Istri shalehah (seorang wanita yang yang bagus agama dan akhlaknya). Wanita salehah adalah dambaan laki laki yang inginkan rumah tangga bahagia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,
“Wanita dinikahi karena 4 perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung” (Bukhari dan Muslim)
Seorang wanita shalehah akan memudahkan pernikahan dan mudah taat pada sang suami
Wanita yang berakhlak mulia adalah wanita yang memberikan belaian kasihnya kepada suaminya dan menghormatinyaBerusaha tulus-ikhlas menyerahkan hidupnya untuk berbakti kepada suami mengharap pahala disisi AllahSenantiasa patuh kepada suaminya dalam segala hal (selain maksiat kepada Allah)
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ
“Hanyalah ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf” (HR. Al-Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 4742)
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala” (HR. Ahmad 1/131, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam syarah dan catatan kakinya terhadap Musnad Al-Imam Ahmad dan dishahihkan pula dalam Ash-Shahihah no. 181)
Membantu suami untuk taat kepada Allah, maka jika suami malas ia menyemangatinya
Tak bosan-bosan senantiasa menasehati sang suami...
“Berhati-hatilah wahai suami tercintaku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa bersabar dari api neraka…”
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang Dia perintahkan kepada para Rasul. Maka, Allah berfirman:
’Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih" (Al-Mukminuun: 51)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian" (Al-Baqarah: 172)
"Uang yang engkau infaqkan di jalan Allah, uang yang engkau infaqkan untuk memerdekakan seorang hamba (budak), uang yang engkau infaqkan untuk orang miskin, dan uang yang engkau infaqkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya adalah uang yang engkau infaqkan kepada keluargamu” (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 995),
dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)
"Dan sesungguhnya, tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau diberi pahala dengannya sampai apa yang engkau berikan ke mulut isterimu akan mendapat ganjaran” (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1295) dan Muslim (no. 1628), dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu)
"Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang wajib ia beri makan (nafkah)" (Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1692), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud (V/376, no. 1485)
Mengingatkan ketika suami lupa
Menolong ketika suami ingat
Mengingat nasehat;
”Seorang wanita hanya ingin suaminya, dan setelah memilikinya ia menginginkan segalanya”
“Tiap lelaki besar kebanyakan dibelakangnya ada wanita yang besar, demikian juga sebaliknya”
Mengurus dan memperhatikan ketika suami ada
Menjaga kehormatannya dan harta suaminya, tatkala sang suami tiada disisinya
Akan lebih siap mendidik dengan sepenuh jiwa dan keteladanan
Seorang ibu shalihah yang memahami peran dan tugasnya secara amanah adalah pilar utama keberhasilan pendidikan anak
Tidak keluar rumah tanpa sepengetahuan suami dan tidak mengizinkan siapapun yang tidak disukai suaminya masuk ke dalam rumahnya
وَلاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya terkecuali dengan izin suaminya” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 2367)
Menyegerakan apa yang disukai suami dan tidak menunda-nundanya
Tidak berpuasa sunnah sedangkan suami sedang bersamanya, kecuali dengan izinnya Sebagaimana sabda rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
"Tidak boleh seorang istri berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya ada bersamanya, kecuali dengan idzinnya" (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Larangan ini menunjukkan keharaman. Demikian yang diterangkan dengan jelas oleh kalangan ulama dari madzhab kami.” (Al-Minhaj, 7/116)
Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari (9/367)
Adapun sebab/alasan pelarangan tersebut, wallahu a’lam, karena suami memiliki hak untuk istimta’ dengan si istri sepanjang hari. Haknya ini wajib untuk segera ditunaikan dan tidak boleh luput penunaiannya karena si istri sedang melakukan ibadah sunnah ataupun ibadah yang wajib namun dapat ditunda. (Al-Minhaj, 7/116, Syarah Shahiih Muslim (VII/115)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu mengatakan: “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib, sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah” (Fathul Bari, 9/357)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak suami lebih utama dari amalan sunnah, karena hak suami merupakan kewajiban bagi isteri. Melaksanakan kewajiban harus didahulukan daripada melaksanakan amalan sunnah. (Fat-hul Baari (IX/296)
Maka jika sang isteri berkewajiban mematuhi suami dalam urusan syahwat, maka alangkah lebih wajib lagi baginya untuk menaati suaminya dalam urusan yang lebih penting dari itu, yaitu yang berkaitan dengan pendidikan anak dan kebaikan keluarganya, serta hak-hak dan kewajiban lainya
Jika suami marah ia yang membuatnya ridha
Tetap taat dan memenuhi hak-hak suaminya, berbakti sebaik-baiknya meski didzalimi
Berusaha selalu sabar dan tidak menyakiti hati suami apapun yang bergejolak didalam hati
Mengingat bahwa dirinya sedang berhadapan dengan dengan seseorang yang Allah beri kuasa sangat besar atas dirinya
"Seorang perempuan belum dianggap menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya" (HR Ibnu Majah)
لَوْ كُنْتُ آمِرَا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya” (HR. Ahmad 4/381 dan Tirmidzi, dishahihkan Al Albany, lihat “Shahihul Jami`us Shaghir” no. 5294, Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366)
Maksudnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengandaikan bila boleh bersujud kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya istri akan diperintah sujud kepada suaminya. Namun mendapatkan sujud dari para hamba hanyalah merupakan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satu pun makhluk-Nya yang berserikat dengan-Nya dalam hak ini
Dan mengingat hadist ini...
إِثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُؤُوْسُهُمَا: عَبْدٌ آبَق مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
“2 golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali” (Riwayat Thabrani dan Hakim dalam “Mustadrak“nya, di-shahih-kan Al Albany hafidhahullah sebagaimana dalam “Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah” no. 288)
Hingga Aisyah (Ummul Mukminin) pernah memberi nasehat kepada para wanita:
“Wahai sekalian wanita, seandainya kalian mengetahui hak suami-suami kalian atas diri kalian niscaya akan ada seorang wanita di antara kalian yang mengusap debu dari kedua kaki suaminya dengan pipinya” (kitab “Al Kabair” oleh Imam Dzahabi hal. 173, cetakan Darun Nadwah Al Jadidah)
Istri yang meski dalam penderitaan (semisal suami menelantarkanya) ia tetap bersabar
Berusaha mendampingi sang suami baik dalam suka maupun duka
Apapun yang dialami sang suami berusaha untuk menjadi pendampingnya yang setia
"Disaat suka menjadi pengingat agar suami tidak terlena, dan disaat duka menjadi pelipur lara"
Menerima keadaan suami bagaimanapun adanya penuh kelapangan
Mudah bersikap qana’ah (merasa cukup dengan segala karunia yang Allah berikan)
Merasa ridla dengan apa yang diberikan (suami) untuknya, baik itu sedikit maupun banyak
Tidak menuntut diluar kesanggupan suami atau meminta sesuatu yang tidak perlu
Segala derita menjadi ladang pahala baginya, amanah yang terus ditunaikan dan menguatkan keimananya
Menjadi seperti khadijah, bagaimana ia mengokohkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi dorongan kepada beliau. Ia menyerahkan semua yang dimilikinya dibawah pengaturan beliau demi menyampaikan agama Allah
Dan saat Nabi begitu terguncang bisa menjadi tenang dan bisa begitu bahagia setelah bersedih ketika wahyu pertama turun, dengan perkataan beliau:
وَاللهُ لا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran” (Muttafaq alaihi, diriwayatkan Bukhari dalam “Kitab Bad’il Wahyi” dan Muslim dalam “Kitabul Iman“)
Yang ditengah malam (saat didzalimi) ia terus berdo’a...
“Ya Allah, hamba mengaku begitu banyak dosa dan kekurangan
Ilhamkan pada diri hamba cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suami tercinta
Ya Allah, dengan segala kemurahan-Mu...
Hamba memohon jangan murkai ia karena kelalaiannya
Maafkanlah ia…
Dengan sepenuh cinta hamba masih tetap menyayanginya
Ya Allah, berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya
Engkau maha Tahu Ya Allah...
Hamba begitu mencintainya karena-Mu
Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara terbaik-Mu
Tegurlah ia dengan jalan terbaik menuju keridhaan-Mu”
Dan berdo'a...
"Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan Rasul-Mu, dan aku menjaga kehormatanku hanya untuk suamiku, maka lindungilah aku daripada dikuasai oleh orang-orang kafir dan dzalim" (Riwayat al-Bukhari, no 2104, 2/722)
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih