Wednesday, 14 September 2011

Tafsir al-Ikhlas, Memurnikan KeEsaan Allah.

A.  Sebab Turun Surah al-Ikhlash (Asbabun Nuzul Al-Ikhlas)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa orang-orang musyrik telah mengatakan kepada Nabi saw., “Hai Muhammad, terangkanlah nasab Tuhanmu kepada kami!” Lalu Allah Ta’ala menurunkan wahyu, “Katakanlah, ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’”

B. Diantara Keutamaan Surat Al-Ikhlas:

1. Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat Yang jiwaku ada ditanganNya, sesungguhnya dia (surat Al-Ikhlas) sebanding sepertiga Al-Qur’an”. (HR. Bukhari dll).

2. Dikatakan sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an karena kandungan Al-Qur’an ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid sehingga surat ini sebanding atau sama dengan sepertiga Al-Qur’an.

3. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena  dan dikarenakan didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah  membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah ).

4. Diriwayatkan, “Seorang laki-laki Anshar pernah menjadi imam di masjid Quba. Setiap kali dia hendak membuka surah yang akan dibacakan kepada makmum dalam shalat, dia selalu memulai dengan membaca qul huwallahu ahad. Setelah selesai membacanya, barulah dia membaca surah yang lain.
Dia melakukan hal itu di setiap rakaat. Terjadilah perbincangan di kalangan para sahabat. Mereka mengatakan, ‘Engkau membuka bacaan dengan surah ini, kemudian engkau tidak cukup dengan membaca surah ini saja, tetapi engkau baca pula surah yang lain. Yang harus kamu lakukan adalah membaca surah itu, atau meninggalkannya dan diganti dengan surah yang lain.’
 Dia mengatakan, ‘Aku tidak akan meninggalkannya. Bila kalian suka aku mengimami kalian seperti itu, maka aku akan melakukannya, bila tidak maka aku tidak akan lagi mengimami kalian.’ Sedangkan mereka ketika itu berpendapat bahwa dia adalah orang ulama di kalangan mereka dan mereka tidak suka bila diganti oleh orang lain. Ketika Nabi datang menjumpai mereka, lalu mereka ceritakan semuanya kepada beliau. Setelah itu beliau bersabda, ‘Hai fulan, apa sebabnya engkau tidak mau mengikuti perintah kawan-kawanmu.
 Dan apa yang menyebabkan kamu mesti membacanya dalam setiap rakaat.’ Orang itu menjawab, ‘Aku sangat menyukainya. Kemudian Rasulullah bersabda lagi, ‘Kecintaanmu terhadap surah ini akan memasukkanmu ke dalam surga’.”

5. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id, “Ada Seseorang mendengar orang lain membaca surah al-Ikhlas dan dia mengulang-ulangnya. Ketika waktu pagi tiba, dia ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Seolah-olah laki-laki itu merasa kurang puas dengan satu kali baca. Maka Nabi pun bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Surah itu sama dengan sepertiga Al-Qur’an.”

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Aisyah bahwa apabila Nabi saw. Hendak tidur pada setiap malamnya, beliau menyatukan kedua telapak tangan-nya, kemudian meniupnya dan membacakan pada keduanya surah al-Ikhlas dan al-Mu’awwadzatain (Qul A'udzu bi Rabbi al-Falaq dan Qul A'udzu bi Rabbi an Nas), lalu mengusapkan keduanya ke sekujur tubuhnya yang terjangkau. Pengusapan itu di mulai dari arah kepala, wajah, dan tubuh bagian depannya. Beliau lakukan itu sampai tiga kali. Hadits ini diriwayatkan pula oleh para penyusun kitab sunah dari hadits Uqail.



C. Penjelasan per-ayat :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; tidak pula ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (QS al-Ikhlas [112]: 1-4).


1. “ Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”.

Katakanlah (wahai Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam) : Dia-lah Allah Yang Maha Esa dalam uluhiyyah (ketuhanan) Yang tiada satupun bersekutu denganNya di dalamnya. Kita Butuh Allah Ta?ala Sedangkan Allah Tidak Membutuhkan Kita.

2. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu”.

Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata: Ash-Shomad adalah yang bergantung kepadaNya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajat dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : Allah Ta’ala adalah :

-          As-Sayyid (Maha Pemimpin) Yang Maha sempurna dalam kepemimpinanNya,
-          Asy-Syariif (Maha Mulia) Yang Maha sempurna dalam kemuliaanNya,
-          Al-‘Adhiim (Maha Agung) Yang Maha sempurna dalam keagunganNya,
-          Al-Haliim (Maha Penyantun) Yang Maha sempurna dalam kesantunanNya,
-           Al-‘Aliim (Maha Mengetahui) Yang Maha sempurna dalam pengetahuanNya dan
-          Al-Hakiim (Maha Bijaksana) Yang Maha sempurna dalam kebijaksaanNya. Dialah Yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah,
inilah sifatNya yang tidak sepatutnya kecuali untuk Dia. Tidak ada yang setara denganNya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuhNya).



3. “Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan”.

Firman Allah: “Dia tidak beranak adalah merupakan bantahan terhadap tiga kelompok yang menyimpang lagi tersesat, yaitu:  
-          Orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani. Orang-orang musyrik mengatakan bahwa malaikat adalah puteri-puteri Allah
-          Orang-orang yahudi mengatakan bahwa Uzair anak Allah dan
-          Orang-orang nasrani mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah. Allah membantah dan mendustakan mereka dengan firmanNya: “Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Allah adalah Al-Awwal, yang sudah ada sebelum adanya segala sesuatu bagaimana mungkin Dia menjadi anak.

Allah Ta’ala juga Tidak Beristeri atau bersuami atau tidak butuh pendamping dan Dia Maha Esa Dalam Segala-galanya.

4. “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Dan tidak ada satupun yang setara dengan Dia dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak pula dalam semua perbuatanNya, Dia Maha Berkah, Maha Suci lagi Maha Tinggi, Maha Berdiri Sendiri. Mujahid rahimahullah berkata: “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”, yakni tidak ada isteri bagiNya.
Dan dalam ayat ini terdapat juga bantahan keras terhadap kaum jahmiyah yang menyamakan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya.

Demikian penjelasan singkat surat al-Ikhlas, jika ada kekurangan penulis mohon maaf yang sebsar-besarnya. Dan untuk lebih jelasnya anda bisa membaca kitab tauhid.

Sumber :
1.    Tafsir ibnu katsir
2.    Artikel terkait.

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih