Sebelum kita bahas lebih panjang mari renungkan firman Allah SWT,
"Laki-laki pezina tidak akan menikah kecuali
dengan seorang wanita pezina. Dan wanita pezina tidak akan menikah kecuali
dengan lelaki penzina. Dan mereka diharamkan bagi orang-orang beriman."
(QS An-Nuur [24]: 3)
Penjelasan Singkat
Dunia telah mendekati akhir salah satu tanda kiamat adalah merebaknya perzinaan. Padahal perzinaan adalah dosa terbesar setelah syirik dan durhaka kepada orang tua. perzinaan dewasa ini mayoritas dilakukan para pelajar dan abg karena mereka belum menikah tapi bergaul bebas kemudian Salah satu dampak
pergaulan bebas menjadikan generasi muda jatuh pada perzinahan. Mereka yang
telah berzina, apalagi sudah masuk pada kategori melacurkan diri sering diklaim
tidak punya masa depan menikah dengan orang beriman.Ibarat gelas yang retak
atau pecah, Ia tak akan kembali ke bentuk semula. Wanita yang telah berzina
ibarat gelas yang retak tersebut. Ada anggapan mereka tak lagi diterima untuk
disandingkan dengan laki-laki beriman dalam wadah pernikahan.Permasalahan ini
menuai pendapat beragam dari para ulama.
Pendapat - Pendapat Ulama
Pertama, Pendapat terkuat dikemukakan oleh
jumhur (mayoritas) ulama yang membolehkan menikahi wanita tersebut dengan
beberapa persyaratan.Persyaratannya,
diharuskan bagi wanita yang telah berzina untuk menunggu masa istibro'
(membersihkan rahim) sebelum digaluli oleh laki laki .Pendapat ini dikemukakan
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Ia mengharuskan suami-istri menunggu masa
istibro' atau masa iddah selama tiga kali haid.Asy-Syaibani mengatakan, paling
tidak sampai jelas apakah si wanita meyakini ada janin di dalam rahimnya atau
tidak. Pendapat ini juga didukung oleh Zufar (ulama Hanafiyah) yang tegas
mengatakan, akad nikahnya tidak sah sampai si wanita melewati tiga kali masa
haid.Pendapat ini juga dipegang Mazhab Hanabilah yang tidak memperbolehkan
menikahi wanita yang pernah berzina kecuali sudah benar-benar diketahui tidak
adanya janin dalam rahimnya.
Kedua pendapat Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughni menuliskan, apabila seorang wanita berzina, maka bagi siapa yang
mengetahui perbuatannya itu, tidak diperbolehkan untuk menikahinya.Jika tetap
ingin menikahinya, Ibnu Qudamah memberikan dua syarat untuk pembolehannya.
Pertama, harus benar-benar bertaubat nashuha.
Kedua, harus selesai masa
iddah-nya, yakni tiga kali suci. Namun jika ternyata wanita tersebut hamil,
maka iddahnya sampai wanita tersebut melahirkan.
Ketiga , Pendapat Ibnu Taimiyah
menegaskan, haram hukumnya bagi wanita pezina untuk dinikahi sampai ia benar-benar
bertaubat. Keharaman ini berlaku bagi laki-laki yang menzinainya, maupun bagi
laki-laki lain. Pendapat yang paling toleran dalam persoalan ini adalah Mazhab
Hanafiyah. Mazhab Hanafiyah meyakini, menikahi wanita yang pernah berzina
diperbolehkan jika ia sudah benar-benar bertaubat dari dosanya. Si laki-laki
bahkan tak perlu menunggu masa istibro' untuk menggauli istrinya.Ulama
Hanafiyah, Ibnul Humam dalam Fathul Qadir mengatakan, tak ada halangan bagi
suami untuk langsung menggauli istrinya tanpa perlu menunggu masa istibro'.
Bahkan, jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang sedang berzina,
kemudian setelah itu menikahinya.
Si laki-laki tadi
tak perlu menunggu masa istibro' untuk langsung menggauli istrinya. Hal yang
sama juga dikemukakan Az-Zaila’i, dari kalangan Hanafiyah dalam kitab Tabyin
Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq.Sedangkan Mazhab Maliki mengatakan, makruh
hukumnya menikahi wanita yang pernah berzina. Sebagaimana diterangkan
Al-Qarafi, salah seorang ulama Malikiyah, pendapat ini merujuk pada sikap Imam
Malik sendiri. Menurut Imam Malik, hukum menikahi seorang pezina adalah makruh
namun beliau tidak mengharamkannya.
Keempat, Mazhab Syafi’iyah
berpendapat sama dengan Mazhab Maliki. Mereka memandang sah hukumnya menikahi
wanita yang pernah berzina, walau perbuatan ini dibenci kalangan ulama mazhab
ini.Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menerangkan, Imam Syafi'i
secara tegas mengatakan bahwa ia membenci laki-laki yang menikahi wanita yang
dizinainya."Aku membencinya, tapi jika dia sudah terlanjur menikahinya
maka tidak akan saya fasakh," tegas Imam Syafi'i dalam Raudhatut Thalibin
wa Umdatu Al-Muftiyyin (12/219). Ringkasnya, Mazhab Syafi'i tetap memandang sah
pernikahan tersebut walau dihukum makruh. Sebagaimana pendapat Al-Juwaini dalam
Nihayatul Mathalib fi Diroyatul Madzahib, menikahi perempuan pezina adalah sah
walaupun hukumnya makruh.
Kelima, Pendapat yang paling keras dalam hal ini adalah Mazhab
Zhahiriyah. Menurut ulama Zhahiri, terlarang hukumnya menikahi wanita pezina
atau yang sudah berzina kecuali sudah benar-benar bertaubat dari perbuatannya.Ibnu
Hazm, ulama Zhahiriyah mengatakan, tidak dibolehkan bagi seorang wanita yang
pernah berzina untuk menikahi dengan siapapun. Tidak dengan seorang lelaki
pezina maupun lelaki lainnya sampai ia bertobat. Jika ia sudah bertobat, maka
dibolehkan baginya untuk menikah dengan lelaki afif (yang belum menyentuhnya).
Sebenarnya, jumhur
ulama lebih dekat dengan pendapat Zahiriyah ini. Seorang pezina yang sudah bertaubat
dari dosa-dosanya tetap diterima dan bisa menikah dengan orang beriman. Mereka
tetap bisa menata masa depannya dengan keshalehan dan keimanan setelah mereka
benar-benar bertaubat nasuha dari dosanya. Taubat diperlukan demi kelangsungan
rumah tangga yang sakinah.Adapun pendapat ulama yang mensyaratkan istibro'
semata-mata untuk kemaslahatan rumah tangga. Dengan tidak bercampurnya sperma
laki-laki dalam satu rahim wanita tentu menjelaskan garis keturunannya.Disamping
itu, istibro' juga karena alasan psikologis dan kesehatan reproduksi. Dengan
istibro', wanita akan terhindar dari penyakit berbahaya.
demikian semoga bermanfaat
Wallahu'alam.
Sumber : republika news
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih