Saturday, 6 October 2012

MELURUSKAN SEDIKIT KESALAHAN DALAM KARYA HARUN YAHYA


Oleh : Ust. Abu Salma Al-Atsary
Mukadimah oleh : M. Ashabus Samaa’un

Mukadimah

Salah satu tokoh perubahan islam yang terkenal dengan karyanya sangat banyak dan ilmiah adalah harun yahya. Nama asli beliau adalah adnan oktar. Beliau mendapatkan gelar sebagai muslim paling berpengaruh didunia. Dakwah beliau sangat berbeda dengan kebanyakan para ahli ilmu. Karena beliau berdakwah dengan sisi lain. Yaitu dakwah melalui pembahasan perkembangan ilmu pengetahuan dan sains. Yang tengah dipuja-puja oleh orang-orang barat. Sehingga otomatis islam menjadi harum karena dakwah beliau telah menunjukan betapa islam bukan hanya agama yang mengurusi masalah ibadah dan muamalah saja. Islam ternyata juga agama yang bersifat universal yang ilmiah dan benar dalam membahas ilmu pengetahuan. Otomatis dakwah beliau telah membantah sebagian manusia kufur yang mengatakan islam agama yang sempit yang buta ilmu pengetahuan modern seperti astronomi, geografi, kimia dan sebagainya. Buktinya teori tentang helionsentris (peredaran planet-planet tata surya mengelilingi matahari) telah ada dalam al-Qur’an yang telah berumur 1400 tahun yang lalu. 

Bahkan sebagian besar ilmu orang barat yang telah maju sekarang ini ternyata mengadobsi teori-teori ilmuwan muslim terdahulu. Akan tetapi orang barat adalah bangsa yang suka membajak karya orang lain tanpa mengakui bahwa karya tersebut adalah karya ilmuwan muslim. Mereka dengan sombong mengatakan bahwa ilmu pengetahuan yang mereka dapat adalah berasal dari temuan mereka sendiri. Padahal pada waktu jaman perang islam vs romawi dahulu banyak bangsa mereka merampok kitab-kitab ilmiah dari perpustakaan islam yang maju waktu itu.

Bukti tentang kebenaran al-Qur’an adalah firman TUHAN yang Maha Menciptakan adalah ayat-ayat yang membahas tentang teori astronomi tentang kejadian alam semesta yaitu teori bigbang atau teori dentuman besar. Berdasarkan teori tersebut awalnya alam semesta adalah berupa kabut yang bergumpal-gumpal kemudian menyatu dan akhirnya meledak. Padahal teori seperti ini ditemukan pada abad 20 oleh ilmuwan astronomi barat yang bernama Stephen hawking. Nama dia popular karena dia mengklaim teori tersebut. Padahal jika umat islam harusnya lebih tahu duluan karena al-Qur’an telah membahas teori ini terlebih dahulu. Padahal al-Qur’an berumur lebih dari 1400 tahun yang lalu. Berikut ayat yang membahas teori tersebut :

“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati. ( QS. Fushshilat [41] : 11 ).

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka    tiada juga beriman?.” ( QS. Al Anbiyaa’ [21]:30 )

Ditengah keterpurukan dan kebodohan umat islam hari ini karena akibat dari penjajahan orang-orang barat. Harun Yahya tampil sebagai barisan terdepan tokoh ilmu pengetahuan islam. Oleh karena itu Harun yahya atau nama aslinya Adnan Oktar berhak mendapatkan gelar ilmuwan muslim jaman modern. Karena karya-karya beliau dalam membela kebenaran islam sangat ilmiah dan mampu menghubungkan teori sains dengan ayat-ayat pengetahuan dalam al-Qur’an. Meskipun memang al-Qur’an tidak membahas ilmu pengetahuan SAINS secara akurat, namun berkat jasa beliau telah membuktikan bahwa Islam juga agama yang kaya akan ilmu pengetahuan SAINS dan teknologi dan lebih valid kebenarannya dibandingkan dengan teori-teori orang barat. Karena orang barat adalah bangsa yang  gila  SAINS maka teori harun yahya akan menjawab mereka dan membantah teori-teori batil mereka dalam menyifati sifat-sifat Tuhan dan anggapan batil mereka tentang teori komunisme dan materialisme sekuleris dan segala variannya. Dan membantah semua jenis pemberhalaan kepada makhluk. Teori evolusi Darwin adalah salah satu contoh teori sesat yang dibantah oleh Harun Yahya dalam karyanya.

Namun dalam pembahasan berikutnya kita akan membahas sedikit tentang kekurangan beliau dalam mengkaji ilmu pengetahuan islam. Memang sebuah karya berupa buku, artikel, sastra dan sebagainya adalah karya manusia. Sedangkan manusia tak ada satupun yang terlepas dari belenggu salah dan dosa. Begitu juga dengan kitab-kitab para ulama dan buku buku karya ilmuwan tidak selamanya dalam sebuah tulisan adalah kebenaran. Karena jika begitu maka karya tersebut bukan karya manusia. Tapi karya Tuhan yang 100 % merupakan kebenaran. Misalnya Al-Qur’an adalah firman Allah SWT sehingga 100 % adalah benar.
Tulisan ini kami kutip dari artikel karya ustadz abu salma. Tulisan ini tidak bermaksud mengkorek-korek kejelekan karya harun yahya. Karena beliau adalah tokoh yang sangat berjasa dalam mengembangkan dakwah islam. Tetapi tulisan ini semata-mata adalah untuk meluruskan yang salah agar menjadi sebuah kebenaran. Kesalahan beliau dalam menulis karya adalah hanya sedikit. Namun menyangkut masalah akidah. Sehingga tidak patut jika dibiarkan begitu saja. Sehingga umat islam yang awam yang membaca karya beliau agar lebih hati-hati dalam masalah akidah.

BEBERAPA KESALAHAN DALAM KARYA HARUN YAHYA YANG PATUT DILURUSKAN

Tulisan ini adalah kutipan dari karya dari ustadz Abu Salma Al-Atsari (Abu Hudzaifah al-Atsari). Beliau sedikit meluruskan karya harun yahya tentang masalah akidah. Berikut tulisannya :
Manusia tidak dapat lepas dari kesalahan, sedangkan kewajiban setiap Muslim adalah saling mengingatkan di dalam menetapi kebenaran dan kesabaran. Harun Yahya –saddadahullahu- adalah diantara cendekiawan dan saintis muslim yang juga terperosok ke dalam kesalahan yang cukup fatal di dalam masalah aqidah. Secara pembahasan mendetil ternyata akidah beliau lebih mirip dengan akidah sufiyah meskipun tidak terlalu fatal. Kesalahan-kesalahan beliau ini tersebar di mayoritas buku-bukunya yang membicarakan tentang Islam. Biarpun begitu kami tetap mengakui bahwa beliau berjasa besar dalam teori pemikiran Sains islam. Namun, biar bagaimanapun beliau adalah manusia yang kadang salah kadang benar, sehingga kita wajib menolak kesalahan-kesalahannya dan wajib menerangkannya kepada ummat agar ummat tidak terperosok ke dalam kesalahan yang sama. Semoga Allah menunjuki diri kami, diri beliau dan seluruh ummat Islam.
Beliau memiliki kesalahan-kesalahan yang fatal di dalam buku-bukunya, diantaranya yang berjudul EVOLUTION DECEIT (Keruntuhan Teori Evolusi) yang menunjukkan pemahamannya terhadap Aqidah dan Tauhid yang keliru. Bab yang menunjukkan kesalahan ini diantaranya terdapat di dalam bab ”The Real Essence of Matter”. Perlu saya tambahkan di sini, walaupun Harun Yahya melakukan kesalahan serius di dalam perkara aqidah, namun saya tidak pernah menvonisnya sebagai Ahlul Bid’ah, terlebih-lebih menvonisnya sebagai kafir, nas’alullaha salamah wa ‘afiyah. Sebab, bukanlah hak saya untuk melakukan vonis semacam ini, namun hal ini adalah hak para ulama dan ahlul ilmi yang mutamakkin (mumpuni). Saya di sini hanya ingin menunjukkan beberapa kesalahan yang beliau lakukan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar.
Harun Yahya –saddadahullahu- berkata di dalam pembukaannya di dalam “Where is God?” (Dimana Tuhan) pada halaman 175, sebagai berikut :
“The basic mistake of those who deny God is shared by many people who in fact do not really deny the existence of God but have a wrong perception of Him. They do not deny creation, but have superstitious beliefs about “where” God is. Most of them think that God is up in the “sky”. They tacitly imagine that God is behind a very distant planet and interferes with “worldly affairs” once in a while. Or perhaps that He does not intervene at all: He created the universe and then left it to itself and people are left to determine their fates for themselves. Still others have heard that in the Qur’an it is written that God is everywhere” but they cannot perceive what this exactly means. They tacitly think that God surrounds everything like radio waves or like an invisible, intangible gas. However, this notion and other beliefs that are unable to make clear “where” God is (and maybe deny Him because of that) are all based on a common mistake. They hold a prejudice without any grounds and then are moved to wrong opinions of God. What is this prejudice?”
Yang artinya adalah :
“Kesalahan mendasar bagi mereka yang mengingkari Tuhan yang tersebar pada kebanyakan orang adalah pada kenyataannya mereka tidaklah mengingkari keberadaan Tuhan itu sendiri, namun mereka memiliki persepsi yang berbeda terhadap Tuhan. Mereka tidaklah mengingkari penciptaan, namun mereka memiliki keyakinan takhayul mengenai “dimanakah” Tuhan itu berada. Mayoritas mereka beranggapan bahwa Tuhan berada berada di atas ”Langit”. Mereka secara diam-diam membayangkan bahwa Tuhan berada di balik planet-planet yang sangat jauh dan turut mengatur ”urusan dunia” sesekali waktu. Atau mungkin Tuhan tidak turut campur tangan sama sekali. Dia menciptakan alam semesta dan membiarkan apa adanya dan manusia dibiarkan begitu saja mengatur nasib mereka masing-masing. Sedangkan lainnya, ada yang pernah mendengar bahwa Tuhan ”ada di mana-mana”, namun mereka tidak dapat memahami maksud hal ini secara benar. Mereka secara diam-diam berfikir bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu seperti gelombang radio atau seperti udara yang tak dapat dilihat ataupun diraba. Bagaimanapun juga, dugaan ini dan keyakinan lainnya yang tidak mampu menjelaskan ”dimanakah” Tuhan berada (atau bahkan mungkin mengingkari Tuhan dikarenakan hal ini), seluruhnya adalah kesalahan yang lazim terjadi. Mereka berpegang pada praduga yang tak berdasar dan akhirnya menjadi keliru di dalam memahami Tuhan. Apakah prasangka ini??”
Kemudian beliau sampai kepada perkataan filsafat sebagai berikut (hal. 189) :
“Consequently it is impossible to conceive Allah as a separate being outside this whole mass of matter (i.e the world) Allah is surely “everywhere” and encompasses all.
Yang artinya :
“Maka dari itu, merupakan suatu hal yang mustahil untuk memahami Allah sebagai suatu Dzat yang terpisah dari keseluruhan massa partikel/materi (yaitu dunia), Allah secara pasti “berada di mana-mana” dan meliputi segala sesuatu.”
Perkataan ini jelas-jelas perkataan kaum shufiyah, bahkan menyimpan pemahaman konsep Wihdatul Wujud. Pemahaman ini jelas-jelas suatu kekeliruan yang nyata dan fatal yang setiap muslim dan mukmin harus baro’ (berlepas diri) darinya. Karena Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala beristiwa di atas Arsy-Nya di atas Langit, Dzat-Nya terpisah dari makhluk-Nya dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Harun Yahya –saddadahullahu- menulis di halaman 190 tentang ”kedekatan Allah secara tidak terbatas” terhadap makhluk-Nya dengan membawakan dalil :
Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku, sesungguhnya Aku dekat.” (Al-Baqoroh : 186)
Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.” (Al-Israa’ : 60)
Harun Yahya juga membawakan ayat yang berhubungan dengan kedekatan Allah terhadap manusia tatkala sakaratul maut, yaitu :
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Al-Waaqi’ah : 83-85)
Padahal ayat-ayat yang dibawakan oleh Harun Yahya ini, tidak sedikitpun menunjukkan pemahaman bahwa Allah Dzat Allah ada dimana-mana, namun menurut pemahaman Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Firman Allah di atas adalah, “Ilmu” Allah-lah yang meliputi segala sesuatu. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam Sufyan ats-Tsauri, tatkala ditanya tentang ayat wa huwa ma’akum ayna ma kuntum (Dia berada dimanapun kamu berada), beliau berkata : “Yang dimaksud adalah Ilmu-Nya.” (Khalqu Af’alil Ibad, Imam Bukhari)
Harun Yahya berkata pada permulaan halaman 190 sebagai berikut :
That is, we cannot perceive Allah’s existence with our eyes, but Allah has thoroughly encompassed our inside, outside, looks and thoughts….”
Yang artinya :
“Oleh karena itulah, kita tidak dapat membayangkan keberadaan Allah dengan mata kita, namun Allah benar-benar sepenuhnya meliputi bagian luar, bagian dalam, pengelihatan, pemikiran…”
Ucapan ini adalah ucapan yang keliru dan bathil. Ini adalah pemahaman filsafat shufiyah jahmiyah mu’tazilah. Sungguh, keseluruhan bab yang berjudul “The real essence of Matter” benar-benar diselaraskan dengan filosofi Harun Yahya terhadap aqidahnya. Yang apabila diringkaskan keseluruhan bab ini menjadi satu kalimat, yaitu :
That there is no US, the WORLD is not REAL, Allah is REAL, so ALLAH is EVERYWHERE and WE ARE an ILLUSION”
Yang artinya :
“Bahwa kita ini tidak ada, dunia itu tidak nyata, Allah sajalah yang nyata, oleh karena itu Allah berada di mana-mana sedangkan kita hanyalah ilusi belaka.”
Hal ini tersirat di dalam perkatannya di halaman 193 :
“As it may be seen clearly, it is a scientific and logical fact that the “external world has no materialistic reality and that it is a collection of images perpetually presented to our soul by God. Nevertheless, people usually do not include, or rather do not want to include, everything in the concept of the “external world”.
Yang artinya :
“Sebagaimana telah tampak secara nyata, merupakan suatu hal yang saintifis dan fakta bahwa dunia eksternal tidak memiliki materi yang realistis dan dunia eksternal hanyalah merupakan kumpulan gambaran yang secara terus menerus berada di dalam jiwa kita oleh Tuhan. Walau demikian, manusia seringkali tidak memasukkan, atau lebih jauh tidak mau memasukkan, segala sesuatu ke dalam konsep “dunia luar”.”
Ucapan ini berlanjut hampir pada keseluruhan bab, dan hal ini tentu saja suatu penyimpangan yang fatal dan dapat menimbulkan syubuhat terhadap para pembaca buku ini, karena biar bagaimanapun buku ini mengandung data-data saintifis, bukti-bukti rasional dan bantahan-bantahan ilmiah rasionalis terhadap kaum materialistis. Oleh karena itu menjelaskan kesalahan-kesalahan aqidah dan selainnya adalah suatu keniscayaan dan kewajiban, karena membela al-Haq lebih dicintai dari seluruh perkara lainnya.
Sebagai kesimpulan, di sini saya akan meringkaskan poin-poin kesalahan pemahaman Harun Yahya di dalam bukunya EVOLUTION DECEIT (dan selainnya), sebagai berikut :
1. Harun Yahya memiliki perkataan yang bernuansa shufiyah kental, yakni meyakini pemahaman ”Allah ada dimana-mana”, bahkan beliau memiliki perkataan yang mengarah kepada konsep Wihdatul Wujud yang kufur, semoga Allah memberinya hidayah dan mengampuninya.
2. Harun Yahya memiliki aqidah yang serupa dengan Qodariyah-Mu’tazilah di dalam masalah Qodar (Taqdir), sebagaimana secara jelas terlihat pada tulisannya di halaman 190 akhir.
3. Harun Yahya memiliki aqidah yang dekat kepada Jahmiyah di dalam menolak sifat-sifat Allah, terutama sifat istiwa Allah di atas Arsy-Nya dan Arsy-Nya berada di atas langit.
Demikianlah sebagian kecil yang dapat saya tuliskan tentang beberapa kesalahan fatal di dalam buku-buku Harun Yahya –saddadahullahu-, dan apa yang saya tuliskan di sini bukanlah menunjukkan hanya ini sajalah kesalahan beliau, namun yang saya tuliskan di sini hanyalah sebagian kecil saja dari kesalahan-kesalahan yang bersifat aqidah yang terdapat pada beliau. Tulisan ini lebih banyak diadopsi dari tulisan al-Akh Abu Jibrin al-Birithani yang meluangkan waktunya menyusun beberapa kekeliruan aqidah Harun Yahya.
Bagi para ikhwah yang tertarik dengan modern sains dan bantahan-bantahan terhadap saintis sekuler atau yang berideologi materialistis, saya lebih menyarankan untuk merujuk kepada tulisan-tulisan dan ceramah al-Ustadz DR. Zakir Naik al-Hindi, seorang ilmuwan muda India yang telah hafal al-Qur’an pada usia 10 tahun, dan sekarang menjadi presiden IRF (International Research Foundation) India. Beliau juga dekat dengan masyaikh jum’iyah Ahlul Hadits India, sehingga insya Allah dalam masalah aqidah, beliau jauh lebih salimah daripada ilmuwan muslim lainnya seperti Harun Yahya. Walaupun di dalam beberapa hal beliau juga melakukan kesalahan-kesalahan yang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Oleh karena itu, kami tidak mengambil perkara manhaj dari beliau (DR. Zakir Naik), namun di dalam perkara yang beliau berkompeten di dalamnya, maka tidak ada alasan bagi kami menolaknya.
Wallahu a’lam bish showab.



0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih