Allah SWT memerintahkan: "Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah:183).
Ayat diatas adalah landasan Puasa adalah wajib hukumnya bagi kaum muslimin di bulan ramadhan. Berpuasa merupakan sunnah thobi'iyyah (sunnah kehidupan) sebagai langkah untuk tetap survive,
mengapa manusia tidak? Terlebih lagi jika kewajiban puasa diembankan
kepada umat Islam, tentu saja memikili makna filosofis dan hikmah
tersendiri.Karena, ternyata puasa bukan hanya menahan dari segala
sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan
merefleksikan diri untuk turut hidup berdampingan dengan orang lain
secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri
dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta
melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan. Rahasia-rahasia
tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada
ayat 183 surah al-Baqarah diatas.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, sejak Nabi Nuh hingga Nabi
Isa puasa wajib dilakukan tiga hari setiap bulan. Bahkan, nabi Adam
alaihissalam diperintahkan untuk tidak memakan buah khuldi, yang
ditafsirkan sebagai bentuk puasa pada masa itu. "Janganlah kamu mendekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim". (Al-Baqarah: 35).Begitu pula Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh
hari. Juga Nabi Isa. Dalam Surah Maryam dinyatakan Nabi Zakaria dan
Maryam sering mengamalkan puasa. Nabi Daud alaihissalam sehari
berpuasa dan sehari berbuka setiap tahun. Nabi Muhammad saw. sebelum
diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap bulan
dan turut mengamalkan puasa Asyura yang jatuh pada hari ke 10 bulan
Muharram bersama masyarakat Quraisy yang lain. Malah masyarakat Yahudi
yang tinggal di Madinah pada masa itu turut mengamalkan puasa Asyura.
Begitu pula, binatang dan tumbuh-tumbuhan melakukan puasa demi kelangsungan hidupnya.
Selama mengerami telur, ayam harus berpuasa. Ular pun
berpuasa. Bagi ular, untuk menjaga struktur kulit, ia harus puasa agar
tetap keras agar tetap terlindung dari sengatan matahari dan duri hingga
ia tetap mampu melata di bumi. Ulat-ulat pemakan daun pun berpuasa,
jika tidak, ia tak kan lagi menjadi kupu-kupu dan menyerbuk
bunga-bunga.Allah SWT mengakhiri ayat tersebut dengan "agar kalian
bertakwa". Syekh Musthafa Shodiq al-Rafi'ie (w. 1356 H/1937 M) dalam
bukunya wahy al-Qalam mentakwil kata "takwa" dengan ittiqa,
yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang
menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrat
manusia dari perilaku layaknya binatang. Dengan puasa, manusia dapat
menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain,
sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Wallahu a’lam.
Refrensi Republika
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih