Tuesday 6 December 2011

Hati-Hatilah dengan Noda Perusak Tauhid

         

  Segala Puji bagi dari Allah SWT yang telah memberikan karunianya kepada kita sehingga kita dapat meniti jalan agama yang lurus yang berlandaskan Tauhid yang benar, dan shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan nabi kita Nabi akhir zaman Rasululullah Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya, amien.

Setelah kita mengetahui makna dan hakekat tauhid serta macam-macamnya, untuk menyempurnakan pengetahuan kita ini, perlu kiranya kita mengetahui perkara-perkara yang bertolak belakang dengan tauhid yang agung ini. Atau dengan kata lain: kita perlu mengetahui noda-noda yang akan mengotori tauhid kita atau bahkan menghancurkannya.

            Tatkala kita mempelajari noda-noda tersebut, tentunya bukan berarti untuk dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, akan tetapi salah satu tujuan utama kita mempelajarinya adalah untuk menjaga diri kita dari perkara-perkara terlarang tersebut. Betapa banyak orang yang tergelincir ke dalam perbuatan dosa, karena ia tidak tahu bahwa perbuatan itu adalah termasuk perbuatan dosa, ibarat “kita tak terjatuh kedalam lubang kalau kita tahu didepan kita ada lubang”.

            Dalam masalah ini, salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam; Hudzaifah bin al-Yaman ra. Menjelaskan dari sabda Beliau SAW ;

كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني. متفق عليه
"Kebanyakan para manusia bertanya kepada Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam tentang kebaikan, akan tetapi (sebaliknya) aku (Hudzaifah) sering bertanya kepada Beliau SAW tentang keburukan, karena khawatir akan menimpaku".
[HR. Bukhari dan Muslim][1].

Banyak sekali perbuatan-perbuatan atau keyakinan-keyakinan, adat istiadat dan tradisi yang telah membudaya di berbagai tempat, tapi ternyata sebenarnya perkara-perkara tersebut menodai atau bahkan bisa menghancurkan tauhid seseorang. Dan sudah dimaklumi oleh kaum muslimin bahwa amar ma'ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah dari kemungkaran) adalah merupakan salah satu bagian terbesar dari ajaran agama Islam. Allah SWT telah memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakannya:

           كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah". [QS. Ali Imran: 110]

Tujuannya dari penulisan ini adalah dalam rangka mengamalkan firman Allah SWT tersebut di atas; amar ma'ruf dan nahi munkar. Dan ini adalah salah satu upaya berpegang teguh dengan tali Allah, guna menggapai persatuan dan kedamaian umat yang kita impi-impikan. Apakah layak bagi kita untuk membiarkan saudara-saudara kita seagama terjerumus ke dalam kubang kesyirikan, tanpa dicegah dan diselamatkan?!
            Kesimpulannya: tulisan ini adalah dalam rangka mewujudkan persatuan umat dengan cara menghasung kaum muslimin untuk berpegang teguh kepada agamanya. Dan bukan sama sekali guna memecah belah barisan umat Islam.

Disini akan kami jelaskan beberapa hal yang dapat merusak Tauhid / merupakan perbuatan syirik, diantaranya adalah sebagai berikut ;

PERTAMA, BERDO’A ATAU MEMOHON PERTOLONGAN KEPADA SELAIN ALLAH SWT

Sebelum masuk ke dalam pembahasan ini, kami ingin membawakan suatu kaidah dasar yang seharusnya diketahui dan diyakini oleh setiap muslim. Yaitu bahwa seluruh bentuk ibadah adalah hak Allah semata. Siapa saja yang mempersembahkan ibadah itu untuk selain Allah berarti dia telah menyembah sesuatu itu, dan tidak menyembah Allah[2].

Doa merupakan salah satu ibadah yang sangat agung dalam agama kita. Maka tidak mengherankan jika junjungan kita Nabi SAW menegaskan ;

الدعاء هو العبادة.

"Doa adalah ibadah". [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzy][3].

            Ibnu al-Atsir menjelaskan maksud dari hadits ini: bahwa do'a adalah murni dan semata-mata ibadah; karena tujuan dari do'a sama dengan tujuan dari ibadah; yaitu mengharap pahala dan balasan dari Allah[4]. Berhubung do'a adalah ibadah, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk hanya berdo'a dan memohon kepada-Nya. Dia berfirman ;

]وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ[ غافر/المؤمن: 60
Artinya: "Dan Rabb kalian berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian". [QS. Ghafir/al-Mu'min: 60]

            Jadi merupakan suatu kekeliruan (syirik) yang nyata, jika kita dapatkan sebagian orang masih berdo'a dan memohon kepada selain Allah SWT. Memohon agar mendapatkan jodoh dari wali songo di makam-makam mereka, memohon perlindungan kepada Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam dari marabahaya, meminta kepada para dukun agar diberi keturunan dan lain sebagainya. Sejak dulu para ulama madzhab Syafi'i telah memperingatkan umat Islam agar mereka tidak terjerumus kepada perbuatan syirik jenis ini. Di antara para ulama tersebut:

            Ibnu Khuzaimah yang berkata, "Pernahkah kalian mendengar seorang ulama memperbolehkan seseorang berdo'a: "Aku memohon perlindungan kepada Ka'bah dari kejahatan makhluk Allah?". Atau memperbolehkan untuk berkata, "Aku memohon perlindungan kepada Shafa dan Marwah?". Atau, "Aku memohon perlindungan kepada Arafah dan Mina dari kejahatan makhluk Allah?". Seorang muslim yang paham agama Allah tidak akan mengatakan perkataan ini dan tidak akan memperbolehkan ucapan ini. Amatlah mustahil seorang muslim memohon perlindungan kepada makhluk Allah dari kejahatan makhluk-Nya!"[5].

            Renungkanlah perkataan Ibnu Khuzaimah ini dalam-dalam, niscaya kita akan tahu bahwa syirik dalam berdo'a tidak dikenal dalam kurun masa salaf ash-shalih. Maka tidaklah aneh kalau beliau menganggap bahwa perbuatan itu mustahil akan dilakukan oleh seorang muslim yang paham agamanya benar. Akan tetapi di zaman kita ini, Justru orang-orang yang berusaha untuk memberantas kesyirikan-kesyirikan tersebut malah dikucilkan dari masyarakatnya, dituduh memeluk pemahaman sesat, dianggap membawa agama baru, dianggap ajaran dajjal dsb., Allahul musta'an…

            Syubhat : Mungkin sebagian orang yang telah tergelincir ke dalam perbuatan-perbuatan tersebut di atas akan berdalih, "Kami bukan meminta kepada nabi, sunan, syeikh, kyai, habib ataupun tuan guru, tapi kami hanya menjadikan mereka sebagai wasilah ( perantara[6]. Yang mendekatkan kami kepada Allah!, karena mereka memiliki kedudukan mulia di sisi-Nya. Ditambah lagi mereka akan memberi kami syafa'at kelak di hari kiamat".

            Jawabnya: Alasan yang mereka kemukakan sama persis dengan alasan yang dikemukakan kaum musyrikin Quraisy tatkala mereka diperintahkan untuk meninggalkan sesembahan-sesembahan selain Allah. Dan perlu diketahui bahwa alasan yang mereka ajukan ini, tidak diterima oleh-Nya, bahkan di akhir ayat Allah SWT mengancam tidak akan menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.  Allah SWT menceritakan argumentasi mereka ;

]وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ[ الزمر: 3
Artinya: "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (QS. Az-Zumar ayat 3)

Dalam ayat lain, Allah bercerita tentang kondisi kaum musyrikin,

]وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ[ يونس: 18
Artinya: "Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah, "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?". Maka Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)". QS. Yunus: 18.           

Para ulama madzhab Syafi'i telah menjelaskan bahwa alasan ini merupakan alasan orang-orang musyrik sejak tempo doeloe kala sampai sekarang.
           
Ibnu Katsir berkata, "Syubhat inilah yang selalu dijadikan sandaran kaum musyrikin di zaman dulu dan sekarang"[7].
           
Al-Maqrizy, ketika berbicara tentang syirik dalam tauhid uluhiyah, beliau menjelaskan bahwa syubhat ini merupakan alasan seluruh kaum musyrikin dengan berbagai jenisnya, Dan ini merupakan syirik para penyembah berhala, penyembah malaikat, penyembah jin, dan penyembah syeikh-syeikh serta orang-orang shalih, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka semua berkata :

"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS. Az-Zumar: 3)

            Syubhat : "Bagaimana kalian menyamakan kami dengan kaum musyrikin Quraisy? Sedangkan yang kami sembah beda dengan yang mereka sembah? Mereka menyembah berhala, adapun kami maka menyembah para wali yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah!?". Mungkin inilah yang akan mereka sampaikan ketika kita bawakan ayat ke 3 dari surat az-Zumar tersebut di atas.

            Bantahannya : Tidak benar kalau yang disembah orang-orang musyrik Quraisy hanya berhala, tapi kenyataannya mereka juga menyembah para wali dari kalangan orang-orang shalih.

Hal ini dijelaskan oleh Fakhruddin ar-Razy tatkala beliau membagi sesembahan-sesembahan orang-orang kafir selain Allah di zaman dulu menjadi dua:
a.sesembahan yang berakal.
b.sesembahan yang tidak berakal.

Adapun contoh sesembahan yang berakal adalah: al-Masih, 'Uzair dan Malaikat. Sebagian kelompok dari mereka menyembah makhluk-makhluk tersebut. Dan banyak dari manusia saat itu menyembah matahari, bulan dan bintang. Mereka meyakini bahwa benda-benda itu hidup, berakal dan bisa berbicara.
Adapun sesembahan-sesembahan yang tidak dianggap hidup maupun berakal, adalah: berhala. Maksud orang-orang kafir dalam penyembahan mereka terhadap berhala tersebut adalah untuk mendekatkan mereka kepada Allah. Orang yang intelek di antara mereka tidaklah menyembah berhala tersebut karena berhala itu terbuat dari kayu atau batu, akan tetapi mereka menyembah berhala tersebut, karena mereka meyakini bahwa berhala itu hanyalah replika yang menggambarkan bintang-bintang, arwah-arwah di langit, para nabi dan orang-orang shalih terdahulu. Dan maksud penyembahan mereka terhadap berhala itu adalah untuk mempersembahkan ibadah-ibadah itu kepada makhluk-makhluk tersebut di atas yang diwakili oleh berhala-berhala itu.

Setelah itu ar-Razy menyimpulkan bahwa sesembahan yang dimaksud dalam ayat ini adalah sesembahan yang berakal dan bukan berhala. Kesimpulan ini didasarkan atas dua alasan kuat:

Pertama: Dhamir هُمْ dalam firman-Nya نَعْبُدُهُمْ  adalah dhamir untuk 'uqala (yang berakal), maka tidak layak kalau ditafsirkan untuk yang tidak berakal seperti patung misalnya.

Kedua: Bukan merupakan suatu hal yang aneh, jika orang-orang musyrikin itu meyakini bahwa al-Masih, 'Uzair dan para malaikat akan memberi syafa'at kepada mereka di sisi Allah. Justru merupakan suatu keanehan jika ada orang yang berakal yang  meyakini bahwa patung-patung dan benda-benda mati itu akan memberi syafa'at mereka di sisi Allah??[8].
           
Setelah ar-Razy membawakan syubhat yang mengatakan bahwa tujuan mereka menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah adalah agar mereka memberi syafa'at kelak pada hari kiamat, beliau bantah habis syubhat itu  dengan perkataannya dan penjelasan jawabannya adalah:

 “Sesungguhnya orang-orang kafir tersebut (tidak terlepas dari dua keyakinan): (Pertama) bisa jadi dia mengharapkan syafa'at itu dari berhala-berhala tersebut. (Kedua) bisa jadi dia mengharapkannya dari para ulama dan ahli zuhud yang diwakili dan digambarkan oleh berhala-berhala itu. (Keyakinan) pertama batil; karena benda-benda mati ini, yakni para berhala, tidak memiliki sesuatu dan tidak memahami sesuatupun, bagaimana mungkin berhala itu memahami munculnya syafa'at dari dirinya?. Begitu pula (keyakinan) kedua batil; karena pada hari kiamat tidak ada seorangpun  yang memiliki sesuatu, dan tidak seorangpun bisa memberikan syafa'at kecuali setelah mendapatkan izin dari Allah. Jadi sebenarnya pemberi syafa'at yang hakiki adalah Allah yang mengizinkan (dibaginya) syafa'at tersebut. Maka menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah lebih utama daripada menyibukkan diri dengan ibadah kepada selain-Nya"[9].  

              Perlu dipahami bahwa kita di sini tidak sedang menafikan adanya syafa'at, karena meyakini adanya syafa'at merupakan salah satu inti ajaran dasar Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang dibangun di atas dalil-dalil dari alQur'an maupun al-Hadits. Akan tetapi dari siapakah syafa'at itu diminta? Tentunya dari pemiliknya yang hakiki; yaitu Allah SWT!. Allah SWT berfirman ;

]قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ[ الزمر: 44
Artinya: "Katakanlah, "Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan" [QS. Az-Zumar: 44]

1.       KEDUA, BERQURBAN / MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH SWT
2.        
Sebagaimana do'a, berqurban juga merupakan suatu ibadah yang harus dipersembahkan untuk Allah semata. Allah SWT memperingatkan :

]قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ[ الأنعام: 162
Artinya: "Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, Ibadahku (termasuk berqurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, rabb semesta alam". [QS. Al-An'am: 162]
            Bahkan Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam mengancam orang yang berqurban / menyembelih sembelihan untuk selain Allah, akan ditimpa laknat Allah. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda,
لعن الله من ذبح لغير الله
- رواه مسلم.-

"Allah melaknat orang yang menyembelih sembelihan untuk selain Allah".
[HR. Muslim].

Para ulama madzhab syaf'i pun telah mengingatkan hal ini jauh-jauh hari.
Rujukan para ahli fiqih madzhab syafi'i; ar-Rafi'i berkata :
"Ketahuilah, sesungguhnya menyembelih untuk Allah dan dengan nama-Nya, sederajat dengan kedudukan sujud untuk-Nya. Masing-masing dari keduanya merupakan salah satu bentuk pengagungan dan ibadah yang khusus untuk Allah Ta'ala, Yang mana Dialah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi"[10].

            Dari keterangan ini, kita paham bahwa syari'at Islam tidak memperbolehkan upacara / ritual musyrikin seperti ; pelarungan kepala kerbau di pantai Selatan untuk Nyai Roro Kidul, atau mengadakan ritual labuhan dengan menanam kepala kerbau di puncak gunung Merapi untuk sesaji "penguasa" Merapi: Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan Kiai Sapu Jagad, atau menyembelih ayam cemani untuk sesaji yang mbaurekso pohon beringin di alun-alun kabupaten guna memuluskan jalan seseorang yang ingin memelet seorang wanita, atau berqurban untuk siapa saja selain Allah SWT.

Kesimpulannya, Siapa saja yang melakukan perbuatan ini dengan diiringi pengagungan terhadap yang disajeni dan diniati ibadah, maka dia telah syirik dan berakibat murtad / keluar dari agama Islam artinya mejadi kafir, Naudzubillah.

Demikianlah keterangan yang dibawakan oleh an-Nawawy:
"Adapun menyembelih untuk selain Allah, maksudnya adalah menyembelih dengan menyebut nama selain Allah; seperti orang yang menyembelih untuk patung, salib, Musa, Isa 'alaihimassalam, Ka'bah, atau yang lainnya. Seluruh perbuatan ini haram hukumnya, dan sembelihannya tidak halal untuk (dimakan), entah itu yang menyembelih seorang muslim, nasrani ataupun yahudi, demikian keterangan dari Imam Syafi'i, dan para shahabat kami (para imam madzhab syafi'i) sepakat dengan keterangan ini. Jika ditambah dengan pengagungan terhadap makhluk-makhluk itu dan (niat) beribadah untuk mereka, maka ini merupakan kekafiran, jika si penyembelih beragama Islam, maka setelah menyembelih dia dianggap murtad"[11].

!

3.       KETIGA, SIHIR ATAU PERDUKUNAN

Allah SWT berfirman:

]أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيباً مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ [ النساء: 51
Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari al-Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thagut". [QS. An-Nisa: 51]

            Banyak di antara ulama ahli tafsir yang menafsirkan jibt dengan: tukang sihir dan dukun[12].
Di dalam ayat lain Allah menceritakan bahwa salah satu sebab kekafiran syetan adalah karena mereka mengajarkan sihir:

]وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ[ البقرة: 102
Artinya: "Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (karena) mereka mengajarkan sihir kepada manusia". [QS. Al-Baqarah: 102]
            Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda ;


اجتنبوا السبع الموبقات! قالوا: يا رسول الله وما هن؟. قال: الشرك بالله والسحر...) متفق عليه.
"Jauhilah tujuh (dosa besar) yang membinasakan!. Mereka (shahabat) bertanya, "Apakah yang tujuh itu wahai Rasulullah?" Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam menjawab, "Syirik kepada Allah dan sihir,….". [HR. Bukhari dan Muslim][13].

            Beliau SAW  juga bersabda ;


من أتى كاهنا أو عرافا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد
- رواه أحمد والحاكم.-
"Barang siapa yang mendatangi paranormal atau dukun kemudian dia membenarkan apa yang ia ucapakan, sesungguhnya dia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Shalalahu’alaihi wassalam". [HR. Ahmad dan al-Hakim]

Sihir dan perdukunan diharamkan dalam agama Islam bagaimanapun bentuknya dan apapun namanya. Entah itu di atas namakan: paranormal (alias paratidaknormal), orang pintar (mungkin sok pintar kali), reiki, prana, bioenergi, tenaga dalam, ilmu kesaktian[14], atau apa saja namanya, kalau hakekatnya sama dengan sihir dan perdukunan, maka diharamkan dalam Islam. Baik pelakunya terang-terangan menamakan dirinya sebagai dukun (tentu saja maksud penulis bukan dukun pijat atau dukun bayi), atau mengaku sebagai haji, kyai, ajengan atau wali sekalipun, kalau memang amalannya adalah amalan dukun atau tukang sihir, tetap dikatakan dukun atau tukang sihir, dan kita tidak perlu silau dengan tipuan gelar-gelar itu.

Sihir termasuk perbuatan kufur karena dibantu oleh syetan atau jin, dan syetan atau jin tidak akan membantu melainkan setelah manusia bertaqarrub kepada mereka dengan menyembah mereka, atau dengan mempersembahkan sebagian ibadah kepada mereka, atau dengan melakukan kemaksiatan. Jika tidak minta pertolongan kepada jin, maka tukang sihir akan menyembah bintang-bintang, dan perbuatan ini semua akan mengancurkan tauhid uluhiyah
Di antara yang menyebabkan kafirnya tukang sihir adalah: jika dia menghalalkan sihir atau berkeyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menciptakan, dan keyakinan ini merusak tauhid rububiyah.

Perdukunan termasuk perbuatan kufur karena si dukun mengaku-aku mengetahui hal yang ghaib, padahal pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib merupakan hak prerogatif AllahI. Allah U menegaskan,
]قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّه [ النمل: 65
Artinya: "Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah". (QS. An-Naml: 65)

Al-Khaththaby menjelaskan haramnya uang hasil praktek perdukunan dengan perkataannya ; "Adapun perkara uang penghasilan dukun maka tidak diragukan lagi keharamannya dan itu termasuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Sebab pekerjaan dukun itu dibangun di atas perkataan dusta dan perbuatan yang diharamkan. Dan Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam telah melarang (makan) uang penghasilan dukun”
. 
Di antara para ulama madzhab syafi'i yang menghukumi kafirnya orang yang menghalalkan sihir adalah: ash-Shabuny, al-Mawardy, asy-Syairazy, al-Mahamily dan asy-Syarbiny. Sedangkan yang mengkafirkan tukang sihir yang meyakini bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menciptakan dengan perantara sihirnya, antara lain: al-Baghawy, ar-Razy dan Ibnu Hajar al-Haitamy.

Penting juga di sini kami bawakan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang perdukunan dan peramalan:

"Setelah menimbang, mengingat, memperhatikan, memutuskan, dan menetapkan:
§  Segala bentuk praktek perdukunan dan peramalan hukumnya haram.
§  Mempublikasikan praktek perdukunan dan peramalan dalam bentuk apapun, hukumnya haram.
§  Memanfaatkan, menggunakan, dan atau mempercayai segala praktek perdukunan dan peramalan hukumnya haram"
*
Karena jahatnya tukang sihir, dan bahaya peran dia dalam merusak aqidah umat, kerjaannya membunuh nyawa yang tidak berdosa, menceraikan suami istri, meresahkan masyarakat dan segudang kerusakan-kerusakan lain yang ditimbulkan mereka, tidak aneh jika Islam mengganjar mereka dengan hukuman penggal leher!. Umar bin Khaththab memerintahkan,

أن قتلوا كل ساحر وساحرة
- رواه أحمد.-
"Bunuhlah setiap tukang sihir baik laki-laki maupun perempuan". [HR. Ahmad]

            Akan tetapi tugas membunuh tukang sihir adalah tugas pemerintah kaum muslimin atau yang mendapatkan perintah dari mereka. Adapun tugas rakyat adalah melaporkan adanya tukang sihir kepada pemerintah mereka.


KEEMPAT, NGALAP BERKAH YANG TERLARANG / MENGANDUNG KESYIRIKAN

Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda,

البركة من الله
- رواه البخاري-

"Barakah itu (bersumber) dari Allah". [HR. Bukhari]

            Dalil-dalil dari al-Qur'an dan al-Hadits telah menunjukkan bahwa Allah SWT dengan kehendak-Nya telah mengkhususkan beberapa makhluk, perkataan maupun perbuatan, untuk diberi keutamaan dan barakah, hingga Allah menjadikannya berbarakah. Akan tetapi kita tidak boleh bertabarruk dengan hal-hal tersebut kecuali seizin syari'at, dan juga dengan niat bahwa hal-hal itu hanyalah sebab atau perantara yang mendatangkan barakah, adapun yang memberikan barakah itu dan sumbernya adalah Allah SWT, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Bukhari di atas.

Pembahasan kita saat ini bukanlah tentang tabarruk yang diperbolehkan syari'at, akan tetapi kita akan bicara tentang tabarruk -atau istilah sebagian komunitas masyarakat kita ngalap berkah- yang terlarang, yaitu mencari barakah dari hal-hal yang tidak pernah diperintahkan oleh al-Qur'an dan al-Hadits, atau bahkan dilarang oleh agama kita.

Di antara tabarruk yang terlarang adalah tabarruk dengan pohon-pohon. Larangan itu berdasarkan kisah di bawah ini:
عن أبي واقد الليثي ra.: أن رسول الله r لما خرج إلى حنين, مر بشجرة للمشركين, يقال لها (ذات أنواط), يعلقون عليها أسلحتهم, فقالوا: يا رسول الله اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط, فقال النبي r: سبحان الله, هذا كما قال قوم موسى: اجعل لنا إلها كما لهم آلهة, والذي نفسي بيده لتركبن سنة من كان قبلكم). رواه الترمذي.

Abu Waqid al-Laitsy ra. menuturkan, "Suatu ketika tatkala Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bepergian ke Hunain (dengan para sahabatnya), mereka melewati pohon milik kaum musyrikin, yang dinamai pohon dzatu anwath, kaum musyrikin biasa menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon itu (guna mendapatkan barakah darinya). Maka (sebagian sahabat Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam yang baru masuk Islam) berkata, "Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami pohon dzatu anwath sebagaimana kaum musyrikin memiliki pohon dzatu anwath!". Serta merta Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam menimpali, "Subhanallah!, (perkataan kalian) ini persis seperti perkataan kaumnya Musa, "(Wahai Musa), buatlah bagi kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan". Demi Allah, niscaya kalian akan mengikuti jalan orang sebelum kalian". [HR. At-Tirmidzy]

            Lihatlah bagaimana Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam menganggap orang yang bertabaruk dengan pohon, seperti orang yang menyembah selain Allah!.

            Di antara tabarruk yang terlarang adalah tabarruk dengan mengusap dinding rumah Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam dan makam Beliau atau makam-makam lain yang ada di muka bumi ini.

            Banyak sekali di antara para ulama madzhab Syafi'i yang terang-terangan melarang tabarruk model ini. Di antara para ulama tersebut:

            Al-Halimy yang sependapat dengan para ulama yang melarang menempelkan perut dan punggung ke dinding makam Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam atau mengusapnya dengan tangan, dan menegaskan bahwa perbuatan itu merupakan bid'ah, karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam atau para sahabatnya[15].
            Kemudian an-Nawawy, setelah beliau mengatakan bahwa  para ulama sudah bersepakat untuk melarang hal tersebut di atas. Beliau menjelaskan,"Barang siapa yang terdetik di dalam benaknya bahwa mengusap dengan tangan dan semisalnya lebih mendatangkan barakah, maka (keyakinan) itu (tidak lain) bersumber dari kebodohan dia dan kelalaiannya; sebab keberkahan itu hanya bisa didapat dengan melaksanakan syariat. Bagaimana mungkin keutamaan diupayakan dalam perbuatan yang bertolak belakang dengan kebenaran !?

            Ibnu Jama'ah menjelaskan, "Sebagian ulama menganggap bahwa menundukkan badan ketika mengucapkan salam kepada kuburan yang disucikan termasuk bid'ah, dia berkata: sebagian orang yang tidak berilmu mengira bahwa perbuatan itu merupakan salah satu bentuk tanda pengagungan. Dan yang lebih buruk dari itu adalah mencium tanah kuburan, (karena) perbuatan tersebut tidak pernah dikerjakan oleh salafush shalih, padahal seluruh kebaikan terdapat dalam mengikuti mereka, semoga Allah merahmati mereka dan menjadikan (ilmu) mereka bermanfa'at bagi kita. Barang siapa yang terdetik dalam benaknya bahwa mencium tanah lebih mendatangkan barakah maka (keyakinan) itu (tidak lain) bersumber dari kebodohan dia dan kelalaiannya; sebab barakah itu didapatkan dengan mengikuti syari'at, perkataan serta perbuatan salaf. Aku tidak merasa heran dari orang yang melakukan perbuatan itu karena ketidaktahuan dia, tapi yang (amat) mengherankanku adalah orang yang memfatwakan bahwa perbuatan itu adalah baik, padahal dia mengetahui bahwa perbuatan tersebut buruk dan menyelisihi amalan salaf, lalu orang tadi berdalilkan dengan sya'ir (untuk menguatkan pendapatnya)"[16].

Bahkan al-Ghazaly, salah seorang tokoh tasawuf dan ahli filsafat, mengatakan bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani ;"Sesungguhnya mengusap dan mencium kuburan merupakan adat orang Yahudi dan Nashrani"[17].

            Senada dengan perkataan al-Ghazaly di atas, perkataan Abu Musa al-Madiny, Kalau perbuatan ini dilarang dilakukan di makam makhuk yang paling mulia, yaitu Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam, bagaimana jika perbuatan tersebut dilakukan di makam orang-orang yang kemuliaan mereka jauh di bawah kemuliaan Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam?!.

            Di antara bentuk tabarruk yang tidak disyari'atkan adalah tabarruk dengan dzat orang-orang shalih selain Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam. Contohnya dengan mencium-cium tangan syeikh atau kyai dan mengusap-usap jubah mereka dst, dengan niat tabarruk.

            Tabarruk dengan dzat hanya boleh dilakukan dengan dzat Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam, adapun orang-orang shalih selain Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam, maka tidak dapat diqiyaskan dengan Beliau. Oleh karena itu Beliau SAW tidak pernah memerintahkan umatnya untuk bertabarruk dengan orang lain selain Beliau. Di antara yang menunjukkan benarnya pemahaman ini; tidak ada seorangpun di antara para sahabat yang bertabarruk dengan manusia yang paling mulia sesudah Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam dan para nabi; yaitu Abu Bakr ra., atau bertabarruk dengan Umar bin Khaththab ra., Utsman bin Affan ra. ataupun Ali bin Abi Thalib ra., baik itu di zaman Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam atau sesudah wafatnya. Begitu pula para tabi'in, mereka tidak bertabarruk dengan orang-orang shalih di zaman mereka. Ini semua menunjukkan bahwa salafush shalih dari kalangan para shahabat dan tabi'in memahami bahwa tabarruk dengan dzat seseorang adalah khusus bagi dzat Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam dan tidak diqiyaskan kepada selainnya Beliau. Dan telah maklum bahwa sebaik-baik pemahaman adalah pemahaman salafush shalih.

            Oleh karena itu tatkala ada berita yang sampai ke telinga Imam Syafi'i bahwa sebagian orang ada yang bertabarruk dengan pecinya Imam Malik, serta-merta beliau mengingkari perbuatan mereka itu. sAdapun di zaman ini, para pengikut ngebet ngalap berkah dari pembesarnya, di sisi lain para pembesar yang ditabarruki juga senang dan bangga dengan ulah pengikutnya itu. Kalau dulu kita dapatkan para ulama segera menarik tangan mereka begitu ada yang bergerak untuk menciumnya, sekarang kita dapatkan sebagian kyai memerah mukanya tatkala santrinya tidak ada yang menggamit tangannya untuk dicium. Allahul musta'an… Menyedihkan… Kering dari uswah… Jauh dari zuhud… kerontang dari tawadhu'…

Yang lebih menyedihkan dari itu semua, kisah nyata yang dibawakan oleh pengarang buku "Dengarlah Wahai Sufi": "Saya pernah mendengar penuturan salah seorang kawan saya sendiri, dan kisah ini ialah kisah yang ia alami secara langsung: Kawan saya ini berasal dari salah satu pondok pesantren di kota Jombang Jawa Timur. Pada suatu hari ia diajak oleh bibinya untuk berkunjung ke daerah Nganjuk-Jawa Timur), guna mengunjungi seorang wali. Setibanya di rumah wali itu, ia dipersilahkan masuk ke ruang tamu laki-laki, sedangkan bibinya dipersilakan masuk ke ruang tamu wanita. Sepulang dari rumah wali itu, bibinya berkata: "Wah, tadi di ruang wanita, saya menyaksikan beberapa wali, di antaranya: ada wali laki-laki yang keluar menemui kita dengan telanjang bulat dan tidak sehelai benangpun menempel di badannya. Setelah berada di tengah-tengah ruangan, wali telanjang itu disodori sebatang rokok oleh sebagian pelayannya, maka iapun mulai mengisap rokok, dan baru beberapa isapan, rokoknya itu dicampakkan ke lantai. Melihat puntung rokok wali telanjang yang telah tergeletak di lantai itu, ibu-ibu yang sedang berada di ruangan tamu itu berebut memungutnya, dan setelah seorang ibu berhasil mendapatkannya ia buru-buru memerintahkan anaknya yang masih ingusan, yang kala itu bersamanya untuk ganti mengisap puntung rokok itu, dengan alasan: agar mendapatkan keberkahan sang wali, dan menjadi anak yang pandai!!.
            Tatkala kawan saya mendengar kisah ini langsung dari penuturan bibinya, ia bertekad untuk tidak ikut-ikut lagi dalam acara-acara yang diadakan oleh orang-orang sufi. Dan semenjak itu pulalah ia mulai menyadari kesesatan tariqat sufi, dan Alhamdulillah yang telah mengaruniai sahabat saya ini hidayah, sehingga dapat dengan mudah mencampakkan belenggu tariqat sufi dari lehernya"[18].
             Perhatikanlah wahai saudaraku, apakah ritual konyol para wali itu (mungkin lebih tepat dibilang wali syaiton) dan bahkan maksiat bertelanjang bulat didepan non mahrom seperti diatas itu merupakan ajaran Islam? atau termasuk ajaran iblis laknatullah yang ingin menyesatkan manusia?!. Dengan akal sendiri saja anda pasti sudah bisa membantahnya.
           
            Di akhir pembahasan ini, kami ingin mengingatkan bahwa tabarruk yang terlarang dalam syari'at Islam bertingkat-tingkat dan bermacam-macam; ada yang termasuk bid'ah yang tidak mengandung kesyirikan, ada yang termasuk syirik kecil dan ada pula yang termasuk syirik besar yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh as-Suyuthy tatkala beliau berbicara tentang perbuatan orang awam yang memotong tanduk sebagian binatang dengan tujuan tabarruk ;
"Dan mereka (orang-orang awam) memotong tanduk sapi, domba dan kambing dengan batu kapur; untuk mendatangkan barakah. Semua perbuatan ini kebatilan yang tidak diragukan lagi keharamannya, terkadang keharamannya sampai ke taraf dosa besar, dan terkadang berubah menjadi kekafiran, (ini semua) tergantung maksud (masing-masing)".

KELIMA, MEMBANGUN BANGUNAN DIATAS KUBURAN

Di antara yang disunnahkan berkenaan dengan masalah kuburan adalah meninggikannya setinggi satu jengkal saja dan tidak lebih dari itu. Jabir bin Abdullah ra. menceritakan bagaimana makam Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam ;

ورفع قبره من الأرض نحواً من شبر. رواه ابن حبان.
"Dan makam Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam ditinggikan dari tanah setinggi satu jengkal". [HR. Ibnu Hibban]

            Bahkan para ulama melarang untuk menambah tanah di atas kuburan dengan tanah yang berasal dari luar kuburan tersebut. Imam Syafi'i berkata,

أحب ألا يزاد في القبر تراب غيره.
"Dan aku suka untuk tidak ditambah di atas kuburan tanah dari selainnya"

            Sekarang jelaslah bagi kita, seandainya menambah tinggi kuburan lebih dari sejengkal dengan tanah lain saja dilarang, bagaimana jika dibangun di atasnya bangunan? Mulai dari nisan (biasanya setelah seribu hari dari kematian orang yang dimakamkan), kubah, joglo, bahkan sampai masjidpun dibangun di atas kuburan!!!. Ini semua menyelisihi hadits Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam,

(نهى رسول الله  أن يبنى على القبر أو يزاد عليه). رواه النسائي من حديث جابر.
"Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam melarang untuk dibangun di atas kuburan atau ditambah di atasnya". [HR. An-Nasa'i dari Jabir]

            Juga sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam,

(لعنة الله على اليهود والنصارى, اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد) يحذر ما صنعوا. متفق عليه.
"Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid (tempat peribadatan)". Beliau melarang untuk melakukan apa yang mereka lakukan. [HR. Bukhari dan Muslim]

            Perlu diketahui bahwa peringatan ini Beliau SAW sampaikan pada detik-detik akhir menjelang ajal Beliau SAW. Dan ini menunjukkan bahwa larangan tersebut tetap adanya dan tidak dihapuskan. Demikian keterangan yang disampaikan oleh Ibnu Hajar al-'Asqalany ketika menjelaskan hadits Aisyah yang senada dengan hadits di atas, "Faidah dari penyebutan waktu (disabdakannya) larangan itu adalah untuk mengisyaratkan bahwa larangan ini merupakan perkara muhkam (tetap) yang tidak dinaskh (dihapus). Sebab, larangan itu disabdakan di akhir hayat Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam”.

            Oleh karena itu, Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam dan para khalifah sesudahnya memerintahkan agar setiap kuburan yang dibuat terlalu tinggi melebihi dari satu jengkal diratakan. Suatu hari Ali bin Abi Thalib berkata kepada Abu Hayyaj al-Asady,
ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ أن لا تدع تمثالا إلا طمسته ولا قبرا مشرفا إلا سويته. رواه مسلم.
"Maukah engkau aku utus untuk menjalankan tugas yang dengannya aku diutus oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam?. Janganlah engkau membiarkan patung (makhluk-makhluk yang memiliki ruh) melainkan engkau lenyapkan, dan (jangan engkau membiarkan) kuburan yang tinggi (yang melebihi satu jengkal) melainkan engkau ratakan (dijadikan setinggi satu jengkal)". [HR. Muslim]

            Imam asy-Syafi'i bercerita, Dan aku pernah melihat penguasa yang menghancurkan bangunan (yang dibangun di atas kuburan) di kota Mekah, dan aku tidak melihat para ulama ahli fiqih mencela tindakan itu”.

Begitulah para ulama yang rabbani dan para ulama yang hakiki, selalu mengikuti dalil dari al-Qur'an dan al-Hadits. Beda dengan sebagian orang yang mengaku-aku sebagai ulama atau mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam, tapi enggan untuk mengikuti tuntunan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam, entah karena tidak tahu, atau tahu tapi khawatir akan status sosialnya di masyarakat, atau takut jika mengamalkannya berakibat "mata pencaharian" mereka akan terputus dan alasan-alasan tak masuk akal lainnya?! Allahul musta'an…
*
            Bila demikian adanya, apa hubungan antara membangun bangunan di atas kuburan dengan masalah tauhid?. Hubungannya adalah: membangun bangunan di atas kuburan merupakan salah satu  sarana yang menjerumuskan umat ke dalam perbuatan-perbuatan yang menodai tauhid atau bahkan menghancurkannya.

            Simak perkataan an-Nawawy di bawah ini, ketika beliau menjelaskan kenapa Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam melarang menjadikan kuburannya dan kuburan selainnya sebagai masjid (tempat beribadah), "Para ulama menjelaskan: Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam melarang dijadikannnya kuburan beliau dan kuburan selainnya sebagai masjid (tempat ibadah), karena beliau khawatir akan timbul pengagungan yang berlebih-lebihan terhadapnya serta terfitnah dengannya. Bahkan bisa jadi hal itu akan menyeret kepada kekafiran, sebagaimana yang telah terjadi pada umat-umat terdahulu”

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih