah dirajam (dilempari) batu sampai mati.

Hadits Rasulullah SAW :

 “Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)

Allâh Ta'ala memerintahkan agar hadd ini ditegakkan dengan tegas, jangan sampai rasa kasihan terhadap mereka menyebabkan kita menyia-nyiakan hukum-Nya ini. Allâh Ta'ala juga memerintahkan pelaksanaan hadd ini di hadiri kaum muslimin, sehingga lebih mengena dan memberikan efek jera pada jiwa pelaku dan orang-orang yang menyaksikan. Lalu bagaimana dengan negara kita yang sumber hukumnya bukan dari aturan Islam (hukum Taghut), kita lihat sendiri hasilnya perzinaan merata disetiap tempat, maka wajiblah setiap muslim mengingkari hukum yang tidak berasal dari aturan Islam.
 

CARA MENGHINDARKAN DIRI DARI PERZINAAN


Maka Hati-hatilah terhadap perbuatan zina! Dan janganlah masuk ke-dalam jalan-jalan yang mendekati zina.  Sesungguhnya sabar untuk tidak masuk ke jalan-jalan tersebut  lebih mudah daripada sabar untuk tidak berzina ketika sudah ada di dalam jalan/atau ruang perzinaan. Maka janganlah mendekati zina dan janganlah masuk ke dalam jalan-jalan yang mendekatinya.
Berikut ini adalah pintu-pintu zina yang wajib para muslimin jauhi dan jangan mendekati pintu itu sedikitpun :

1. Pintu Zina Pertama: Memandang aurat wanita termasuk   wajahnya.

Banyak sekali terjadi perzinaan  adalah faktor pertamanya karena ketidak mampuannya menahan hal yang terkecil yaitu memandang wanita yang tidak halal baginya. “sering kita dengar pepatah dari mata turun kehati”, maka berawal dari mata memandang (zina mata) maka lisan akan berangan-angan kepada wanita tersebut sampai ada kesempatan berduaan dengan wanita itu (pacaran) maka sampai terjadilah zina. 

Ini sangat erat sekali hubungannya dengan zina,  hingga Allah berfirman:
"Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (An-nur: 30).
Oleh karena itu Allah memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis karena hal ini dapat mengantarkan kepada zina. Oleh karena itu merupakan kesalahan orang yang mengaku menjadi ulama atau kyai tetapi memfatwakan bahwa boleh melihat gambar wanita telanjang yang ada di majalah, koran, dll karena yang dilarang adalah melihat wanitanya secara langsung. Pengertian kekejian yang nyata adalah suatu kekejian yang benar-benar nyata dan diketahui oleh orang lain, sedangkan kekejian yang tersembunyi tidak diketahui orang lain. Demikian pula Allah memerintahkan kepada wanita agar menahan pandangannya terhadap laki-laki dan menjaga kemaluannya.  Allah berfirman:
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya." (Q.S. An Nuur: 31).
Dan karena menutup jalan menuju zina pula Allah memerintahkan para wanita mu`minah agar menutup auratnya. Selanjutnya Allah berfirman:
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya." (An-Nur: 31).
Jadi jelas, mengenakan jilbab bagi muslimah hukumnya adalah wajib, tentunya jilbab yang sesuai syari’at. Dan kita akhir-akhir ini kita menyaksikan TV atau Video, dimana tampil wanita-wanita dengan membuka aurat dan berhias (Tabarruj) termasuk jalan kepada zina yang diharamkan oleh Allah. Demikian pula majalah-majalah, atau gambar-gambar.

2. Pintu Zina Kedua: Pendengaran.
Pendengaranpun bisa menjadi jalan mendekati zina, bila mendengarkan nyanyian-nyanyian wanita yang bukan mahramnya, apalagi dengan diiringi musik, dan isinya tentang cumbu dan rayu atau cinta dan kasih dan lain-lain tentunya akan menimbulkan syahwat yang menggebu-nggebu. Maka jelaslah dari bahaya nyanyian syahwat tersebut maka semua ulama sepakat untuk mengharamkan. Bahkan ada yang berkedok lewat sms Islami kepada lawan jenis, seperti sms hadits, sms tahajud dan akhirnya menjadi sms pacaran dsb. Memang iblis menggunakan segala cara untuk menjerumuskan manusia kedalam lembah kehinaaan.
Oleh karena itu Allah berfirman kepada para istri-istri Nabi SAW yang mereka itu adalah contoh teladan bagi seluruh kaum wanita muslimah :
"Maka janganlah kalian (wanita mu'minah) tunduk (lemah) dalam pembicaraan sehingga menimbulkan keinginan pada orang-orang yang dihatinya ada penyakit...)".  (Q.S. Al Ahzab: 32).

3.  Pintu Zina Ketiga: Ikhtilath (perbauran atau pergaulan bebas laki-laki dan wanita).
 Ini adalah jalan yang paling banyak menjerumuskan manusia kepada zina.  Betapa banyak perzinaan terjadi yang penyebabnya adalah perkenalan mereka di kantor, atau keakraban mereka di sekolah, atau perjumpaan mereka di kendaran umum, dan lain-lain. Bahkan saya melihat dikampus-kampus mahasiswa mahasiswi bergaul layaknya dengan mahramnya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Kalau kamu meminta kepada mereka sesuatu kebutuhan, mintalah dari balik hijab (tabir), yang demikian lebih suci bagi hatimu dan hati mereka."  (Q.S. Al Ahzab: 53).

4.  Keempat: khalwat (berduaan) dengan seorang wanita yang bukan mahram / pacaran. (Pintu Paling Lebar)
Ini lebih bahaya dari yang ketiga.  Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali yang ketiganya adalah syaithan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas t bahwa Rasulullah r bersabda:
"Janganlah sekali-kali seorang (diantara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan mahramnya". (H.R Bukhari dan Muslim).
Beliau Rasulullah SAW juga bersabda:

(( إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ )) رواه البخاري ومسلم.

"Janganlah sekali-kali kalian masuk ke (tempat) wanita."  Maka berkatalah seorang dari kalangan Anshar: Bagaimana pendapatmu kalau wanita tersebut adalah ipar (saudara istri)?
  Maka Beliau  menjawab:

(( الحَمْوُ المَوْتُ )) رواه البخاري ومسلم.

"Ipar adalah maut."  (H.R. Bukhari dan Muslim).
Maka termasuk jalan mendekati zina, perginya seorang perempuan dengan sopirnya, tinggalnya seorang laki-laki di rumah bersama pembantu perempuannya atau lainnya dari bentuk-bentuk khalwat walaupun asalnya berniat baik, seperti mengantarkan seorang wanita ke tempat tertentu. Atau bagi para remaja tidak boleh berduaan dengan lawan jenis dirumahnya kecuali disertai kedua orang tuanya.
Hadits Rasulullah :
Rasulullah ditanya tentang hal Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka, beliau bersabda: "mulut dan kemaluan." (H.R. Turmudzi, ia berkata: "hadist ini shahih gharib").
Dari hadits ini maka tak bisa disangkal lagi memang kebanyakan manusia masuk neraka adalah menuruti hawa nafsunya dan tidak bisa menjaga mulutnya dari berbicara sia-sia dan menyakiti hati saudaranya. Dan  jelaslah masalah buruknya zina, Allah mengatakan bahwa zina adalah perbuatan keji dan jalan yang sangat buruk, Rasulullah bersabda bahwa zina adalah dosa besar yang banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka, demikian pula para Ulama.  Sedangkan akal sehat dan fitrah bisa kita tanyakan pada diri, masih adakah yang bisa disangkal, kalau pacaran (zina memandang, berciuman, dsb) itu benar-benar haram ? .

(DIKUTIP DARI BERBAGAI SUMBER)

Tuesday 20 September 2011

Metode Islam menghadapi Benturan Peradaban

 Sekitar 14 abad yang lalu, telah berdiri sebuah Negara adidaya yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berdirinya. Sebuah Negara yang mampu menyatukan manusia dalam bingkai ukhuwah atas dasar aqidah, yakni aqidah Islam. Itulah Daulah Islam (Negara Islam), yang diproklamirkan oleh Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawarah yang kemudian diteruskan oleh para penerus estafet kepemimpinan kepala Negara tersebut dimulai dari masa Khulafaur Rasyidin hingga berakhir pada masa Khilafah Ustmani pada tanggal 3 maret 1924 silam.
Sejak runtuhnya institusi Khilafah pada 1924 itulah yang mengakibatkan umat Islam yang berjumlah 1,57 milyard hidup dengan kondisi terkotak-kotak atas nama nation-state atau Negara bangsa. Akibatnya, tiap-tiap individu umat Islam tidak saling menyatu baik dalam perasaan, pemikiran maupun system/aturan, sehingga lenyaplah kehidupan Islam yang berlandaskan atas aqidah dan syariah Islam di dalam kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
Apalagi disokong oleh budaya-budaya barat yang secara tidak langsung menyeret kejurang kekafiran, dari media cetak hingga elektronik semuanya dilakukan secara besar-besaran oleh musuh Islam dengan biaya yang luar biasa karena memang ambisi utama iblis dan pengikutnya adalah menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. 
Untuk menghadapi arus peradaban dunia barat yang sangat cepat sekali merusak tatanan kehidupan masyarakat muslim, maka untuk mengantisipasi kerusakan lebih parah maka pendidikan secara Islam kepada generasi muda harus lebih ditingkatkan. Secara umum agenda untuk 'menyambut' benturan peradaban antara Islam dan Barat,  dapat diringkas sebagai berikut:

1.      Melakukan pembinaan di tengah-tengah umat.
Bagaimanapun, semua upaya penghancuran itu akan lebih mudah dihadapi kalau umat Islam kebal. Pembinaan (tatsqîf) di tengah umat adalah dalam rangka mewujudkan pola pikir yang islami, dan melatih ketahanan pola jiwa mereka dengan selalu berada dalam suasana taqarrub ilâ Allâh / mendekatkan diri kepada Allah. Baik disekolah-sekolah maupun dilingkungan masjid. maka peran ulama dan tokoh muslim sangat dibutuhkan.

2.      Melancarkan perang pemikiran dan mengungkap makar asing.
Penghancuran Islam sering tidak disadari oleh kaum Muslim. Karena itu, membongkar agenda tersembunyi dari penjajah (kasyf al-khuthath) harus selalu dilakukan. Mereka juga harus selalu mengkritisi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan menyesatkan yang diklaim oleh kalangan liberal sebagai pemikiran Islam. Jika pemikiran-pemikiran ini tidak ditunjukkan kekeliruan dan kesalahannya, maka umat Islam yang awam akan menyangka bahwa hal itu adalah bagian dari Islam. Maka untuk menghindarkan hal itu adalah pengkajian kembali ajaran islam yang lurus dan sesuai sunah Rasulullah SAW, dimulai dari lingkungan keluarga lalu kelingkungan yang lebih luas.

3.      Membangun kesadaran politik Islam dan memberikan gambaran Islam sebagai solusi.
Kesadaran politik Islam yang benar harus ditumbuhkan di tengah-tengah umat. Yang dimaksud adalah politik Islam yang akan membebaskan manusia dari ketertindasan dalam segala aspeknya menuju pada keridhaan Allah semata-mata. Untuk itu, para aktivitis dakwah harus mampu memberikan gambaran syariat Islam yang murni sebagai solusi atas segala masalah manusia.

4.      Membangun tatanan politik Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.
Dengan tumbuhnya kesadaran politik Islam di tengah-tengah masyarakat  maka  berarti  telah  tersedia  ‘perangkat keras’  (yaitu dukungan dari umat Islam) dan ‘perangkat lunak’ (yaitu konsep dan solusi Islam), yang diperlukan selanjutnya adalah membangun tatanan politik Islam, yaitu negara Khilafah Islamiyah. Dengan tatanan ini, upaya untuk menghentikan penghancuran Islam akan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien lagi.Saat ini memang kita berada dalam masa kekosongan khilafah Islam. Dan sesuai apa yang disampaikan Rasulullah maka setelah kekosongan tersebut akan muncul kembali khalifah Islam yang adil yang dipimpin oleh seorang yang bijak keturunan ahli bait Rasulullah. 
Maka kita sedang menanti masa tersebut. dan perjuangan tidak bisa selesai jika kita hanya berpangku tangan, menyibukan diri dengan pekerjaan duniawi, nonton TV yang penuh maksiat dan melupakan akhirat, membaca koran yang penuh dengan kabar "burung", waktu luang yang hanya digunakan untuk bersenang-senang, sampai lupa anak dan keluarga yang seharusnya jadi kewajiban pertama dan utama kita untuk diberi dakwah Islam. Marilah kita mulai dari diri kita sendiri, perjuangkanlah agama Islam dari sisi manapun dan dengan cara apapun yang disyari'atkan. Mari kita lakukan semampu kita, dakwah islam takkan pernah ada akhir sampai akhir hayat kita.

Keniscayaan Negara Khilafah dalam Menghadapi Benturan Peradaban 
Hancurnya Khilafah Islamiyah pada tahun 1924 telah melenyapkan "wadah" bagi peradaban Islam Dengan hancurnya Khilafah, peradaban Islam telah kehilangan kekuatan dan vitalitasnya. Dapat dikatakan, peradaban Islam nyaris musnah dari realitas kehidupan, karena Khilafah yang menopangnya telah tiada. Sebagai gantinya, peradaban Barat sekularlah yang kemudian mendominasi kaum Muslim saat ini. Yang merupakan ajaran-ajaran yang secara tidak langsung menjerumuskan umat kedalam pemikiran kafir dan yang akhirnya bisa menjerumuskan kedalam kekafiran juga, naudzubillah min dzalik.

Maka dari itu, eksistensi negara Khilafah adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi agar peradaban Islam dapat mengungguli peradaban Barat. Tentu, negara Khilafah yang akan terjun ke kancah benturan peradaban itu haruslah negara yang kuat, yang didukung oleh kekuatan ideologi, kekuatan ekonomi, dan kekuatan militer yang handal dan tentunya kemapanan ilmu Islam yang dimiliki bangsanya. Wallâhu a‘lam.

Sunday 18 September 2011

TUJUAN HIDUP SEORANG MUSLIM


 

 

Oleh:___
              Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary

Setiap orang yang mendalami Al-Qur'an dan mempelajari Sunnah tentu mengetahui bahwa puncak tujuan dan sasaran yang dilakukan orang Muslim yang diwujudkan pada dirinya dan di antara manusia ialah ibadah kepada Allah semata.

Tidak ada jalan untuk membebaskan ibadah ini dari setiap aib yang mengotorinya kecuali dengan mengetahui benar-benar tauhidullah.

Da'i yang menyadari hal ini tentu akan menghadapi kesulitan yang besar dalam mengaplikasikannya. Tetapi toh kesulitan ini tidak membuatnya surut ke belakang. Sebab setiap saat dakwahnya menyerupai perkataan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

"Artinya : Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang paling menyerupai (mereka) lalu yang paling menyerupainya lagi." [1]

Bagaimana tidak, sedang dia selalu meniti jalan beliau, menyerupai sirah-nya dan mengikuti jalannya? Al-Amtsalu tsumma al-amtsalu adalah orang-orang shalih yang mengikuti jalan para nabi dalam berdakwah keapda Allah, menyeru kepada tauhidullah seperti yang mereka lakukan, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan menyingkirkan syirik. Mereka mengahadapi gangguan dan cobaan seperti yang dihadapi para panutannya, yaitu nabi-nabi.

Oleh karena itu banyak para da'i yang menjauhi jalan yang sulit dan penuh rintangan ini. Sebab seoarang da'i yang meniti jalan itu akan menghadapi ayah, ibu, saudara, rekan-rekan, orang-orang yang dicintainya, dan bahkan dia harus menghadapi masyarakat yang merintangi, memusuhi dan menyakitinya.

Lebih baik mereka menyingkir ke sisi-sisi Islam yang sudah mapan, yang tidak dimusuhi orang yang beriman kepada Allah. Di dalam sisi-sisi ini mereka tidak akan menghadapi kesulitan, kekerasan, ejekan, dan gangguan, khususnya di berbagai masyarakat Islam. Biasanya mayoritas umat justru mau memandang da'i seperti ini, menyanjung dan memuliakannya dan tidak mengejek atau pun mengganggunya, kecuali jika mereka menentang para penguasa dan mengancam kedudukan mereka. Kalau seperti ini keadaannya, tentu para penguasa ini akan menumpas mereka dengan kekerasan, sebagaiman menumpas partai politik yang hendak mengincar kursi kekuasaannya. Sebab, para penguasa dalam masalah ini tidak bisa diajak kompromi, baik mereka itu kerabat atau pun rekan, baik orang Muslim maupun orang kafir.

Bagaimanapun juga kami merasa perlu mengatakan para da'i, bahwa meskipun mereka tetap harus menyaringkan suaranya atas nama Islam, toh mereka tetap harus mengasihi dirinya sendiri. Karena mereka keluar dari manhaj Allah dan jalan-Nya yang lurus dan jelas, yang pernah dilalui para nabi dan para pengikutnya dalam berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan agama hanya bagi Allah semata. Apa pun usaha yang mereka lakukan untuk kepentingan dakwah, toh mereka tetap harus memikirkan sarananya sebelum tujuannya. Sebab berapa banyak sarana yang remeh justru membahayakan tujuan yang hendak dicapai dan justru menjadi pertimbangan yang besar.

Bahkan banyak da'i yang memaksakan cara yang mereka ciptakan sendiri dan tidak mau mengikuti manhaj para nabi dalam berdakwah kepada tauhidullah di bawah slogan-slogan yang serba gemerlap, tapi akhirnya hanya memperdayai orang-orang bodoh, sehingga mereka menganggapnya sebagai manhaj para nabi.

Karena Islam mempunyai beberapa cabang dan pembagian, maka harus ada penitikberatan pada masalah yang paling penting, lalu disusul dengan yang penting lainnya. Pertama kali dakwah harus diprioritaskan pada penataan akidah. Caranya menyuruh memurnikan ibadah bagi Allah semata dan melarang menyekutukan sesuatu kepada-Nya. Kemudian perintah mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan berbagai kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, seperti cara yang dilakukan semua para nabi. Firman Allah.

"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja) dan juahilah thaghut'." [An-Nahl : 36]

"Artinya : Dan, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Ilah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." [Al-Anbiya' : 25]

Dalam sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan cara yang diterapkan beliau terkandung keteladanan yang baik serta manhaj yang paling sempurna. Hingga beberapa tahun beliau hanya menyeru manusia kepada tauhid dan mencegah mereka dari syirik, sebelum menyuruh mendirikan sholat, melaksanakan zakat, puasa, haji, dan sebelum melarang mereka melakukan riba, zina, pencurian dan membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.

Jadi dasar yang paling pokok adalah mewujudkan peribadatan bagi Allah semata, sebagaimana firman-Nya.

"Artinya : Dan, AKu tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku." [Adz-Dzariat : 56]

Hal ini tidak bisa terjadi kecuali dengan mengenal tauhidullah, baik secara ilmu maupun praktik, realitas sehari-hari maupun jihad.

Anda bisa melihat berapa banyak para da'i Muslim dan jama'ah-jama'ah Islam yang menghabiskan umurnya dan menghabiskan energinya untuk menegakkan hukum Islam atau menuntut berdirinya negara Islam. Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa tegaknya hukum Islam tidak akan terwujud dengan cara seperti itu. Tujuan itu tidak akan terealisir kecuali dengan suatu manhaj yang dilakukan secara perlahan-perlahan, memerlukan waktu yang panjang, dilandaskan kepada kaidah yang jelas, harus dimulai dari penanaman akidah dan menghidupkan pendidikan Islam serta menekankan masalah akhlak. Jalan yang perlahan-lahan dan panjang ini merupakan jalan yang paling dekat dan paling cepat yang bisa ditempuh. Sebab untuk bisa mengaplikasikan tatanan Islam dan hukum syariat Allah bukan merupakan tujuan yang bisa dilakukan secara spontan dan tergesa-gesa. Karena hal ini tidak mungkin diwujudkan kecuali dengan merombak masyarakat, atau adanya sekumpulan orang yang berkedudukan dan berbobot di tengah kehidupan manusia secara umum yang siap memberikan pemahaman akidah Islam yang benar, baru kemudian melangkah kepada pembentukan tatanan Islam, meskipun harus menghabiskan waktu yang lama[2]

Kesimpulannya, menerapkan hukum-hukum syariat, menegakkan hudud, mendirikan pemerintahan Islam, menjauhkan hal-hal yang diharamkan dan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan, semuanya merupakan penyempurna tauhid dan penyertanya. Lalu bagaimana mungkin penyertanya mendapat prioritas utama, sedangkan pangkalnya diabaikan?

Kami melihat sepak terjang berbagai jama'ah yang menyalahi manhaj para rasul dalam berdakwah kepada Allah ini terjadi karena ketidaktahuan mereka terhadap manhaj ini. Padahal orang yang bodoh tidak pantas menjadi da'i. Sebab syarat terpenting dalam aktivitas dakwah adalah ilmu, sebagaimana yang difirmankan Allah tentang Nabi-Nya.

"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf : 108]

Jadi, keahlian seorang da'i yang paling penting adalah ilmu pengetahuan.

Kemudian kami melihat jama'ah-jama'ah yang menisbatkan diri kepada dakwah ini saling berbeda-beda. Setiap jama'ah menciptakan pola yang tidak sama dengan jama'ah lain dan meniti jalannya sendiri. Ini merupakan akibat dari tindakan yang menyalahi manhaj Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Karena manhaj beliau hanya satu, tidak terbagi-bagi dan tidak saling berselisihan. Firman Allah.

"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku."

Orang-orang yang mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada di atas jalan yang satu ini dan tidak saling berselisih. Tapi orang-orang yang tidak mengikuti beliau tentu saling berselisih. Firman Allah.

"Artinya : Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." [Al-An'am : 153]

Jadi tauhid merupakan titik tolak dakwah kepada Allah dan tujuannya. Tidak ada gunanya dakwah kepada Allah kecuali dengan tauhid ini, meskipun ia ditempeli dengan merk Islam dan dinisbatkan kepadanya. Sebab semua rasul, terutama dakwah penutup mereka, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimulai dari tauhidullah dan sekaligus itu pula tujuan akhirnya. Setiap rasul pasti mengatakan untuk pertama kalinya seperti yang dijelaskan Allah.

"Artinya : Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah selain daripada-Nya." [Al-A'raaf :59 ][3]

Ini merupakan tujuan hidup orang Muslim yang paling tinggi, yang untuk itulah dia menghabiskan umurnya sambil mengusahakannya di tengah kehidupan manusia dan menguatkannya di antara mereka.

Khaliq yang telah menyediakan apa-apa yang menunjang kemaslahatan kehidupan dunianya, Dia pula yang menetapkan syariat agama bagi mereka dan menjaga kelangsungannya. Allah selalu menjaga Islam, karena Islam itulah tujuan dari diciptakannya dunia bagi manusia, lalu mereka diberi kewajiban untuk beribadah dan menguatkan tauhid, sebagaimana yang tercermin dalam firman Allah Ta'ala.

[Disalin dari kitab Ad-Da'wah ilallah Bainat-tajammu'i-hizby Wat-Ta'awunisy-Syar'y, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary. Edisi Indonesia: Menggugat Keberadaan Jama'ah-Jama'ah Islam. Penerjemah: Kathur Suhardi, Penerbit, Pustaka Al-Kautsar. Cet. Pertama, September 1994; hal.38-44]
_________
FooteNote
[1]. Diriwayatkan At-Tirmidzy, hadits nomor 2400, Ibnu Majah, hadits nomer 4023, Ahmad 1/172, dari Sa'id bin Abi Waqqash, dengan sanad hasan.
[2]. Limadza a'damuni?
[3]. Mukaddimah Manhajul Anbiya'

sumber : al-manhaj

Wednesday 14 September 2011

Tafsir al-Ikhlas, Memurnikan KeEsaan Allah.

A.  Sebab Turun Surah al-Ikhlash (Asbabun Nuzul Al-Ikhlas)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa orang-orang musyrik telah mengatakan kepada Nabi saw., “Hai Muhammad, terangkanlah nasab Tuhanmu kepada kami!” Lalu Allah Ta’ala menurunkan wahyu, “Katakanlah, ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’”

B. Diantara Keutamaan Surat Al-Ikhlas:

1. Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat Yang jiwaku ada ditanganNya, sesungguhnya dia (surat Al-Ikhlas) sebanding sepertiga Al-Qur’an”. (HR. Bukhari dll).

2. Dikatakan sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an karena kandungan Al-Qur’an ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid sehingga surat ini sebanding atau sama dengan sepertiga Al-Qur’an.

3. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena  dan dikarenakan didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah  membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah ).

4. Diriwayatkan, “Seorang laki-laki Anshar pernah menjadi imam di masjid Quba. Setiap kali dia hendak membuka surah yang akan dibacakan kepada makmum dalam shalat, dia selalu memulai dengan membaca qul huwallahu ahad. Setelah selesai membacanya, barulah dia membaca surah yang lain.
Dia melakukan hal itu di setiap rakaat. Terjadilah perbincangan di kalangan para sahabat. Mereka mengatakan, ‘Engkau membuka bacaan dengan surah ini, kemudian engkau tidak cukup dengan membaca surah ini saja, tetapi engkau baca pula surah yang lain. Yang harus kamu lakukan adalah membaca surah itu, atau meninggalkannya dan diganti dengan surah yang lain.’
 Dia mengatakan, ‘Aku tidak akan meninggalkannya. Bila kalian suka aku mengimami kalian seperti itu, maka aku akan melakukannya, bila tidak maka aku tidak akan lagi mengimami kalian.’ Sedangkan mereka ketika itu berpendapat bahwa dia adalah orang ulama di kalangan mereka dan mereka tidak suka bila diganti oleh orang lain. Ketika Nabi datang menjumpai mereka, lalu mereka ceritakan semuanya kepada beliau. Setelah itu beliau bersabda, ‘Hai fulan, apa sebabnya engkau tidak mau mengikuti perintah kawan-kawanmu.
 Dan apa yang menyebabkan kamu mesti membacanya dalam setiap rakaat.’ Orang itu menjawab, ‘Aku sangat menyukainya. Kemudian Rasulullah bersabda lagi, ‘Kecintaanmu terhadap surah ini akan memasukkanmu ke dalam surga’.”

5. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id, “Ada Seseorang mendengar orang lain membaca surah al-Ikhlas dan dia mengulang-ulangnya. Ketika waktu pagi tiba, dia ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Seolah-olah laki-laki itu merasa kurang puas dengan satu kali baca. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Surah itu sama dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Aisyah bahwa apabila Nabi saw. Hendak tidur pada setiap malamnya, beliau menyatukan kedua telapak tangan-nya, kemudian meniupnya dan membacakan pada keduanya surah al-Ikhlas dan al-Mu’awwadzatain (Qul A'udzu bi Rabbi al-Falaq dan Qul A'udzu bi Rabbi an Nas), lalu mengusapkan keduanya ke sekujur tubuhnya yang terjangkau. Pengusapan itu di mulai dari arah kepala, wajah, dan tubuh bagian depannya. Beliau lakukan itu sampai tiga kali. Hadits ini diriwayatkan pula oleh para penyusun kitab sunah dari hadits Uqail.



C. Penjelasan per-ayat :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; tidak pula ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS al-Ikhlas [112]: 1-4).


1. “ Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”.

Katakanlah (wahai Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam) : Dia-lah Allah Yang Maha Esa dalam uluhiyyah (ketuhanan) Yang tiada satupun bersekutu denganNya di dalamnya. Kita Butuh Allah Ta?ala Sedangkan Allah Tidak Membutuhkan Kita.

2. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu”.

Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata: Ash-Shomad adalah yang bergantung kepadaNya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajat dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : Allah Ta’ala adalah :

-          As-Sayyid (Maha Pemimpin) Yang Maha sempurna dalam kepemimpinanNya,
-          Asy-Syariif (Maha Mulia) Yang Maha sempurna dalam kemuliaanNya,
-          Al-‘Adhiim (Maha Agung) Yang Maha sempurna dalam keagunganNya,
-          Al-Haliim (Maha Penyantun) Yang Maha sempurna dalam kesantunanNya,
-           Al-‘Aliim (Maha Mengetahui) Yang Maha sempurna dalam pengetahuanNya dan
-          Al-Hakiim (Maha Bijaksana) Yang Maha sempurna dalam kebijaksaanNya. Dialah Yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah,
inilah sifatNya yang tidak sepatutnya kecuali untuk Dia. Tidak ada yang setara denganNya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuhNya).



3. “Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan”.

Firman Allah: “Dia tidak beranak adalah merupakan bantahan terhadap tiga kelompok yang menyimpang lagi tersesat, yaitu:  
-          Orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani. Orang-orang musyrik mengatakan bahwa malaikat adalah puteri-puteri Allah
-          Orang-orang yahudi mengatakan bahwa Uzair anak Allah dan
-          Orang-orang nasrani mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah. Allah membantah dan mendustakan mereka dengan firmanNya: “Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Allah adalah Al-Awwal, yang sudah ada sebelum adanya segala sesuatu bagaimana mungkin Dia menjadi anak.

Allah Ta’ala juga Tidak Beristeri atau bersuami atau tidak butuh pendamping dan Dia Maha Esa Dalam Segala-galanya.

4. “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Dan tidak ada satupun yang setara dengan Dia dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak pula dalam semua perbuatanNya, Dia Maha Berkah, Maha Suci lagi Maha Tinggi, Maha Berdiri Sendiri. Mujahid rahimahullah berkata: “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”, yakni tidak ada isteri bagiNya.
Dan dalam ayat ini terdapat juga bantahan keras terhadap kaum jahmiyah yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya.

Demikian penjelasan singkat surat al-Ikhlas, jika ada kekurangan penulis mohon maaf yang sebsar-besarnya. Dan untuk lebih jelasnya anda bisa membaca kitab tauhid.

Sumber :
1.    Tafsir ibnu katsir
2.    Artikel terkait.

Tuesday 13 September 2011

Selamat Hari Lebaran. Mari kita eratkan tali silaturahim.

A. MUKADIMAH :

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur dari tatacara beribadahan kepada Tuhan, adab, etika, bahkan sampai permasalahan pribadipun semua ada aturanya dalam Islam. Dan khususnya berkaitan dengan masalah adab yaitu hubungan antarsesama manusia supaya berjalan harmonis maka rasulullah Saw mengajarkan kita budaya menjaga silaturahim, adapun menurut pandangan sebagian orang bahwa silaturahim itu lebih utama waktunya pada waktu hari raya, hal itu kurang benar karena kapanpun waktunya kita dianjurkan untuk bersilaturahim supaya persaudaraan antar sesama muslim semakin erat. Berikut hadits Rasulullah SAW mengenai anjuran bersilaturahim ;

Dari Anas bin Malik radhiallahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Al-Bukhari no. 5986)

Dari Abdullah bin ‘Amr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Orang yang menyambung silaturrahmi bukanlah orang yang membalas akan tetapi orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang menyambungnya ketika dia itu terputus.” (HR. Al-Bukhari no. 5991)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwasanya ada seorang laki-laki yang pernah berkata, :

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَاللَّفْظُ لِابْنِ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ الْعَلَاءَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ  

“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar dan lafazh ini milik Ibnu Al Mutsanna dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; Aku mendengar Al A'laa bin 'Abdur Rahman bercerita dari Bapaknya, Dari Abu Hurairah bahwasanya seorang laki-laki pernah berkata; "Ya Rasulullah, saya mempunyai kerabat. Saya selalu berupaya untuk menyambung silaturahim kepada mereka, tetapi mereka memutuskannya. Saya selalu berupaya untuk berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakiti saya. Saya selalu berupaya untuk lemah lembut terhadap mereka, tetapi mereka tak acuh kepada saya." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Jika benar seperti apa yang kamu katakan, maka kamu seperti memberi makan mereka debu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka pertolongan Allah akan selalu bersamamu.(HR. Imam Muslim no. 2558)

B. RASULULLAH SAW MEWAJIBKAN KITA BERSILATURAHIM

Makna silaturahmi, secara bahasa adalah dari lafadz rahmah, yang berarti lembut dan kasih sayang. Abu Ishaq rahimahullâh berkata:“Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya”.

Imam Al-Allamah Ar-Raghib Al-Asfahani rahimahullâh berkata, bahwa ar-rahim berasal dari rahmah, yang berarti lembut yang memberi konsekuensi berbuat baik kepada orang yang disayangi.

Oleh sebab itu, silaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak dan anaknya, atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih sayang yang dekat, sebagaimana firman Allâh Ta'ala :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim." (QS An Nisa‘:1)

Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang memiliki kedudukan mulia dalam agama Islam, serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar. Banyak nash, baik dari Al-Qur‘an dan Sunnah yang memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam siapa saja yang memutuskannya dengan ancaman berat.

Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya :

الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

"(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allâh sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh (kepada mereka) untuk menyambungnya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi." (QS Al Baqarah : 27)

Pada ayat di atas terdapat anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan kerabat dan sanak famili. Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullâh berkata:“Pada ayat di atas, Allâh menganjurkan agar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya”.

Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan sanak kerabat, baik dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan, baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan dan kepada saudara sesama muslim baik yang dikenal maupun belum kenal. Semua hendaklah saling menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan kekerabatan, baik pada saat berdekatan maupun berjauhan.

Dari Aisyah radhiyallâhu'anha, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ

“Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah menceritakan kepada kami Sulaiman telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Sesungguhnya penamaan rahim itu diambil dari (nama Allah) Ar Rahman, lalu Allah berfirman: Barangsiapa menyambungmu maka Akupun menyambungnya dan barangsiapa memutuskanmu maka Akupun akan memutuskannya."(HR. Bukhari No. 17)

Hubungan persaudaraan, khususnya antara saudara laki-laki dan saudara perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik. Yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam. Semakin hari semakin subur, walaupun berjauhan jarak tempatnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu'anhu, ia berkata, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allâh menciptakan makhluk. Dan setelah usai darinya, maka rahim berdiri lalu berkata: “Ini adalah tempat orang berlindung dari pemutusan silaturrahmi”. Maka Allâh berfirman: “Ya. Bukankah kamu merasa senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu, dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu?” Ia menjawab: “Ya”. Allâh berfirman: “Demikian itu menjadi hakmu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i, maka berhak mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allâh Ta'ala, serta diancam tidak masuk surga.

Allâh Ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ   

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)  (QS Ar Ra’d : 25)

 Dari Jubair bin Muth’im radhiyallâhu'anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat”. (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Begitulah ancaman bagi kaum yang suka memutuskan tali silaturahim, bahkan diancam masuk neraka jahanam, naudzubillahi min dzalik. Banyak orang menyepelekan masalah ini hanya karena alasan materi duniawi yang sesaat, padahal hukumannya sangat keras.

Semoga kita tetap menjadi orang yang istiqomah mengamalkan ajaran nabi SAW dan saling bersilaturahim dan saling kenal mengenal dengan sesama muslim, karena hakikatnya semua muslim itu saudara.

C. SILATURAHIM KEPADA KEDUA ORANG TUA ADALAH YANG PALING UTAMA

Allâh Ta'ala mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuannya. Bahkan Allâh Ta'ala menghubungkan perintah beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allâh Ta'ala:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً   
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia “.(QS Al Isra` : 23)
Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa bantuan materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga nama baik pada saat hidup atau setelah wafat. Orang tua merupakan kerabat terdekat, yang banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar sepanjang masa, sehingga tidak aneh kalau hak-haknya juga besar.
Allâh Ta'ala berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah  dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah Kembalimu.” (QS Luqman : 14)

D. KEUTAMAAN BIRUL WALIDAIN

Di dalam Al-Qur‘an dan Sunnah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam banyak disebutkan secara berulang-ulang, agar seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang tua tidak terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh kesah dan tidak meminta balasan dari anaknya. Adapun anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar  senantiasa mengingat terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya untuk membesarkan dan mendidiknya.

Seorang ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allâh Ta'ala menyebutkan, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang bisa merasakan payahnya, kecuali kaum ibu.

Imam Bukhari rahimahullâh di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah radhiyallâhu'anhu, bahwa ia menyaksikan Ibnu Umar radhiyallâhu'anhu dan seorang laki-laki dari Yaman sedang melakukan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya Laki-laki tersebut berkata:‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk, jikalau tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, aku tidaklah demikian’. Lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar: ‘Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini saya sudah membayar jasanya?. Beliau menjawab: ”Sama sekali belum, walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat melahirkanmu” (Hadits Adabul Mufrod no. 11 oleh Syaikh Al Albani )

Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallâhu'anhu, bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :“Sesungguhnya Allâh berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, lalu Allâh berwasiat agar berbuat baik kepada ibu-ibumu, kemudian Allâh berwasiat kepada bapak-bapakmu, dan kemudian Allâh berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu.” (Sunan Ibnu Majjah)

Begitulah, anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua. Kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang tua tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepatnya seorang anak melalaikan semua jasa orang tuanya, dan hanya sibuk mengurus isteri dan anak-anaknya. Padahal berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan keputusan mutlak dari Allâh Ta'ala, dan merupakan ibadah yang menempati urutan ke dua setelah ibadah kepada Allâh Ta'ala.

Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan memuliakan mereka berdua. Karena birrul walidain memiliki keutamaan.

E. ADAB-ADAB DIHARI RAYA :

1.Mandi

‘Ali radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya tentang mandi yang disyari’atkan, ia menjawab, “Mandi hari Jum’at, mandi hari ‘Arafah, mandi Idul Fithri dan Idul Adhha.” (HR. Baihaqi melalui jalan Syaafi’i dari Zaadzaan)

2. Berhias  memakai baju yang bagus.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai burdah berwarna merah pada hari raya.” (Silsilah Ash Shahiihah 1278)
Ibnu Abid Dunyaa dan Baihaqi meriwayatkan dengan isnad yang shahih bahwa Ibnu Umar memakai baju yang bagus di dua hari raya.” (Fathul Bariy 2/51)

3. Jika ‘Idul Fitri dianjurkan makan terlebih dahulu sebelum berangkat menuju lapangan. Sedangkan jika idul Adh-ha dianjurkan makannya setelah shalat Idul Adhha.

Abdullah bin Buraidah meriwayatkan dari bapaknya, bahwa ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar (menuju lapangan) pada Idul Fithri sehingga Beliau makan, dan pada Idul Adh-ha tidak makan sampai Beliau melaksanakan shalat.” (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi)

4. Dianjurkan berangkat menuju tanah lapang dengan berjalan kaki.



Abu Raafi’ berkata:
كَانَ يَخْرُجُ إِلىَ الْعِيْدَيْنِ مَاشِيًا وَ يُصَليِّ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَ لاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ يَرْجِعُ مَاشِياً فِي طَرِيْقٍ آخَرَ


“Beliau keluar menuju ‘Iedain dengan berjalan kaki, shalat tanpa azan dan iqamat, dan pulang berjalan kaki melewati jalan yang lain. “ (Ibnu Majah, Shahihul Jaami’: 4933)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:

إِذَا أَتَيْتمُ ُالصَّلاَةَ فَأْتُوْهَا وَأَنْتمُ ْتَمْشُوْنَ


“Apabila kalian pergi untuk shalat, maka datangilah sambil berjalan kaki.” (Muttafaq ‘alaih)
Imam Syaukani mengatakan, “Hal ini adalah umum untuk setiap shalat yang disyari’atkan berjama’ah seperti shalat lima waktu, shalat Jum’at, shalat ‘Ied, shalat Kusuf (gerhana) dan shalat istisqa’ (meminta turun hujan).”

5. Dianjurkan menempuh jalan yang berbeda antara berangkat dan pulangnya, berdasarkan hadits di atas dan hadits-hadits yang lain.

- Dianjurkan bertakbir (dengan dijaharkan pada hari raya dijalan-jalan dan di tanah lapang hingga shalat ditunaikan.

6. Lafaz takbirnya dalam hal ini adalah  waasi’ (bisa yang mana saja) di antaranya:

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ

Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, untuk-Nyalah segala puji.” (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, tidak mengapa ucapan takbirnya 3 kali).



7. Ucapan selamat lebaran


Menurut pendapat Syeikh Abul Hasan: bahwa “ucapan selamat lebih dekat kepada adat dari pada ibadah, dan dalam perkara kebiasaan dasarnya adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya, tidak seperti ibadah dimana orang yang mengatakannya perlu membawakan dalil atas ucapannya, seperti diketahui bahwa adat kebiasaan berbeda dari satu zaman ke zaman lain, dari satu tempat ke tempat lain, kecuali perkara yang telah pasti dilakukan oleh sahabat atau sebagiannya , lebih patut untuk diikuti dari pada yang lain.”

Syeikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Apa hukum ucapan selamat hari raya? Dan apakah ada ucapan tertentu?

Maka beliau menjawab: “ucapan selamat hari raya dibolehkan, dan tidak ada ucapan selamat yang khusus, tetapi apa yang biasa diucapkan oleh manusia dibolehkan selama bukan merupakan ucapan dosa”.

Dan beliau juga berkata:
“Ucapan selamat hari raya telah diamalkan sebagian sahabat radhiallahu anhum, seandainya hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh sahabat, namun hal tersebut sekarang telah menjadi perkara tradisi yang biasa dilakukan manusia, dimana sebagian mengucapkan selamat kepada yang lain dengan tibanya hari raya dan sempurnanya puasa dan qiyamul lail”.

Dan beliau rahimahullah juga ditanya:
Apa hukum berjabat tangan, berpelukan dan ucapan selamat hari raya setelah sholat Ied?

Beliau menjawab: “perkara-perkara ini tidak mengapa dilakukan, karena manusia tidak menjadikannya bentuk ibadah dan taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla, namun hanya menjadikannya sebagai tradisi, memuliakan dan menghormati, selama tradisi tersebut tidak ada larangannya secara syarie maka dasarnya adalah boleh”. (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin) 

F. KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT HARI RAYA 'IEDUL FITRI 

Hari Raya 'Iedul Fitri merupakan salah satu syiar kemuliaan kaum Muslimin. Pada hari itu, kaum Muslimin berkumpul. Jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk, Pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang. Yang nampak pada hari itu hanyalah kebahagiaan. Namun yang pantas disesali, pada hari itu sering terjadi kekeliruan-kekeliruan dalam merayakannya. Di antaranya:


- Meniru orang kafir dalam berpakaian. Fenomena ini merupakan hal aneh. Padahal seorang muslim dan muslimah seharusnya memiliki semangat untuk menjaga agama, kehormatan dan fitrahnya. Jangan tergoda dengan ikutikutan meniru kebiasaan orang-orang yang tidak menjaga kehormatannya.


- Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai syiar melaksanakan kemaksiatan, sehingga secara terang-terangan ia melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya dengan mendengarkan musik dan nyanyian dan memakan makanan yang diharamkan Allâh Ta'ala.


- Dalam berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan etika Islami. Contohnya : bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.


- Berlebih-lebihan dalam membuat makanan dan minuman yang tidak berfaedah, sehingga banyak yang terbuang, padahal banyak kaum Muslimin yang membutuhkan.


- Hari Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati kaum Muslimin, baik yang ada hubungan kerabat ataupun tidak. Juga kesempatan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati. Namun pada kenyataannya, penyakit hati masih tetap saja bercokol.


- Menganggap bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada saat hari raya saja.


- Menganggap bahwa pada hari raya sebagai saat yang tepat untuk ziarah kubur.

- Saling berkunjung untuk saling maaf-memaafkan di antara para kerabat dan sanak famili dengan keyakinan saat itulah yang paling afdhal.

- Bersalaman dengan sentuhan tangan dengan yang bukan mahrom adalah hal biasa.


Demikian penjelasan dari kami semoga kita tetap istiqomah dalam menerima ajaran islam, segala kekurangan mohon dimaafkan. Wallahu Alam Bishowab.


SUMBER : (MAJALAH AS-SUNAH, BERBAGAI ARTIKEL)