Friday, 23 November 2012

3 SIFAT MALAIKAT DALAM DIRI MANUSIA

 

Oleh : Muh. Ashabus Samaa’un

Didalam diri manusia terdapat sifat malaikat dan sifat iblis. Secara fitrahnya manusia akan memilih sifat yang baik (sifat malaikat) untuk menjadi pendamping hidupnya dalam menghadapi dan menyelesaikan segala persolan hidupnya. Namun karena kebodohan dan tipu daya setan sehingga manusia tertipu dengan ego-nya sendiri dan memilih jalan sesat dengan menuruti sifat jeleknya (sifat warisan iblis). Manusia yang lemah akalnya akan mudah disesatkan oleh syaiton laknatullah. Sebabnya manusia lemah akalnya adalah karena bermalas-malasan dan tidak mau belajar dan berusaha keras. Sifat mudah putus asa, mudah menyerah, pesimis dan sebagainya akan menyebabkan manusia lemah akalnya dan tidak mampu menentukan nasib dirinya sendiri apalagi disuruh memperbaiki nasib umat, tentu saja tambah lebih tidak mampu. Selain daripada itu banyak makan, banyak tidur, banyak bicara dan banyak tertawa akan menyebabkan kelemahan pada akal. Akal yang kuat hanya bisa dibentuk dengan belajar, berpikir dan berusaha keras. Selalu bersikap optimis, pantang menyerah, rajin tawakal dan rajin belajar akan memperkuat akal untuk menunjukkan jalan kebaikan bagi manusia. Namun sekali lagi ada satu musuh besar yang belum tentu dikalahkan oleh akal jika tidak dibimbing ilmu agama yaitu hawa nafsu manusia. Hawa nafsu akan selalu membujuk kepada perbuatan jelek dan maksiat. Hawa nafsu selalu menipu mata manusia. Yang jelek akan dibilangnya indah, menarik dan menyenangkan. Yang baik akan dibilangnya oleh hawa nafsu sebagai hal yang jelek, tidak menarik dan menyengsarakan. 

Oleh karena itu jika mata manusia yang kedua (mata batin / hati nurani) tidak diberi kacamata filter berupa ilmu agama maka yang terjadi adalah akal manusia sekuat apapun akan tunduk /tertipu kepada hawa nafsu. Misalnya alkisah ada seorang pendeta bisa sampai berzina karena tidak tahu bahwa khmer itu adalah minuman yang diharamkan syari’at sehingga dia meminumnya kemudian tidak sadar lalu berzina dengan seorang wanita cantik yang merayunya dan kemudian juga membunuh orang setelah meminum khmer itu. Akhirnya pendeta itu mati dalam keadaan seperti itu. Amalnya yang telah dibangunnya bertahun-tahun sia-sia karena hal sepele yaitu tidak tahu kalau khmer itu justru lebih mudhorot akibatnya daripada perzinaan. Itulah ujian berat bagi manusia yaitu setan yang menjadi partner hawa nafsu (sifat hewan) yang selalu mengajak manusia merusak martabatnya sendiri. Jika manusia tidak mau belajar agama secara sungguh-sungguh dan dengan kesadaran diri maka yang terjadi adalah akal yang mudah tertipu hawa nafsu. Akibatnya orang sepandai apapun akhirnya binasa oleh pemikirannya sendiri.
Itu artinya akal perlu bimbingan syari’at agama islam. Supaya akal lebih bijak dalam mengambil sebuah keputusan. Akal yang mencuekin (mengabaikan) ilmu agama, kemudian lebih memilih kemampuannya sendiri, sama halnya dengan orang yang keberatan mengangkat suatu beban tetapi tidak mau dibantu orang lain. Akhirnya keberatan dan terjatuh. Begitu juga dengan orang-orang yang tertipu oleh akalnya sendiri karena tidak mau menganut syari’at islam kemudian mengakali syari’at dan hasilnya adalah negatif, meskipun menurut pandangan manusia itu baik. Tapi ingatlah baik dan benar sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui. Maka orang-orang semacam JIL (islam liberal), Mu’tazilah dan cs-nya tidak lain mereka itu sebenarnya hanyalah orang pinter keblinger (pandai namun tertipu diri). Tidak lain tidak bukan sebanya karena mereka mengagungkan kelemahan akalnya dan tidak mau menganut syari;at yang datangnya dari Tuhan Semesta Alam. Sebenarnya akal yang pandai akan lebih bijak jika mau manganut syari’at islam. 

Dalam fitrahnya sejak lahir, manusa memiliki tiga sifat yang bila manusia akan kehilangan sifat berharga ini jika akalnya menganut hawa nafsunya. Dan akan menjadikan manusia makhluk yang bahagia jika akalnya digunakan untuk mengembangkan ketiga sifat baik ini dengan cara belajar ilmu agama. Beberapa sifat tersebut akan kita bahas selanjutnya.

3 SIFAT MALAIKAT YANG MENJADI FITRAH MANUSIA SEJAK LAHIR

Ada beberapa sifat yang sudah menjadi fitrah (sifat bawaan) manusia sejak lahir. Sifat ini akan berkembang jika manusia mendukungnya dengan belajar agama. Dan sifat ini akan hilang jika manusia mengabaikan ilmu agama. Beberapa sifat tersebut adalah :

Pertama, mencintai kebaikan. Di dalam Islam, sesuatu yang baik dikatakan sebagai "al-ma'ruf", dan hal-hal yang buruk dikatakan "al-munkar". Ma'ruf artinya hal-hal yang sudah diketahui dan sesuai dengan pengetahuan yang ada di dalam fitrah manusia. Sementara munkar adalah sesuatu yang disangkal oleh hati manusia. Lebih jelas, Rasulullah Saw menyampaikan perbedaaan antara ma'ruf dan munkar. Rasulullah mengatakan, "Kebaikan itu adalah sesuatu yang jika kita lakukan maka hati menjadi tenang. Sebaliknya, keburukan ialah sesuatu yang jika kita kerjakan maka hati menjadi gelisah." Dalam penjelasan yang lain, Rasulullah menyatakan bahwa kebaikan itu sesuatu yang jika kita lakukan, hati mau menerima dan keburukan itu sesuatu yang disangkal oleh hati manusia, sehingga jika dilakukan menyebabkan kegelisahan. Dengan demikian, sebenarnya manusia mengetahui dan dapat membedakan kebaikan dan keburukan. Namun sayang, karena berbagai sebab, kita sering terlena untuk memenuhi hati kita dengan kebaikan. Padahal salah satu syarat kebahagiaan adalah ketika kita dekat kepada Allah Swt dan hal ini berarti kita setia kepada kebaikan.
Kedua, adalah cinta kebenaran (al-haq). Agar bahagia, syarat berikutnya adalah setia dengan kebenaran, karena Allah Swt itu adalah al-haq. Al-haq bermakna kebenaran yang tidak tercampur sama sekali dengan kesalahan. Maka jika kita ingin dekat dengan Allah Swt, hendaknya selalu berupaya menjadi orang yang obyektif (bijaksana). Obyektivitas akan muncul ketika kita mampu menaklukkan ego kita. Manusia sepintar apapun, secerdas apapun akalnya, jika ego masih berkuasa pada dirinya, ia tidak menjadi pintar, justru ia menjadi bodoh.
Ketiga, selalu mengapresiasi keindahan. Dalam sebuah hadist disebutkan, "Innallaha jamil yuhibbul jamal". Allah Swt itu indah dan menyukai keindahan. Oleh karena itu hendaknya setiap manusia selalu memelihara hubungannya dengan keindahan. Keindahan yang paling dekat dengan Allah Swt itu adalah keindahan alam. Allah Swt mengatakan, "Aku tunjukkan kepada kalian tanda-tanda-Ku di alam semesta dan di dalam diri kalian". Di dalam Al-Quran, Allah Swt pun banyak menggunakan alam sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya. Menurut Ibnu Arabi, alam itu sebetulnya 'saudara' manusia. Alam itu kadang disebut al-insan al-kabir (manusia dalam skala besar), sementara manusia itu disebut al-alam al-shaghir. Artinya, dalam makna lain, manusia itu alam semesta kecil dari segi ukurannya. Sementara alam itu 'manusia besar'. Allah Swt menciptakan alam semesta dan manusia dengan aturan-aturan yang sama persis. Maka tidak jarang dalam ilmu astronomi dan ilmu biologi yang dipelajari ilmuwan kebanyakan menyimpulkan ada kesamaan struktur alam semesta dengan komponen pembentuk manusia.
Manusia sesungguhnya sangat dekat dengan alam semesta. Karena itu, jika terpisah dari keindahan alam, mereka akan merindukannya. Misalnya orang kota senang dengan pemandangan alam yang indah. Mereka merindukan pemandangan alam yang indah tersebut. Demikian juga orang desa. Orang desa pun yang lama di kota akan rindu pada keindahan alam. Ini menandakan bahwa fitrah manusia itu salah satunya adalah mencintai keindahan. Karena Allah Swt menciptakan alam semesta sebagai 'saudara dekat' manusia dalam keindahan, maka manusia harus mengapresiasi estetika tersebut. Makin dekat dengan hal-hal yang indah, maka kita akan semakin dekat dengan Allah Swt.
Jadi manusia itu diciptakan dengan fitrah mencintai kebaikan, mencintai kebenaran dan mencintai keindahan. Jika manusia tidak terpuasi fitrahnya, hatinya, ruhnya dengan ketiga hal tersebut, ia pasti tidak bisa mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan sejati akan datang jika manusia berupaya berbuat kebaikan, mencintai kebenaran dan senantiasa mencintai keindahan. Semakin keras kita mengupayakan ketiga syarat tersebut, maka semakin dekat dengan Allah Swt, sehingga semakin besar pula kemampuan kita untuk berbahagia. Wallahu a'lam bi ash-shawab 
(refrensi : mizan.com, berbagai sumber)

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih