Wednesday, 8 June 2011

Pengertian Iman, Islam, Ihsan (penjelasan Hadits Arbain Nawawi Ke-2)


Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
[رواه مسلم]
 

Dari ‘Umar radhiyallahu’anhu –juga- dia berkata: Pada suatu hari, ketika kami berada di sisi Rasulullah, tiba-tiba muncul di hadapan kami, seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam legam, tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan jauh, dan tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya.Hingga ia duduk di hadapan Nabi, lalu menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
 Lalu ia berkata, “Ya Muhammad, khabarkan kepadaku tentang Islam?” Maka Rasulullah bersabda, ”Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Ilah yang diibadahi dengan hak, kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitullah, jika engkau mampu melakukannya.” Orang itu berkata, ”Engkau benar.” Dia (rawi) berkata, “Maka kami pun terheran-heran dengannya. Ia bertanya kepada Rasulullah, namun ia sendiri yang membenarkannya. ”Lalu orang itu bertanya lagi, “Khabarkan kepadaku tentang iman?” Beliau menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” Dia berkata, “Engkau benar.” Lalu ia berkata lagi, “Khabarkanlah kepadaku tentang ihsan?”

Rasulullah bersabda, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”Dia berkata, “Khabarkan kepadaku tentang hari kiamat?” Beliau bersabda, “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Kalau begitu, khabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?” Beliau bersabda, “Budak wanita akan melahirkan tuannya, dan engkau akan melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, para penggembala kambing saling berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” Dia berkata, “Kemudian orang itu pergi. Lalu aku tidak bertemu (dengan Rasullah) beberapa waktu. Kemudian Rasulullah berkata kepadaku, “Ya ‘Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, “Dia adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)

Penjelasan:

Dari hadits ini dapat dipetik banyak faedah, di antaranya adalah:

1. Di antara perilaku Nabi adalah beliau bermajelis dengan para shahabatnya. Perilaku ini menunjukkan bagaimana baiknya budi pekerti beliau. Seseorang manusia sepatutnya bergaul dengan sesama, dan bermajelis (dengan mereka) dan tidak mengucilkan diri dari mereka.

2. Bergaul dengan sesama lebih baik daripada mengisolasi selama ia tidak mengkhawatirkan agamanya. Jika dia mengkhawatirkan agamanya, maka mengisolasi diri lebih baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Akan terjadi sebentar lagi, di mana sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang diikutinya, hingga puncak bukit dan tempat yang dicurahi hujan.” (Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Al Iman/19/Fath])

3. Para malaikat bisa menjelma di hadapan manusia dalam sosok manusia, karena Jibril muncul di hadapan para shahabat dengan gambaran yang telah disebutkan dalam hadits ini (Lelaki yang berambut hitam legam, berpakaian sangat putih dan, tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan jauh, dan tidak ada seorangpun dari shahabat yang mengenalnya).

4. Baiknya etika seorang yang belajar di hadapan gurunya, di mana Jibril duduk di hadapan Nabi dengan cara duduk yang menunjukkan adab sopan santun, memasang telinganya, siap untuk menerima semua pelajaran yang akan disampaikan kepadanya, lalu dia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.

5. Bolehnya memanggil Nabi dengan namanya, berdasarkan ucapan Jibril, “Wahai Muhammad.” Ini mengandung kemungkinan hal itu terucapkan sebelum adanya larangan, yakni sebelum adanya larangan dari Allah agar tidak memanggil seperti itu,
 dalam firman-Nya:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا

“Janganlah kamu jadikan panggilan rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian lainnya.” (An Nuur: 63)

Menurut salah satu penafsiran dari ayat ini, atau bisa juga mengandung kemungkinan bahwa panggilan seperti itu sudah menjadi kebiasaan orang arab badui yang datang kepada rasul, sehingga mereka memanggil beliau dengan namanya, “Ya Muhammad. ”dan inilah yang lebih dekat kebenaran. Karena kemungkinan yang pertama butuh pada (pembuktian) sejarah.

6. Seseorang boleh bertanya tentang sesuatu yang telah diketahui dalam rangka memberikan pelajaran kepada orang yang belum mengetahui, karena Jibril telah mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, berdasarkan ucapannya dalam hadits, “Engkau benar.” Akan tetapi jika si penanya bermaksud agar orang yang berada di sekitar orang yang menjawab tersebut dapat mengambil pelajaran, maka yang seperti itu dapat dianggap memberikan pelajaran kepada mereka.

7. Orang yang menjadi sebab dapat dihukumi sama dengan orang yang melakukan perbuatan tersebut secara langsung, jika perbuatan itu dilandasi oleh suatu sebab. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,“Dia adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kepada kalian.”Padahal orang yang memberikan pengajaran secara langsung (kepada para shahabat) adalah Rasulullah. Akan tetapi, karena Jibril dengan pertanyaan yang ia lontarkan itu, maka Rasulullah menganggapnya sebagai orang yang memberikan pengajaran (kepada mereka).

8. Penjelasan bahwa rukun Islam ada lima, karena Nabi menjawab dengan jawaban seperti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitullah, jika engkau mampu untuk melakukannya.”

9. Seseorang harus mengikrarkan syahadat dengan lisannya dan meyakini dengan hatinya, bahwa tiada Ilah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Makna “Ilah” adalah tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah. Engkau bersaksi dengan lisanmu dan meyakini dengan hatimu bahwa tidak ada sesembahan apapun yang hak –dari segenap makhluk, baik dari kalangan nabi, wali, orang-orang shaleh, pepohonan, bebatuan, dan lain-lainnya, kecuali Allah. Dan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah adalah bathil. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِير

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, dialah (Rabb) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (Al Hajj: 62).

10. Agama ini tidak sempurna, kecuali dengan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Beliau adalah Muhammad bin Abdillah Al Qurasyi (dari suku Quraisy) Al Hasyimi (dari kalangan Bani Hasyim). Barangsiapa yang ingin mengetahui secara lengkap ikhwal rasul yang mulia ini, hendaknya ia membaca Al Qur’an, hadits, dan kitab-kitab tarikh (buku sejarah Islam).

11. Rasulullah telah menyatukan syahadat “Laa ilaaha illallah” dan “Muhammad Rasulullah” ke dalam satu rukun. Yang demikian itu karena ibadah tidaklah sempurna kecuali dengan dua perkara ini, yakni: Ikhlas untuk Allah (memurnikan peribadahan hanya untuk Allah semata). Inilah yang dikandung oleh syahadat bahwa tiada ilah yang hak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Dan mutabaah, dan inilah yang dikandung dari syahadat bahwa Muhammad utusan Allah. Oleh karena itu, Nabi menyatukan kedua syahadat ini ke dalam satu rukun. Dalam hadits ‘Umar, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Islam dibangun di atas lima perkara; Persaksian bahwa tiada ilah yang diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan shalat……” (Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam (Al Iman/8/Fath), Muslim di dalam (Al Iman/16/Abdul Baqi).dan seterusnya.

12. Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga ia mendirikan shalat. Mendirikan shalat yaitu dengan mengerjakan shalat tersebut dengan istiqamah, sesuai dengan tuntunan yang telah dibawa oleh syari’at. Mendirikan shalat ini ada yang dikerjakan sekedar yang wajib-wajibnya saja, dan ada yang dikerjakan secara sempurna. Yang wajib-wajib dalam shalat adalah dengan melakukan batas minimal dari hal-hal yang telah diwajibkan dalam shalat tersebut. Sedangkan pelaksanaan shalat yang sempurna yaitu dengan melaksanakan berbagai hal yang dapat menyempurnakan pelaksanaan shalat tersebut sesuai dengan apa yang telah dikenal dalam Al Qur’an, hadits-hadits Nabi, dan ucapan-ucapan para ulama. (bersambung ke bagian tiga)
13. Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga menunaikan zakat. Zakat adalah harta yang diwajibkan berupa harta-harta yang dikenai zakat, mengeluarkan dan memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Allah telah menjelaskan ini ke dalam surat At Taubah dalam firman Allah subhanahu wata’ala,


إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(At Taubah: 60).

14. Adapun puasa ramadhan, ialah beribadah kepada Allah dengan menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan, dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Ramadhan adalah bulan antara bulan Sya’ban dan bulan Syawal. Adapun berhaji ke Baitullah, ialah menuju Mekkah untuk melaksanakan manasik haji, dan disyaratkan adanya kemampuan, karena secara umum di dalam pelaksanaannya ditemui berbagai hal yang memberatkan dan menyulitkan. Tidak hanya pada ibadah haji semata, ternyata seluruh kewajiban disyari’atkan adanya faktor kemampuan. Berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan.” (At Taghaabun: 16)

15. Dan di antara faedah yang telah dibakukan oleh para ulama adalah, “Tidak ada kewajiban bersama ketidakmampuan, dan tidak ada keharaman bersama keadaan darurat.”

16. Utusan dari kalangan malaikat (Jibril) mensifati utusan dari kalangan manusia (Rasulullah) dengan sifat benar (jujur). Sungguh Jibril telah berlaku benar pada apa yang telah ia sifatkan kepada Rasulullah dengan sifat benar (jujur), karena memang Nabi adalah makhluk yang paling benar.

17. Kecerdasan para shahabat yang mana mereka merasa keheranan. Bagaimana mungkin seorang yang bertanya menilai benar orang yang ditanya. Pada umumnya, orang yang bertanya tidak mengetahui. Sedangkan orang yang tidak mengetahui, tidak mungkin menghukumi ucapan seseorang bahwa dia benar atau dusta. Akan tetapi keheranan itu hilang setelah Nabi mengatakan, “Dia adalah Jibril, ia datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian. ”

18. Keimanan mencakup enam perkara: Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik dan yang buruk.

19. Pembedaan antara islam dan iman. Hal ini ketika kedua kata itu disebutkan secara bersama-sama. Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan (amalan zhahir), sedangkan iman dengan amalan-amalan hati (batin). Akan tetapi, ketika salah satu kata itu disebutkan begitu saja (tanpa diiringi dengan yang lainnya), maka masing-masing dari kata itu mencakup kata yang lainnya, mencakup Islam dan Iman. Adapun jika keduanya disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing dari keduanya ditafsirkan dengan makna yang telah ditunjukkan oleh hadits ini. Firman Allah subhanahu wata’ala,

وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

 “...Dan telah Aku ridhai Islam menjadi agamamu.” (Al Maa’idah: 3)

Dan firman-Nya,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ


"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."(QS. Al-Imran [3]:85)

Firman Allah subhanahu wata’ala,

وَأَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ

“…Dan bahwasanya Allah bersama orang-orang yang beriman.” (Al Anfaal: 19)

Dan ayat-ayat serupa yang mencakup iman dan islam. Demikian pula dengan firman-Nya,



وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِناً إِلاَّ خَطَئاً وَمَن قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَئاً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ أَن يَصَّدَّقُواْ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مْؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةً فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللّهِ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً


"Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) , dan barangsiapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah . Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya , maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(An Nisaa’: 92)

20. Keimanan kepada Allah adalah rukun iman yang paling penting dan paling besar. Oleh karena itu, Nabi menyebutkannya lebih dahulu. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau beriman kepada Allah.” Keimanan kepada Allah mencakup keimanan kepada wujud-wujud-Nya, uluhiyah, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya. Jadi, keimanan kepada Allah tidak hanya beriman kepada wujud-Nya semata. Akan tetapi, harus mencakup keimanan kepada empat perkara ini, yakni beriman kepada wujud, rububiyah, uluhiyah, nama, dan sifat-sifat-Nya.

21. Menetapkan adanya malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang telah Allah sifati dengan banyak sifat dalam Al Qur’an dan telah disifati oleh Nabi dalam hadits-haditsnya. Cara beriman kepada mereka adalah dengan mengimani nama-nama mereka yang telah kita ketahui. Kita pun mengimani sifat-sifat yang mereka miliki sebatas apa yang telah kita ketahui. Di antaranya, Nabi pernah melihat malaikat Jibril –dalam bentuk aslinya- memiliki enam ratus sayap yang menutupi ufuk. Kewajiban kita berkenaan dengan malaikat adalah kita mempercayai dan mencintai mereka, karena mereka adalah para hamba Allah yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَمَنْ عِندَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُون يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ

“…dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk beribadah kepada-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al Anbiyaa’: 19-20)

22. Wajib beriman dengan kitab-kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al kitab dan neraca (keadilan)…” (Al Hadiid: 25)

Kita beriman kepada semua kitab yang Allah turunkan kepada rasul-rasul-Nya, akan tetapi kita mengimaninya secara global dan mempercayai bahwa kitab-kitab itu adalah haq (benar). Adapun secara rinci, kitab-kitab terdahulu mengalami penyelewengan, perubahan, penggantian. Seseorang tidak mungkin dapat menilai mana yang haq dan mana yang bathil. Atas dasar itu, kita katakan, “Kita beriman kepada yang telah Allah turunkan tersebut secara global. Adapun secara rinci, kita merasa khawatir itu adalah di antara hal-hal yang telah diselewengkan dan diubah. Ini dalam hal yang berkaitan dengan keimanan dengan kitab-kitab tersebut. Adapun yang berkaitan dengan pengamalannya, maka yang diamalkan hanyalah apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad semata. Adapun yang selainnya telah dihapus masa berlakunya dengan datangnya syari’at ini. ”

23. Wajibnya beriman kepada rasul, kita beriman bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah adalah benar, membawa kebenaran, benar (jujur) dalam berita yang dikhabarkan, dan benar pula dengan apa-apa yang telah diperintahkan. Dan beriman kepada mereka secara global, yakni pada para rasul yang tidak kita ketahui, dan secara rinci terhadap mereka yang telah kita ketahui. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa rasul sebelummu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. ”(Al Ghafir: 78)

Rasul yang telah diceritakan kepada kita dan kita telah mengetahuinya, maka kita mengimani mereka orang-perseorangan. Sedangkan para nabi yang belum diceritakan kepada kita dan kita tidak mengetahuinya, maka kita mengimani secara global. Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam, sedang rasul yang terakhir adalah Nabi Muhammad. Di antara mereka terdapat lima rasul yang digelari ulul azmi yang nama mereka telah Allah sebutkan secara bersamaan dalam dua ayat dalam Al Qur’an. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat Al Ahzab,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan darimu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam.” (Al Ahzab: 7)

Dan Dia berfirman dalam surat Asy Syuura,

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ

“Dia telah mensyari’atkan bagimu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, ‘Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. . . ’ “(Asy Syuura: 13)

24. Beriman kepada hari akhir. Hari akhir adalah hari kiamat, dinamakan hari akhir karena hari itu adalah masa putaran terakhir bagi umat manusia. Karena manusia mengalami empat masa:
1. Masa di perut ibunya.
2. Dunia ini.
3. Alam barzah.
4. Hari kiamat.
Tidak ada masa putaran setelah itu, hanya ada dua kemungkinan; masuk surga atau masuk nereka.
Beriman kepada hari akhir, masuk di dalamnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua yang dikhabarkan oleh Nabi tentang apa-apa yang terjadi setelah kematian, masuk juga ke dalamnya adalah apa-apa yang akan terjadi di alam kubur. Yakni pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada orang-orang yang telah mati tentang Rabbnya, agama, dan Nabinya. Dan apa-apa yang akan manusia dapatkan di alam kubur, baik berupa kenikmatan atau siksaan.

25. Wajibnya beriman kepada taqdir, yang baik dan yang buruk. Hal itu dengan mengimani empat perkara, yaitu :
-Mengimani bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik secara global, secara rinci, sejak dahulu hingga selama-lamanya.
-Mengimani bahwa Allah telah mencatat taqdir segala sesuatu sampai hari kiamat di lauhul mahfuzh.
-Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini terjadi dengan kehendak Allah, tidak ada sesuatu apapun yang lepas dari kehendak-Nya.
-Mengimani bahwa Allah menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, segala sesuatu adalah makhluk ciptaan Allah, baik itu terjadi dengan perbuatan yang khusus dimiliki oleh-Nya, seperti menurunkan air hujan, mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, atau perbuatan hamba dan perbuatan para makhluk, karena kehendak dan kemampuan. Sedangkan kehendak dan kemampuan adalah di antara sifat-sifat hamba. Sedangkan hamba dan sifat-sifatnya adalah makhluk Allah. Oleh karena itu, segala sesuatu yang ada di dalam semesta ini adalah hasil ciptaan Allah. Allah telah menakdirkan segala sesuatu hingga hari kiamat. Lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.

Apapun yang telah ditakdirkan atas seseorang, tidak mungkin meleset darinya. Dan apapun yang tidak Dia takdirkan, tidak akan menimpanya. Inilah keenam rukun-rukun iman yang telah dijelaskan oleh Rasulullah dan iman seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan mengimani semua rukun-rukun tersebut.

26. Di antara faedah yang ada di dalam hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan. Ihsan adalah seseorang beribadah kepada Rabbnya dengan peribadahan raghbah (harapan) dan tholab (memohon), seolah-olah ia melihatnya, lalu ia suka untuk mencapainya. Ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Jika ia tidak sampai pada keadaan seperti ini, ia berada pada tingkatan yang ke dua, yaitu: beribadah kepada Allah dengan peribadahan khauf (takut) dan harab (lari) dari siksanya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Yakni, jika engkau tidak beribadah kepada-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

27. Pengetahuan tentang hari kiamat tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Maka barangsiapa mengaku bahwa dia mengetahuinya, maka dia pendusta. Pengetahuan tentang hal itu tidak diketahui oleh rasul yang paling utama dari kalangan malaikat dan manusia, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan Jibril.

28. Hari kiamat memiliki tanda-tanda, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

فَهَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَن تَأْتِيَهُم بَغْتَةً فَقَدْ جَاء أَشْرَاطُهَا

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya.” (Muhammad: 18)
Dan ulama telah membagi tanda-tanda kiamat menjadi tiga macam:
1. Yang telah berlalu.
2. Senantiada datang dengan bentuk yang baru.
3. Tidak datang kecuali tepat menjelang hari kiamat. Dan itu adalah tanda-tanda kiamat yang besar, seperti: turunnya Isa bin Maryam, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, dan terbitnya matahari dari sebelah barat.


Nabi telah menyebutkan beberapa tanda hari kiamat, yaitu: 


- Budak wanita melahirkan tuannya, penjelasannya: Seorang budak wanita (Al amah) akan melahirkan tuannya. Kata ‘Al amah’ mengandung dua tafsiran:
Pertama, mengisyaratkan akan adanya banyak penaklukan yang dilakukan oleh kaum Muslimin yang dengan sendirinya maka banyak pula jumlah para tawanan perang yang mana mereka adalah ‘al ima’ atau budak-budak wanita. Karena, apabila budak tersebut melahirkan anak dari tuannya maka derajat anak tersebut akan sama dengan ayahnya dan dengan sendirinya ia akan menjadi tuan dari ibunya sendiri karena ia adalah anak dari tuan ibunya. Kedua, bahwa al amah juga berarti wanita merdeka, dan hal ini mengisyaratkan akan banyaknya kedurhakaan manusia kepada orang tua mereka khususnya terhadap ibu mereka yang disebabkan karena rusaknya akhlak anak-anak di akhir zaman. 


- Lalu yang disebutkan hadits Nabi SAW tetang" Engkau akan melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, para penggembala kambing saling berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi". Merupakan ungkapan tentang cepat, banyak, dan tersebarnya harta di tengah-tengah manusia. Hal ini sudah nampak terlihat kita bagaimana orang arab bermegah-megahan membangun gedung-gedung yang tinggi hanya untuk bermegah-megahan, misalnya pembangunan menara dubai yang bahkan adalah bangunan tertinggi didunia saat ini, dibawah ini adalah gambar menara dubai.

Gb. 2 menara burj dubai
sungguh apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW telah terjadi.


29. Baiknya pengajaran Nabi, yang mana beliau bertanya kepada para shahabatnya, apakah mereka mengetahui orang yang bertanya tadi apa tidak, dalam rangka memberikan pengajaran kepada mereka melalui orang tersebut. Cara ini lebih mengena daripada beliau mengajarkan kepada mereka secara langsung (tanpa diawali dengan pertanyaan), karena jika beliau bertanya kepada mereka kemudian beliau memberitahukan kepada mereka setelah itu, maka yang demikian itu lebih mendorong untuk memahami dan meresapi apa yang beliau katakan.

30. Orang yang bertanya tentang ilmu dapat dianggap sebagai orang yang memberikan pengajaran. Telah lewat isyarat akan hal itu. Akan tetapi, aku ingin menjelaskan bahwa seseorang seyogyanya bertanya apa-apa yang dibutuhkan oleh orang-orang, kendati ia mengetahuinya, dalam rangka mendapatkan pahala pengajaran. Dan Allahlah Dzat Pemberi Taufik.

sumber : ulama sunnah.

5 comments:

  1. Saya mohon Copy-paste, dengan melampirkan alamat url anda, terima kasih untuk pelajaran dan pembahasan ayat ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat di samudra ilmu-Nya.. amin

    ReplyDelete
  2. silahkan.. saya juga berterima kasih karena anda telah mengunjungi blog kami. mari satukan tujuan untuk menggapai Islam yang mengikuti sunah Rasulullah SAW karena hanya agama islam yang mengikuti sunah yang di ridhoi-Nya. amien

    ReplyDelete
  3. subhanallah, hadits diatas sangat besar maknannya karena mengadung pokok-pokok ajaran islam. :)

    ReplyDelete
  4. :)) semoga bermanfaat. silahkan copy paste sepuasnya dan sebarkan.. semoga bermanfaat bagi umat, amien

    ReplyDelete

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih