Oleh : Muh. Ashabus
Samaa’un
Didalam diri manusia terdapat sifat malaikat dan sifat iblis.
Secara fitrahnya manusia akan memilih sifat yang baik (sifat malaikat) untuk
menjadi pendamping hidupnya dalam menghadapi dan menyelesaikan segala persolan
hidupnya. Namun karena kebodohan dan tipu daya setan sehingga manusia tertipu
dengan ego-nya sendiri dan memilih jalan sesat dengan menuruti sifat jeleknya
(sifat warisan iblis). Manusia yang lemah akalnya akan mudah disesatkan oleh
syaiton laknatullah. Sebabnya manusia lemah akalnya adalah karena
bermalas-malasan dan tidak mau belajar dan berusaha keras. Sifat mudah putus
asa, mudah menyerah, pesimis dan sebagainya akan menyebabkan manusia lemah
akalnya dan tidak mampu menentukan nasib dirinya sendiri apalagi disuruh
memperbaiki nasib umat, tentu saja tambah lebih tidak mampu. Selain daripada itu
banyak makan, banyak tidur, banyak bicara dan banyak tertawa akan menyebabkan
kelemahan pada akal. Akal yang kuat hanya bisa dibentuk dengan belajar,
berpikir dan berusaha keras. Selalu bersikap optimis, pantang menyerah, rajin
tawakal dan rajin belajar akan memperkuat akal untuk menunjukkan jalan kebaikan
bagi manusia. Namun sekali lagi ada satu musuh besar yang belum tentu
dikalahkan oleh akal jika tidak dibimbing ilmu agama yaitu hawa nafsu manusia. Hawa
nafsu akan selalu membujuk kepada perbuatan jelek dan maksiat. Hawa nafsu selalu
menipu mata manusia. Yang jelek akan dibilangnya indah, menarik dan
menyenangkan. Yang baik akan dibilangnya oleh hawa nafsu sebagai hal yang
jelek, tidak menarik dan menyengsarakan.
Oleh karena itu jika mata manusia yang
kedua (mata batin / hati nurani) tidak diberi kacamata filter berupa ilmu agama
maka yang terjadi adalah akal manusia sekuat apapun akan tunduk /tertipu kepada
hawa nafsu. Misalnya alkisah ada seorang pendeta bisa sampai berzina karena
tidak tahu bahwa khmer itu adalah minuman yang diharamkan syari’at sehingga dia
meminumnya kemudian tidak sadar lalu berzina dengan seorang wanita cantik yang
merayunya dan kemudian juga membunuh orang setelah meminum khmer itu. Akhirnya
pendeta itu mati dalam keadaan seperti itu. Amalnya yang telah dibangunnya
bertahun-tahun sia-sia karena hal sepele yaitu tidak tahu kalau khmer itu
justru lebih mudhorot akibatnya daripada perzinaan. Itulah ujian berat bagi
manusia yaitu setan yang menjadi partner hawa nafsu (sifat hewan) yang selalu
mengajak manusia merusak martabatnya sendiri. Jika manusia tidak mau belajar
agama secara sungguh-sungguh dan dengan kesadaran diri maka yang terjadi adalah
akal yang mudah tertipu hawa nafsu. Akibatnya orang sepandai apapun akhirnya
binasa oleh pemikirannya sendiri.
Itu artinya akal perlu bimbingan syari’at agama islam.
Supaya akal lebih bijak dalam mengambil sebuah keputusan. Akal yang mencuekin
(mengabaikan) ilmu agama, kemudian lebih memilih kemampuannya sendiri, sama
halnya dengan orang yang keberatan mengangkat suatu beban tetapi tidak mau
dibantu orang lain. Akhirnya keberatan dan terjatuh. Begitu juga dengan
orang-orang yang tertipu oleh akalnya sendiri karena tidak mau menganut syari’at
islam kemudian mengakali syari’at dan hasilnya adalah negatif, meskipun menurut
pandangan manusia itu baik. Tapi ingatlah baik dan benar sesungguhnya Allah
yang Maha Mengetahui. Maka orang-orang semacam JIL (islam liberal), Mu’tazilah
dan cs-nya tidak lain mereka itu sebenarnya hanyalah orang pinter keblinger
(pandai namun tertipu diri). Tidak lain tidak bukan sebanya karena mereka
mengagungkan kelemahan akalnya dan tidak mau menganut syari;at yang datangnya
dari Tuhan Semesta Alam. Sebenarnya akal yang pandai akan lebih bijak jika mau
manganut syari’at islam.
Dalam fitrahnya sejak lahir, manusa memiliki tiga sifat
yang bila manusia akan kehilangan sifat berharga ini jika akalnya menganut hawa
nafsunya. Dan akan menjadikan manusia makhluk yang bahagia jika akalnya
digunakan untuk mengembangkan ketiga sifat baik ini dengan cara belajar ilmu
agama. Beberapa sifat tersebut akan kita bahas selanjutnya.
3 SIFAT
MALAIKAT YANG MENJADI FITRAH MANUSIA SEJAK LAHIR
Ada beberapa sifat yang sudah menjadi fitrah (sifat
bawaan) manusia sejak lahir. Sifat ini akan berkembang jika manusia mendukungnya
dengan belajar agama. Dan sifat ini akan hilang jika manusia mengabaikan ilmu
agama. Beberapa sifat tersebut adalah :
Pertama, mencintai kebaikan. Di dalam
Islam, sesuatu yang baik dikatakan sebagai "al-ma'ruf", dan
hal-hal yang buruk dikatakan "al-munkar". Ma'ruf
artinya hal-hal yang sudah diketahui dan sesuai dengan pengetahuan yang ada di
dalam fitrah manusia. Sementara munkar adalah sesuatu yang disangkal
oleh hati manusia. Lebih jelas, Rasulullah Saw menyampaikan perbedaaan antara ma'ruf
dan munkar. Rasulullah mengatakan, "Kebaikan itu adalah sesuatu
yang jika kita lakukan maka hati menjadi tenang. Sebaliknya, keburukan ialah
sesuatu yang jika kita kerjakan maka hati menjadi gelisah." Dalam
penjelasan yang lain, Rasulullah menyatakan bahwa kebaikan itu sesuatu yang
jika kita lakukan, hati mau menerima dan keburukan itu sesuatu yang disangkal
oleh hati manusia, sehingga jika dilakukan menyebabkan kegelisahan. Dengan
demikian, sebenarnya manusia mengetahui dan dapat membedakan kebaikan dan
keburukan. Namun sayang, karena berbagai sebab, kita sering terlena untuk
memenuhi hati kita dengan kebaikan. Padahal salah satu syarat kebahagiaan
adalah ketika kita dekat kepada Allah Swt dan hal ini berarti kita setia kepada
kebaikan.
Kedua, adalah cinta kebenaran (al-haq). Agar bahagia,
syarat berikutnya adalah setia dengan kebenaran, karena Allah Swt itu adalah al-haq.
Al-haq bermakna kebenaran yang tidak tercampur sama sekali dengan
kesalahan. Maka jika kita ingin dekat dengan Allah Swt, hendaknya selalu
berupaya menjadi orang yang obyektif (bijaksana). Obyektivitas akan muncul
ketika kita mampu menaklukkan ego kita. Manusia sepintar apapun, secerdas
apapun akalnya, jika ego masih berkuasa pada dirinya, ia tidak menjadi pintar,
justru ia menjadi bodoh.
Ketiga, selalu mengapresiasi keindahan. Dalam sebuah
hadist disebutkan, "Innallaha jamil yuhibbul jamal". Allah Swt
itu indah dan menyukai keindahan. Oleh karena itu hendaknya setiap manusia
selalu memelihara hubungannya dengan keindahan. Keindahan yang paling dekat
dengan Allah Swt itu adalah keindahan alam. Allah Swt mengatakan, "Aku
tunjukkan kepada kalian tanda-tanda-Ku di alam semesta dan di dalam diri
kalian". Di dalam Al-Quran, Allah Swt pun banyak menggunakan alam
sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya. Menurut Ibnu Arabi, alam itu sebetulnya
'saudara' manusia. Alam itu kadang disebut al-insan al-kabir (manusia
dalam skala besar), sementara manusia itu disebut al-alam al-shaghir.
Artinya, dalam makna lain, manusia itu alam semesta kecil dari segi ukurannya.
Sementara alam itu 'manusia besar'. Allah Swt menciptakan alam semesta dan
manusia dengan aturan-aturan yang sama persis. Maka tidak jarang dalam ilmu
astronomi dan ilmu biologi yang dipelajari ilmuwan kebanyakan menyimpulkan ada
kesamaan struktur alam semesta dengan komponen pembentuk manusia.
Manusia sesungguhnya sangat dekat dengan alam semesta.
Karena itu, jika terpisah dari keindahan alam, mereka akan merindukannya.
Misalnya orang kota senang dengan pemandangan alam yang indah. Mereka
merindukan pemandangan alam yang indah tersebut. Demikian juga orang desa.
Orang desa pun yang lama di kota akan rindu pada keindahan alam. Ini menandakan
bahwa fitrah manusia itu salah satunya adalah mencintai keindahan. Karena Allah
Swt menciptakan alam semesta sebagai 'saudara dekat' manusia dalam keindahan,
maka manusia harus mengapresiasi estetika tersebut. Makin dekat dengan hal-hal
yang indah, maka kita akan semakin dekat dengan Allah Swt.
Jadi manusia itu diciptakan dengan fitrah mencintai
kebaikan, mencintai kebenaran dan mencintai keindahan. Jika manusia tidak
terpuasi fitrahnya, hatinya, ruhnya dengan ketiga hal tersebut, ia pasti tidak
bisa mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan sejati akan datang jika manusia berupaya
berbuat kebaikan, mencintai kebenaran dan senantiasa mencintai keindahan.
Semakin keras kita mengupayakan ketiga syarat tersebut, maka semakin dekat
dengan Allah Swt, sehingga semakin besar pula kemampuan kita untuk berbahagia. Wallahu
a'lam bi ash-shawab
(refrensi : mizan.com, berbagai sumber)