Thursday 1 December 2011

BAHAYA PENYAKIT LIDAH (Lisan)

 ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ...

.... dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya dia berkata baik atau diam"
( Bukhari dan Muslim)
Pelajaran dari Hadits


LIDAH. Benda satu ini walaupun kecil tapi jika meleset sedikit maka berakibat fatal bahkan bisa mengakibatkan hancurnya tata masyarakat dan bangsa karena lidah yang suka berdusta dan mengadu domba. Oleh karena itu tak sepantasnya seorang mukmin membiarkan lidahnya diumbar tanpa kontrol karena lidah lebih tajam dari pedang, karena tidak jarang pembunuhan hanya gara-gara permasalahan sepele yang mainkan oleh lidah yang tak bertanggung jawab. Orang bijak berkata: “kalau pedang lukai tubuh masih bisa harapan sembuh, kalau lidah lukai hati, ke mana obat hendak dicari”. Begitulah kira-kira gambaran bahaya lidah yang sering menyakiti hati, yang berakibat kepada dendam yang tak terbendung.

Akan tetapi kita melihat bahwa kebanyakan orang menyepelekan bahaya lidah ini sehingga berbicara semaunya sendiri, tidak sadar bahwa sangat berat konsekuensi yang harus ditanggung dari akibat terpelesetnya lidah ini, Ingatlah setiap gerak-gerik dan ucapan manusia selalu tidak lepas dari pengawasan Allah   dan dicatat oleh malaikat Raqib dan ‘Atid, firman Allah :

“ Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”. (QS 89:14).

Memang tidaklah seseorang menjaga lisannya kecuali karena keyakinanannya akan adanya malaikat Allah yang mencatat seluruh amalannya dan akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat kelak. Demikian juga tidaklah seseorang memuliakan tamunya kecuali karena imannya yang kuat bahwa allah akan membalas kebaikannya. Demikian pula tidaklah seseorang menjaga amanah kecuali karena imannya yang kuat dan keyakinannya bahwa Allah akan meminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat kelak.

Sebaliknya jika ada orang yang berbicara tidak terkontrol, tidak dia pikirkan dampak buruk ucapannya, bisa jadi akan menyebabkan banyak keburukan atau menyakiti hati orang lain, ini menunjukkan bahwa imannya kurang. meskipun ia menghapal matan hadits ini ataupun hafal dalil-dalil tentang lisan, ilmunya itu hanya sekedar hiasan bibir tanpa ada penerapan. Dan belum lagi konsekuensi diakhirat nanti bagi pengumbar lidah adalah siksa yang pedih.

Sangatlah jelas manfaat nasehat dari nabi SAW “berkata baik atau diam”. Karena memang banyak bicara yang tidak bermanfaat akan menumpuk-numpuk dosa, hal itu tidak disadari sehingga walaupun amalnya setinggi gunung akan sia-sia karena amalnya akan terhapus dan diakhirat termasuk orang yang bangkrut/merugi, Naudzubillah.

BAHAYA YANG DITIMBULKAN LIDAH


Secara umum bentuk kejahatan lidah itu ada dua. Yaitu, lidah yang banyak bicara kebatilan dan lidah yang diam terhadap kebatilan. Kejahatan lidah memang bisa setajam pedang. Jika kita tidak hati-hati menggunakannya, maka ketajamannya bisa menumpahkan darah, sebagaimana pedang menusuk tubuh manusia. Bisa pula lidah itu membiarkan ‘api’ yang membakar semakin besar.

Maka, ada dua bahaya besar yang bisa menimpa lidah kita. Bisa karena banyak bicara yang tidak perlu dan menyesatkan atau diam terhadap kebenaran. Dua-duanya adalah sumber kerusakan. Imam Abu 'Ali ad-Daqqaq pernah mengatakan:

"Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu."

Berikut bahaya lidah yang tidak dikontrol dengan semestinya ;

Bahaya pertama adalah tersebarnya kebatilan agama yang diakibakan oleh lidah mengucapkan kata-kata yang batil (palsu) ataupun banyak bicara pada hal-hal yang tidak bermanfaat.

Kedua-duanya merusak masyarakat dan hubungan baik dengan orang lain. Oleh sebab itu, jika kita tidak tahu terhadap suatu persoalan agama maupun umum sebaiknya diam terlebih dahulu sebelum memperoleh jawaban dari ahlu dzikri (orang yang ahli). Jika tidak, kata-kita kita yang tidak berdasarkan ilmu itu bisa menyesatkan diri sendiri dan orang lain. Lebih baik diam jika dihadapkan terhadap persoalan yang belum kita ketahui. Akan tetapi, ingat tidak sekedar diam selamanya. Akan tetapi kita wajib mencari tahu jawaban yang belum kita ketahui. Karena Allah SWT telah memperingatkan dalam Firmannya :

 “Janganlah kamu bersikap terhadap sesuatu yang tidak kamu ketahui.” (QS al-Isra': 36).

Kita mesti bertanya kepada ahlinya terhadap suatu persoalan. Allah SWT memberi arahan:
Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS an-Nahl: 43).

Janganlah memberi fatwa, jika kita tidak tahu ilmunya, jangan pula menyebarkan informasi yang kita belum paham asal-usulnya. Sebab, ilmu adalah pondasi. Jika ilmu kita salah, maka akan gugurlah seluruh amal-ibadah kita.

Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di akhirat nanti adalah orang yang paling jelek akhlaknya, orang yang banyak bicara, orang yang berbicara dengan mulut yang dibuat-buat dan orang yang sombong.” (Jami’ al-Shaghir).

Kerusakan ilmu juga diakibatkan oleh banyaknya perkataan batil yang bergulir. Banyak orang ahli bicara dan beretorika namun tidak berilmu. Karena tidak berdasarkan ilmu, maka pembicaraannya bisa menyesatkan, mencerai-beraikan ukhuwah, dan memecah silaturahmi.
Kerusakan yang kedua adalah kebenaran yang disembunyikan dan kebatilan yang dibiarkan. Ini akibat lidah yang diam terhadap kebatilan. Imam Ibn Hajar dalam kitab al-Shawa’iq al-Muhriqah mengatakan, orang yang dilaknat Allah adalah seorang berilmu (ulama’) yang mendiamkan terhadap bid’ah agama.

Dalam hadis tersebut di atas, Rasulullah SAW tidak sekedar memerintahkan untuk diam, akan tetapi hadis itu memberi pelajaran kita untk tidak berkata kecuali yang baik dan benar.
Kita tidak diperintah untuk terus menjadi ‘orang yang diam’. Orang yang terus-menerus diam adalah orang yang bodoh. Rasulullah SAW tidak mengajarkan itu. Sering kali kita mendengar keluhan saudara-saudara kita: “Saya masih awam belum tahu apa-apa”. Kata-kata ini terus ia ulang-ulangi. Islam tidak mengajarkan kita untuk terus menjadi awam. Sebab, jika kita terus menjadi awam, maka kita akan terus menjadi orang yang ‘diam’. Padahal kita dituntut untuk mendakwahkan kebaikan, menyebarkan hikmah dan meluruskan kebatilan. Sufyan ats-Atsauri Rahimahullah berkata:“Ibadah yang pertama kali adalah diam, kemudian menuntut ilmu, mengamalkan, menghafal dan menyampaikannya.” Jadi kerusakan agama itu bisa karena tersebarnya kebatilan yang digulirkan oleh mulut-mulut yang tak berilmu, bisa juga disebabkan didiamkannya kebatilan oleh orang yang berilmu.

Bahaya yang kedua, adalah merusak tatanan masyarakat.

Berapa banyak masalah yang terjadi disebabkan lidah. Orang mudah berkata dusta hingga kebenaran berbalik menjadi salah. Seorang anak berbohong pada orang tuanya dikarenakan lidahnya. Para ibu rumah tangga yang mengghibah, itu juga karena lidahnya. Bahkan yang lebih dahsyat pengaruhnya jika para politisi di negeri ini sering mengumbar janji, itu juga sebuah keteledoran menjaga lidahnya. Wal hasil semua akan menjadi kacau dan rusak.

Padahal salah satu karakteristik muslim adalah mampu menghindarkan diri dari bahaya lidah dan tangannya terhadap orang lain. Islam juga mengajarkan bagaimana bersikap bijak untuk tidak melakukan hal yang tidak berguna. Tidak boleh ghibah, dusta maupun namimah. Sebab ketiga hal ini merupakan penyakit yang sering diderita oleh mereka yang tidak bisa memelihara lidahnya. Padahal di hari pembalasan nanti semua anggota tubuh kita akan diminta pertanggungjawabannya.

Benar kata orang “ mulutmu adalah harimaumu” jika lidah itu tidak dipelihara dia tak ubahnya bak seekor harimau. Apa jadinya dalam keluarga jika anak suka berdusta. Dia akan ringan bilang, uang yang ditangannya adalah uang jajan yang diberikan kemarin. Padahal uang itu diambil dari kantong celana bapaknya tanpa izin. Kalau anak waktu kecilnya berani mencuri uang bapak sendiri, bukankah besarnya dia berani mencuri uang orang lain, dan berkata dusta. Berapa banyak akibat janji semu yang diumbar oleh politisi membuat rakyat menjadi semakin menderita. Itu berawal dari dusta juga. Dan timbullah krisis kepercayaan pada rakyat terhadap pemerintah. Kalau sudah begini kapan negara akan bisa maju, sebab tidak ada kerja sama antara rakyat dan pemerintahnya. Beginilah rusaknya tatanan masyarakat karena lidah yang sering berbohong, maka berhati-hatilah dalam berkata, karena lidah adalah faktor yang paling banyak menjerumuskan orang masuk ke dalam neraka. Naudzu billah min zalik

Bahaya yang ketiga adalah terjadinya pertikaian, permusuhan dan kebencian sampai pembunuhan.


Begitu banyak kita dengar bahkan mungkin pernah menjumpai dimana-mana terjadi permusuhan, tawuran, perceraian rumah tangga dsb. Tidak lain adalah karena bermula dari lidah mungil yang “terpeleset” , sehingga mengucapkan kata-kata yang menyulut kebencian dan permusuhan misalnya mengadu domba atau pun membuat saksi palsu. Al-Imam Ghazali pernah berpesan kepada murid-muridnya dalam sebuah majelis, Imam Ghazali berkata:

Wahai murid-muridku ketahuilah bahwa yang paling tajam didunia ini adalah Lidah”Karena gara-gara lidah banyak terjadinya permusuhan,kebencian, perkelahian bahkan sampai pada pembunuhan..” 

Begitulah sekelumit nasihat Imam Ghazali kepada murid-muridnya, tentu saja sebagai nasihat kita semua. Bahkan Imam Ghazali mengarang sebuah kitab yang khusus mengupas masalah Lidah yang berjudul “ Bahaya Lidah”.

Bahaya yang keempat adalah menghapus amal baik dan menjerumuskan kedalam neraka.


Lidah memiliki urgensi yang tinggi, karena lidah dapat membawa seseorang ke surga Allah bila digunakan untuk taat kepada-Nya. Sebaliknya lidah dapat menjerumuskan seseorang ke dalam neraka sejauh timur dan barat  jika digunakan untuk maksiat kepada Allah.

Bagi yang tekun menjaga lidah maka besar pahalanya disisi Allah SWT, Rasulullah saw bersabda,
“Siapa yang menjamin untukka apa yang ada diantara dua jenggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya surga.” (HR Bukhari).

Dan begitu juga konsekunsi bagi orang yang mengumbar / tidak menjaga lidahnya, sabda nabi SAW :

“Tidaklah manusia masuk neraka jahanam  kecuali akibat lidah mereka”. (HR Ibn Mâjah)

Gara-gara lidah, seseorang tergiring masuk neraka. Menjadi hamba yang merugi, sebab pahala orang yang berdosa karena kerusakan lidah akan dihadiahkan kepada orang yang didzalimi. Gara-gara lidah yang jahat kita bisa menjadi hamba yang bangkrut (muflis).

Rasulullah SAW bersabda: Orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang pada hari kiamat nanti datang membawa pahala shalat, zakat dan puasa, namun di samping itu ia membawa dosa mencela, memaki, menuduh zina, memakan harta dengan cara yang tidak benar, menumpahkan darah, dan memukul orang lain.” (HR.Muslim)

Barangsiapa yang ingin masuk kedalam surga maka memang menjaga lidah merupakan salah satu kuncinya, sebagaimana keterangan hadits dibawah :

Dari Barro’ bin ‘Azib, ia berkata, seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah saw seraya berkata, “Tunjukkanlah kepadaku amal perbuatan yang dapat memasukkan diriku ke dalam surga.” Nabi saw bersabda, “Berilah makan orang yang lapar, berilah minum orang yang haus, perintahkan yang ma’ruf dan cegahlah yang munkar. Jika kamu tidak sanggup maka tahanlah lidahmu kecuali dari kebaikan.” (HR Ibnu Abid Dunya dengan sanad jayyid).


MACAM-MACAM PENYAKIT LIDAH

1.                   Pembicaraan yang tidak berguna

Berbicara sesuatu yang tidak bermanfaat dan tidak diperlukan meskipun  tidak berdosa (mubah)  akan berakibat beratnya hisab di hari kiamat kelak. Karena menyibukkan diri dengan pembicaraan semacam itu berarti menyia-nyiakan waktu, dan telah menggantikan ucapan-ucapan yang baik dengan ucapan yang lebih rendah. Rasulullah saw bersabda, “Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR Ibnu Majah dan Turmudzi).

2.              Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil    

Yaitu berbicara tentang berbagai kemaksiatan, seperti memceritakan ihwal perempuan, kesenangan orang fasik dan lain sebagainya. Nabi bersabda, “Orang yang paling besar dosanya pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil.” (HR Ibnu Abid Dunya secara mursal dan para perawinya terpercaya).

 Ibnu Sirrin berkata, seorang Anshar melewati suatu majlis, lalu berkata kepada majlis tersebut, “Berwudhulah kalian, karena sebagian yang kalian ucapkan lebih buruk dari hadats.”

3. Perbantahan dan perdebatan

Nabi saw bersabda,

“Janganlah kamu mendebat saudaramu, dan janganlah kamu bersenda gurau dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu tidak kamu tepati.” (HR Turmudzi)
.
“Tidaklah sesat suatu kaum setelah menunjuki mereka kecuali karena mereka melakukan perdebatan.” (HR Turmudzi)

Motivasi yang menggerakkan penyakit ini adalah rasa superioritas dengan menampakkan keunggulan diri disertai serangan terhadap orang lain dengan merendahkannya dan menampakkan kelemahannya.

4.         Memaksakan bersajak dan membuat-buat kefasikan dan mengatakan dengan membuat perumpamaan di luar batas kewajaran.

Semua itu termasuk perkataan yang tercela karena menyebabkan bertele-telenya pembicaraan, bahkan menimbulkan kesalahfahaman.

Nabi bersabda, “Akan datang suatu masa kepada manusia, mereka mengunyah pembicaraan dengan lidah seperti sapi mengunyah makanan dengan lidahnya.” (HR Ahmad).

5.             Berkata keji, jorok dan cacian.

Ia tercela dan dilarang karena menjadi sumber keburukan dan kehinaan, Nabi bersabda,
“Mencaci-maki mukmin adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekafiran.” (HR Bukhari Muslim)

“Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka melukai, melaknat, berkata keji dan bukan pula orang yang suka berkata kotor.” (HR Turmudzi)

“Kamu harus bertaqwa kepada Allah, jika seseorang mencelamu dengan sesuatu yang diketahuinya ada pada diri maka janganlah kamu membalas mencelanya dengan sesuatu yang ada pada dirinya, niscaya dosanya kembali kepadanya dan pahalanya untuk kamu, dan janganlah kamu mencela sesuatu.” (HR Ahmad dan Thabrani)

6.  Melaknati

Baik melaknati binatang, benda mati atau manusia, semua itu adalah tercela. Rasulullah Saw bersabda, “Orang mukmin itu bukan orang yang suka melaknat.” (HR Turmudzi).
Sifat-sifat yang menyebabkan pelaknatan : kafir, bid’ah dan kefasikan.

Dilihat dari sasarannya maka pelaknatan itu ada 3 tingkatan :
a.    Pelaknatan terhadap sikap-sikap yang lebih umum (misal : laknat Allah bagi orang yang kafir) hal ini dibolehkan.
b.    Pelaknatan terhadap terhadap sifat yang lebih khusus (misal : laknat Allah kepada orang Yahudi, Nasrani dan para pezina dll), hal ini dibolehkan.
c.    Pelaknatan terhadap perorangan (laknat Allah terhadap Zaid), hal ini mengandung “bahaya” kecuali terhadap orang-orang tertentu yang telah nyata dilaknat oleh Allah.

Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dari hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya.”

Hadits diatas adalah ancaman bagi orang yang seenaknya sumpah serapah, mengumpat, melaknat kepada orang lain apalagi sesama muslim, laknatnya itu jika tidak terbukti biasanya akan kembali kedirinya sendiri, aliasnya lidahnya adalah bumerang bagi dirinya sendiri.

5.      Nyanyian dan syair

Perkataan syair yang baik yang tidak mengandung kata-kata yang dibenci adalah baik, tetapi yang isinya buruk haruslah ditinggalkan. Tetapi berkonsentrasi penuh untuk syair adalah tercela, khususnya untuk jenis syair yang batil. Nabi saw bersabda,

“Bahwasanya bagian dalam salah seorang diantara kalian terisi penuh dengan nanah sampai mamatahkannya, sungguh itu lebih baik daripada ia penuh dengan syair.” (HR Muslim)

7. Senda gurau

Awalnya tercela dan dilarang kecuali dalam kadar yang sedikit. Rasulullah saw bersabda,
“Janganlah berbantah-bantahan dengan saudaramu, dan janganlah bersenda gurau.” (HR Turmudzi)
Senda gurau yang dibolehkan adalah yang isinya tidak menyakiti, tidak dusta dan tidak berlebihan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi.

7.      Ejekan dan cemoohan
Allah berfirman dalam Surat 49 : 11.

Nabi saw bersabda,
“Barangsiapa yang menjelek-jelekkan saudaranya dengan suatu dosa yang ia telah bertaubat darinya, maka orang itu tidak akan mati sebelum melakukan dosa itu.” (HR Turmudzi)

Olok-olokan tersebut haram, jika yang diolok-olak merasa sakit hati. Jika yang diolok-olok merasa senang atau bahkan membuat dirinya menjadi olok-olokan maka hal ini termasuk senda gurau.

8. Menyebarkan rahasia

Nabi bersabda,
“Apabila seseorang berbicara dengan suatu pembicaraan kemudian berpaling dari isi pembicaraan tersebut adalah amanah.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi)

9. Janji palsu dan berdusta

Anas RA berkata, Rasulullah saw bersabda,
“Sambutlah aku dengan enam hal, niscaya aku akan menyambut kalian dengan surga. Para shahabat bertanya, “Apa saja?”. Nabi bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu berbicara, maka janganlah berdusta, apabila berjanji janganlah mengingkari, apabila dipercaya janganlah berkhianat, tundukkanlah pandangan jangalah kemaluanmu, dan tahanlah tangan kalian.” (HR Al Hakim)

“Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan, sedangkan kedurhakaan menyeret ia kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Bukhari Muslim)

Adapun dusta yang dibolehkan adalah dusta yang terpaksa dilakukan demi tercapainya tujuan yang benar. Sebagaimana sabda Nabi, “Bukan seorang pendusta orang yang mendamaikan antara manusia (yang bersengketa) yang kemudian menimbulkan kebaikan atau berkata baik.” (HR Bukhari Muslim)

10.         Menggunjing (Ghibah)

Ghibah adalah menyebut saudaranya dengan hal yang tidak disukainya seandainya ia mendengarnya (baik penyebutannya dengan lisan, tertulis, isyarat atau dengan cara “menyemangati” seseorang untuk menggunjing saudaranya).

Nabi saw bersabda,

“Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”

Adapun penyebab ghibah antara lain : melampiaskan marah, berbasa-basi kepada kawan, membanggakan diri, dengki, bersenda gurau, ingin cuci tangan dari perbuatan yang dituduhkan kepadanya, merendahkan teman, mendahului menjelek-jelekkan di sisi orang yang disegani.
Beberapa alasan yang memberikan rukhshah dalam ghibah antara lain :
-              mengadukan kedzaliman.
-              Menjadi sarana untuk mengubah kemunkaran, dan mengembalikan orang bermaksiat ke jalan yang benar.
-              Meminta fatwa.
-              Memperingatkan orang muslim dari keburukan.
-              Jika orang yang disebutkan sudah terkenal cacatnya.
-              Jika orang yang disebutkan malakukan kefasikan secara terang-terangan.
Kafarat ghibah :
Orang terlanjur menggunjing harus berbuat dan menyesali perbuatannya serta meminta pembebasan dari orang yang digunjing agar terbebas dari tuntutan balasan kedzalimannya, meskipun dalam hal ini ulama berbeda pendapat.

11.         Perkataan yang berlidah dua

Yaitu perkataan orang yang bolak-balik antara dua orang berselisih dan kepada masing-masing ia mengatakan apa yang disetujuinya. Nabi bersabda,
“Kalian mendapati di antara hamba Allah yang paling buruk pada hari kiamat adalah orang yang memiliki dua wajah. Yang datang kepada dua pihak dengan suatu pembicaraan dan datang kepada pihak (lain) dengan pembicaraan yang (lain pula).”

12.         Sanjungan

Sanjungan dapat tersusupi oleh enam penyakit : empat diantaranya terdapat pada orang yang menyanjung, sedangkan dua diantaranya terdapat pada orang disanjung.
Penyakit yang terdapat pada orang yang menyanjung adalah :

a. Berlebih-lebihan sehingga sampai kebohongan.
b. Dapat tersusupinya.
c. Kadang-kadang mengatakan hal yang tidak sebenarnya.
Nabi bersabda,
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu seandainya dia mendengarnya niscaya dia tidak akan beruntung.”
d. Bila jadi sanjungan tersebut membuat senang orang yang disanjung padahalia orang dzalim atau fasiq.

Penyakit yang terdapat pada orang yang disanjung adalah:

a.            Kesombongan dan ujub.
b.            Menyenangi sanjungan dan puas terhadap dirinya.
Sedangkan orang yang disanjung –agar tidak terjerumus ke dalam penyakit kesombongan, ujub dan future- maka ia harus berupaya :
-              mengenal dirinya secara baik.
-              merencanakan bahaya riya’.
-              menunjukkan ketidaksukaan terhadap sanjungan.
Nabi bersabda,
“Taburkan pasir di wajah orang-orang yang menyanjung.” (HR Muslim).

13.         Kurang cermat dalam berbicara

Banyak bicara adalah ancaman yang berbahaya bagi seseorang kecuali jika lidahnya “fasih”, didukung ilmu yang luas, sifat waro’, hati-hati dan pengawasan yang ketat. Sabda Nabi saw,
“Barangsiapa diam maka pasti selamat.” (HR Turmudzi)
Akan tetapi diam disini adalah diam yang benar yaitu tidak berkata-kata kotor, bukan diamnya orang yang menyembunyikan kebenaran atau diam jika melihat kemaksiatan. Karena diamnya orang yang menyembunyikan kebenaran / tidak mencegah yang batil pasti berdampak kepada kerusakan.

14.         Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan.

Nabi saw bersabda,

“Biarkan apa yang aku tinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya, dn menentang Nabi mereka. Apa yang aku larang untuk kalian maka hendaklah kalian menjauhinya, dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka hendaklah kalian mengerjakannya sedapat mungkin.” (HR Bukhari Muslim)

15.         Namimah (menghasut)

Nabi bersabda,
Tidak masuk surga orang yang suka menghasut.” (HR Bukhari Muslim).

Namimah adalah membeberkan apa saja yang tidak disukai pembebernya –baik oleh yang dilaporkan, atau yang dilapori atau pihak ketiga- baik pembeberan tersebut dilakukan dengan lidah, tulisan, isyarat dan lain sebagainya. (lihat QS. Al Qalam : 11 ; At Tahrim : 10)

Penjelasan diatas adalah pelajaran berharga bagi semua muslimin supaya memperhatikan adab ketika  berbicara. Hendaknya kita senantiasa menanamkan taqwa kepada Allah dalam setiap aktivitas termasuk dalam berbicara. Semoga Allah menganugerahkan kita kekuatan untuk mengendalikan lisan kita.


CARA MENJAGA LISAN

Mengingat begitu bahayanya lisan maka sudah jadi konsekuensi setiap muslim yang beriman kepada hari akhir untuk menjaga lidahnya, berbagai macam cara supaya lidah tidak merugikan diri sendiri dan orang lain :

1. Selalu berkata yang baik.
Selalu berkata yang baik harus menjadi sikap hidup bagi orang yang beriman. Dari Abu Hurairah t Rasulullah   bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُتْ

“ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Bukhari dan Muslim).

Menurut Imam Syafi’i apabila seseorang hendak berbicara pikirkanlah sebelumnya, seandainya sudah jelas kemashlahatannya maka ucapkanlah namun apabila ragu dengan perkataannya itu jangan disampaikan hingga jelas kemashlahatannya.

2.       Tidak berdusta.

Para ahli bahasa telah bersepakat bahwa dusta atau bohong ialah menyampaikan informasi (laporan, data, pertanggung jawaban) yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Firman Allah :

” Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu katakan”. (QS 61:3).

Rasulullah  bersabda:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا, وَمَنْ كَانَ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ  كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ الّنِفَاقِ حَتَّى يَدَعَهُنَّ: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا حَدَثَ كَذَبَ, وَإِذَاعَاهَدَ غَدَرَ, وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ( متفق عليه )

Empat perkara apabila ada pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafik tulen, dan barang siapa yang ada dalam dirinya salah satunya, maka ia telah memiliki salah satu sifat kemunafikan sampai ia meningalkannya : Apabila diberi kepercayaan ia berkhianat, apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji ia melanggarnya, dan apabila berbantahan (bermusuhan ) ia berbuat fasik. (muttafaqun ‘alaih ).

3.       Tidak menggunjing.

Firman Allah  yang artinya:

“ Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.(QS 49:12).

Sedangkan yang dimaksud dengan menggunjing ialah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah  :

اَلْغِيْبَةُ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Ghibah ialah engkau menyebut saudaramu tentang apa-apa yang tidak disenanginya”. (H.R Muslim).

Menurut An-Nawawi, bahwa yang dimaksud oleh hadits tersebut diatas ialah menyebut kekurangan dan keburukan seseorang dalam hal dunianya, agamanya, akhlaknya, istri dan anaknya, suaminya, hartanya, rumah tangganya, pakaiannya, gaya jalannya, pembantu rumah tangganya, baik menyebut dengan lisan maupun dengan bahasa isyarat kedipan mata, tangan dan sebagainya.

4. Tidak menghina sesama muslim.

Sebagai orang yang beriman kita tidak boleh menghina, mencela dan melaknat seseorang, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum memperolok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok itu) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok, dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan buruk sesudah iman dan barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(QS 49 :11).

Adapun yang dimaksud dengan mencela diri sendiri pada ayat di atas ialah mencela sesama muslim. Sebab orang Islam itu bersaudara seperti satu badan, jadi menghina seorang muslim berarti menghina diri sendiri.
Sedangkan panggilan buruk yang dimaksud ialah memanggil seseorang dengan panggilan/gelar yang tidak ia sukai, seperti pangilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: Hai fasik, dan kata-kata sejenisnya.

4.       Tidak berkata kotor.

Yaitu perkataan yang tidak sopan, tidak pantas didengar dan jorok, hal tersebut bisa mengakibatkan orang yang mendengarnya menjadi tersinggung dan sakit hati. Allah I tidak menyukai orang yang berkata-kata kotor. Sabda Rasulullah :
إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang kotor perkataannya menyebabkan orang lain berkata kotor pula”. (Lihat : Ibnu Hibban 5177, Mawaridu Al-Dzam’an 1566, Ahmad 6514, Kasyfu Al-Khafa 736, Hadits Hasan).

6. Menjauhi pertengkaran dan perdebatan

Dalam suatu riwayat, Nabi  pernah mendatangi sahabat beliau yang sedang berdebat, seraya beliau menegur dan melarang perbuatan itu, lalu beliau bersabda :

مَنْ تَرَكَ اْلكَذِبَ وَهُوَ بَاطِلٌ بُنِيَ لَهُ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ   وَهُوَ مُحِقٌّ  بُنِيَ لَهُ فِي وَسَطِهَا وَمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ بُنِيَ لَهُ فِي أَعْلاَهَا

“Barang siapa yang meninggalkan dusta sedang dia dalam keadaan salah, dibangunkan )(oleh Allah) SWT untuknya (sebuah rumah) dipinggir surga. Dan barang siapa meninggalkan perdebatan sedangkan dia dalam keadaan benar, dibangunkan (oleh Allah) untuknya dipertengahannya dan barangsiapa yang baik akhlaknya dibangunkan untuknya (rumah)  yang paling tinggi”. (H.R Tirmidzi dan berkata: Hadits Hasan).

Apalagi pada masa kini, pertengkaran dan perdebatan semakin meningkat dan banyak terjadi baik di pasar, di kantor, maupun di perusahaan. Karena itu bagi orang-orang yang niat hidupnya untuk ibadah kepada Allah, sudah tentu ia akan menghindari dan menjauhkannya baik dalam keadaan bersalah ataupun benar.

Sesungguhnya perkataan terbagi dalam empat bagian :

§ perkataan yang berbahaya sepenuhnya,
§ perkataan yang mengnadung manfaat dan bahaya (kedua perkataan ini harus ditinggalkan),
§ perkataan yang tidak mengandung bahaya dan tidak mengandung manfaat (menyibukkan diri dengannya berarti menyia-nyiakan waktu dan berakibat beratnya hisab), serta
§ perkataan yang bermanfaat sepenuhnya.

Sesungguhnya pembicaraan manusia itu semuanya sia-sia, kecuali pembicaraan yang baik yang mengajak kepada kebenaran dan mencegah kemaksiatan. Sebagai orang mukmin yang tujuan hidupnya sudah jelas yaitu hanya beribadah kepada Allah SWT dan menggapai kebahagiaan kekal diakhirat maka sudah sepantasnya bisa memilih antara menyibukkan dengan perkataan yang dapat menjerumuskan kedalam neraka atau menyibukkan diri dengan perkataan yang dapat menaikkan kedalam surga yang penuh kebahagiaan yang kekal, Allah swt berfirman :

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat yang ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An-Nisa’ :114).


Wallahua’lam bisshawab. .


Sumber :
§  Berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih