Oleh
Ustad. M Abdul Hakim Hamid
Ustad. M Abdul Hakim Hamid
Maraknya
aliran keras dan sesat akhir akhir ini membuat kita mengingatkan pada kisah
khawarij pertama di jaman nabi saw yang memprotes rasulullah saw karena
dianggap tidak adil membagikan harta rampasan perang, dari sifatnya dedengkot awal ini sudah dapat di ketahui bahwa ia memang merasa lebih pintar daripada Rasulullah saw karena menganggap rasul saw dan berani protes tidak adil. Begitu juga landasan khawarij jaman kita sekarang ini bukanlah ilmu tapi karena kesombongan yang lebih tinggi daripada keilmuan dan ahlaq mereka sehingga mata hati mereka tertutupi dari kebenaran yang sebenarnya, mereka selalu merasa puas dan bangga dengan ilmu yang mereka miliki sambil menganggap orang lain sesat dan hina tidak pantas masuk surga dan lainnya, halal dibunuh dsb.
Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia. Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan,
Khawarij mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat yang menonjol. Sebaik-baik orang yang meluruskan sifat-sifat ini adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan sifat-sifat kaum ini dalam hadits-haditsnya yang mulia. Disini akan dipaparkan penjelasan sifat-sifat tersebut dengan sedikit keterangan,
hal
itu mengingat terdapat beberapa perkara penting, antara lain :
•
Dengan mengetahui sifat-sifat ini akan terbukalah bagi kita ciri-ciri ghuluw
(berlebih-lebihan) dan pelampauan batas mereka, dan tampaklah di mata kita
sebab-sebab serta alasan-alasan pendorong yang menimbulkan hal itu. Dalam hal
yang demikian itu akan menampakkan faedah yang tak terkira.
•
Keberadaan mereka akan tetap ada hingga di akhir zaman, seperti dikabarkan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu riwayat. Oleh karenanya mengetahui
sifat-sifat mereka adalah merupakan suatu perkara yang penting.
•
Dengan mengetahui sifat mereka dan mengenali keadaannya akan menjaga diri dari
terjatuh ke dalamnya. Mengingat barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan
mereka, akan terperangkap di dalamnya. Dengan mengetahui sifat mereka, akan
menjadikan kita waspada terhadap orang-orang yang mempunyai sifat-sifat
tersebut, sehingga kita dapat mengobati orang yang tertimpa dengannya.
Berkenan
dengan hal ini akan kami paparkan sifat-sifat tersebut berdasarkan
hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
PERTAMA.
SUKA MENCELA DAN MENGANGGAP SESAT
Sifat yang paling nampak dari Khawarij adalah suka mencela terhadap para Aimatul Huda (para Imam), menganggap mereka sesat, dan menghukum atas mereka sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan kebenaran. Sifat ini jelas tercermin dalam pendirian Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataanya :
فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ
“Wahai
Rasulullah berlaku adillah”.[1]
Dzul
Khuwaishirah telah menganggap dirinya lebih wara’ daripada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menghukumi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai orang yang curang dan tidak adil dalam pembagian. Sifat yang demikian
ini selalu menyertai sepanjang sejarah. Hal itu mempunyai efek yang sangat
buruk dalam hukum dan amal sebagai konsekwensinya. Berkata Ibnu Taimiyah
tentang Khawarij :”Inti kesesatan mereka adalah keyakinan mereka berkenan
dengan Aimmatul Huda (para imam yang mendapat petunjuk) dan jama’ah muslimin,
yaitu bahwa Aimmatul Huda dan jama’ah muslimin semuanya sesat. Pendapat ini
kemudian di ambil oleh orang-orang yang keluar dari sunnah, seperti Rafidhah
dan yang lainnya. Mereka mengkatagorikan apa yang mereka pandang kedzaliman ke
dalam kekufuran”.[2]
KEDUA SUKA
BERPRASANGKA BURUK [SU’UDZAN].
Ini adalah sifat Khawarij lainnya yang tampak dalam hukum syaikh mereka Dzul Khuwaishirah si pandir dengan tuduhannya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ikhlas dengan berkata:
وَاللَّهِ
إِنَّ هّذِهِ لَقِسْمَةٌ مَا عَدَلَ فِيْهَا وَمَا أُرِيْدَ فِيْهَا وَجْهُ اللَّه
“Demi
Allah, sesungguhnya ini adalah suatu pembagian yang tidak adil dan tidak
dikehendaki di dalamnya wajah Allah”.[3]
Dzul
Khuwaishirah ketika melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi
harta kepada orang-orang kaya, bukan kepada orang-orang miskin, ia tidak
menerimanya dengan prasangka yang baik atas pembagian tersebut.Ini
adalah sesuatu yang mengherankan. Kalaulah tidak ada alasan selain pelaku
pembagian itu adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cukuplah hal itu
mendorong untuk berbaik sangka. Akan tetapi Dzul Kuwaishirah enggan untuk itu,
dan berburuk sangka disebabkan jiwanya yang sakit. Lalu ia berusaha menutupi
alasan ini dengan keadilan. Yang demikian ini mengundang tertawanya iblis dan
terjebak dalam perangkapnya.
Seharusnya
seseorang itu introspeksi, meneliti secara cermat dorongan tindak tanduk dan
maksud tujuan serta waspada terhadap hawa nafsunya. Hendaklah berjaga-jaga
terhadap manuver-manuver iblis, karena dia banyak menghias-hiasi perbuatan
buruk dengan bungkus indah dan rapi, dan membaguskan tingkah laku yang keji
dengan nama dasar-dasar kebenaran yang mengundang seseorang untuk menentukan
sikap menjaga diri dan menyelamatkan diri dari tipu daya setan dan
perangkap-perangkapnya.Jika
Dzul Khuwaishirah mempunyai sedikit saja ilmu atau sekelumit pemahaman, tentu
tidak akan terjatuh dalam kubangan ini.Berikut kami paparkan penjelasan dari
para ulama mengenai keagungan pembagian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
hikmahnya yang tinggi dalam menyelesaikan perkara.
Berkata
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah :” Pada tahun peperangan Hunain, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam membagi ghanimah (rampasan perang) Hunain pada orang-orang
yang hatinya lemah (muallafah qulubuhum) dari penduduk Najd dan bekas tawanan
Quraisy seperti ‘Uyainah bin Hafsh, dan beliau tidak memberi kepada para
Muhajirin dan Anshar sedikitpun.Maksud
Beliau memberikan kepada mereka adalah untuk mengikat hati mereka dengan Islam,
karena keterkaitan hati mereka dengannya merupakan maslahat umum bagi kaum
muslimin, sedangkan yang tidak beliau beri adalah karena mereka lebih baik di
mata Beliau dan mereka adalah wali-wali Allah yang bertaqwa dan
seutama-utamanya hamba Allah yang shalih setelah para Nabi dan Rasul-rasul.Jika
pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk maslahat umum, maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak akan memberi pada aghniya’, para pemimpin yang dita’ati
dalam perundangan dan akan memberikannya kepada Muhajirin dan Anshar yang lebih
membutuhkan dan lebih utama.
Oleh
sebab inilah orang-orang Khawarij mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya :” Wahai Muhammad, berbuat adillah.
Sesungguhnya engkau tidak berlaku adil “. dan perkataannya :” Sesungguhnya
pembagian ini tidak dimaksudkan untuk wajah Allah …..”. Mereka, meskipun banyak
shaum (berpuasa), shalat, dan bacaan Al-Qur’annya, tetapi keluar dari As-Sunnah
dan Al-Jama’ah.Memang
mereka dikenal sebagai kaum yang suka beribadah, wara’ dan zuhud, akan tetapi
tanpa disertai ilmu, sehingga mereka memutuskan bahwa pemberian itu semestinya
tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhajat, bukan kepada para
pemimpin yang dita’ati dan orang-orang kaya itu, jika di dorong untuk mencari
keridhaan selain Allah -menurut persangkaan mereka-.
Inilah
kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut kadar maslahah
agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang keta’atan kepada Allah
dan semakin bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu jauh lebih utama.
Pemberian kepada orang-orang yang membutuhkan untuk menegakkan agama,
menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan meninggikannya lebih agung daripada
pemberian yang tidak demikian itu, walaupun yang kedua lebih membutuhkan”. [4]Untuk
itu hendaklah seseorang menggunakan bashirah, lebih memahami fiqh dakwah dan
maksud-maksud syar’i, sehingga tidak akan berada dalam kerancuan dan
kebingungan yang mengakibatkan akan terhempas, hilang dan berburuk sangka serta
mudah mencela disertai dengan menegakkan kewajiban-kewajiban yang terpuji dan
mulia.
KETIGA.
BERLEBIHAN DALAM BERIBADAH.
Sifat ini telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
يخَرُجُ
قَوْمٌ مِنْ أُمَتيِ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآَنْ. لَيْسَ قِرَاءَتُكُمْ إِليَ
قِرَاءَتِهِمْ بِشَيْءٍ. وَلاَ صَلاَتُكُمْ إِلىَ صَلاَتِهِمْ بِشَيْءٍ. وَلاَ
صِيَامُكُمْ إِلىَ صِيَامِهِمْ بِشَيْءٍ
“Akan
muncul suatu kaum dari umatku yang membaca Al-Qur’an, yang mana bacaan kalian
tidaklah sebanding bacaan mereka sedikitpun, tidak pula shalat kalian sebanding
dengan shalat mereka sedikitpun, dan tidak pula puasa kalian sebanding dengan
puasa mereka sedikitpun”. [5]
Berlebihan
dalam ibadah berupa puasa, shalat, dzikir, dan tilawah Al-Qur’an merupakan
perkara yang masyhur di kalangan orang-orang Khawarij. Dalam Fathu Al-Bari, XII/283
disebutkan :”Mereka (Khawarij) dikenal sebagai qura’ (ahli membaca Al-Qur’an),
karena besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi mereka
suka menta’wil Al-Qur’an dengan ta’wil yang menyimpang dari maksud yang
sebenarnya. Mereka lebih mengutamakan pendapatnya, berlebih-lebihan dalam zuhud
dan khusyu’ dan lain sebagainya”.
Ibnu
Abbas juga telah mengisyaratkan pelampauan batas mereka ini ketika pergi untuk
mendebat pendapat mereka. Beliau berkata :”Aku belum pernah menemui suatu kaum
yang bersungguh-sungguh, dahi mereka luka karena seringnya sujud, tangan mereka
seperti lutut unta, dan mereka mempunyai gamis yang murah, tersingsing, dan
berminyak. Wajah mereka menunjukan kurang tidur karena banyak berjaga di malam
hari”. [6] . Pernyataan ini menunjukkan akan ketamakan mereka dalam berdzikir
dengan usaha yang keras.
Berkata
Ibnul Jauzi :”Ketika Ali Radhiyallahu ‘Anhu meninggal, dikeluarkanlah Ibnu
Maljam untuk dibunuh. Abdullah bin Ja’far memotong kedua tangan dan kedua
kakinya, tetapi ia tidak mengeluh dan tidak berbicara. Lalu dicelak kedua
matanya dengan paku panas, ia pun tidak mengeluh bahkan ia membaca :
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿١﴾خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah”. [al-‘Alaq/96 : 1-2].
Hingga
selesai, walaupun kedua matanya meluluhkan air mata. Kemudian setelah matanya
diobati, ia akan di potong lidahnya, baru dia mengeluh. Ketika ditanyakan
kepadanya :”Mengapa engkau mengeluh ?. “Ia menjawab ;”Aku tidak suka bila di
dunia menjadi mayat dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah”. Dia adalah
seorang yang ke hitam-hitaman dahinya bekas dari sujud, semoga laknat Allah
padanya”. [7]
Mekipun
kaum Khawarij rajin dalam beribadah, tetapi ibadah ini tidak bermanfa’at bagi
mereka, dan mereka pun tidak dapat mengambil manfaat darinya. Mereka
seolah-olah bagaikan jasad tanpa ruh, pohon tanpa buah, mengingat ahlaq mereka
yang tidak terdidik dengan ibadahnya dan jiwa mereka tidak bersih karenanya
serta hatinya tidak melembut. Padahal disyari’atkan ibadah adalah untuk itu.
Berfirman yang Maha Tinggi :
وَأَقِمِ
الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“….Dan
tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar ……”. [al-Ankabut/29 : 45]
كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
”
….Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa”. [al-Baqarah/2 : 183]
Tidaklah
orang-orang bodoh tersebut mendapatkan bagian dari qiyamu al-lail-nya kecuali
hanya jaga saja, tidak dari puasanya kecuali lapar saja, dan tidak pula dari
tilawah-nya kecuali parau suaranya.
Keadaan
Khawarij ini membimbing kita pada suatu manfaat seperti yang dikatakan Ibnu
Hajar tentangnya :”Tidak cukuplah dalam ta’dil (menganggap adil) dari keadaan
lahiriahnya, walau sampai yang dipersaksikan akan keadilannya itu pada puncak
ibadah, miskin, wara’, hingga diketahui keadaan batinnya”. [8]
KEEMPAT
. KERAS TERHADAP KAUM MUSLIMIN
Sesungguhnya kaum Khawarij dikenal bengis dan kasar, mereka sangat keras dan bengis terhadap muslimin, bahkan kekasaran mereka telah sampai pada derajat sangat tercela, yaitu menghalalkan darah dan harta kaum muslimin serta kehormatannya, mereka juga membunuh dan menyebarkan ketakutan di tengah-tengah kaum muslimin. Adapun para musuh Islam murni dari kalangan penyembah berhala dan lainnya, mereka mengabaikan, membiarkan serta tidak menyakitinya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan sifat mereka ini dalam
sabdanya :
يَقْتُلُوْنَ
أَهْلَ اْلإِسْلاَم وَيَدَعُوْنَ أَهْلَْ اْلأَوْثَانِ
”
….Membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala ….”. [9]
Sejarah
telah mencatat dalam lembaran-lembaran hitamnya tentang Khawarij berkenan
dengan cara mereka ini. Di antara kejadian yang mengerikan adalah kisah sebagai
berikut :”Dalam perjalanannya, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin
Khabab. Mereka bertanya :”Apakah engkau pernah mendengar dari bapakmu suatu
hadits yang dikatakan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ceritakanlah kepada kami tentangnya”. Berkata : “Ya, aku mendengar dari
bapakku, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang
fitnah. Yang duduk ketika itu lebih baik dari pada yang berdiri, yang berdiri
lebih baik dari pada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik dari yang
berlari. Jika engkau menemukannya, hendaklah engkau menjadi hamba Allah yang
terbunuh”. Mereka berkata :”Engkau mendengar hadits ini dari bapakmu dan
memberitakannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?”. Beliau
menjawab :”Ya”. Setelah mendengar jawaban tersebut, mereka mengajaknya ke hulu
sungai, lalu memenggal lehernya, maka mengalirlah darahnya seolah-olah seperti
tali terompah. Lalu mereka membelah perut budak wanitanya dan mengeluarkan isi
perutnya, padahal ketika itu sedang hamil.
Kemudian
mereka datang ke sebuah pohon kurma yang lebat buahnya di Nahrawan. Tiba-tiba
jatuhlah buah kurma itu dan diambil salah seorang di antara mereka lalu ia
masukkan ke dalam mulutnya. Berkatalah salah seorang di antara mereka. “Engkau
mengambil tanpa dasar hukum, dan tanpa harga (tidak membelinya dengan sah)”. Akhirnya
ia pun meludahkannya kembali dari mulutnya. Salah seorang yang lain mencabut
pedangnya lalu mengayun-ayunkannya. Kemudian mereka melewati babi milik Ahlu
Dzimmah, lalu ia penggal lehernya kemudian di seret moncongnya. Mereka berkata,
“Ini adalah kerusakan di muka bumi”. Setelah mereka bertemu dengan pemilik babi
itu maka mereka ganti harganya”. [10]
Inilah
sikap kaum Khawarij terhadap kaum muslimin dan orang-orang kafir. Keras,
bengis, kasar terhadap kaum muslimin, tetapi lemah lembut dan membiarkan
orang-orang kafir.
Jadi
mereka tidak dapat mengambil manfa’at dari banyaknya tilawah dan dzikir mereka,
mengingat mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjuk-Nya dan tidak
menapaki jalan-jalan-Nya. Padahal sang Pembuat Syari’at telah menerangkan bahwa
syari’atnya itu mudah dan lembut. Dan sesungguhnya yang diperintahkan supaya
bersikap keras terhadap orang kafir dan lemah lembut terhadap orang beriman.
Tetapi orang-orang Khawarij itu membaliknya [11].
KELIMA
SEDIKITNYA PENGETAHUAN MEREKA TENTANG FIQIH.
Sesungguhnya kesalahan Khawarij yang sangat besar adalah kelemahan mereka dalam penguasaan fiqih terhadap Kitab Allah dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang kami maksudkan adalah buruknya pemahaman mereka, sedikitnya tadabbur dan merasa terikat dengan golongan mereka, serta tidak menempatkan nash-nash dalam tempat yang benar.
Dalam
masalah ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan kepada
kita dalam sabdanya.
يَقْرَءُوْنَ
الْقُرآنْ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيْهُمْ
“…Mereka
membaca Al-Qur’an, tidak melebihi kerongkongannya”.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaksikan akan banyaknya
bacaan/tilawah mereka terhadap Al-Qur’an, tetapi bersamaan dengan itu mereka di
cela. Kenapa .? Karena mereka tidak dapat mengambil manfaat darinya disebabkan
kerusakan pemahaman mereka yang tumpul dan penggambaran yang salah yang menimpa
mereka. Oleh karenanya mereka tidak dapat membaguskan persaksiannya terhadap
wahyu yang cemerlang dan terjatuh dalam kenistaan yang abadi.
Berkata
Al-Hafidzh Ibnu Hajar :”Berkata Imam Nawawi, bahwa yang dimaksud yaitu mereka
tidak ada bagian kecuali hanya melewati lidah mereka, tidak sampai pada
kerongkongan mereka, apalagi ke hati mereka. Padahal yang diminta adalah dengan
men-tadaburi-nya supaya sampai ke hatinya”. [12]
Kerusakan
pemahaman yang buruk dan dangkalnya pemahaman fiqih mereka mempunyai bahaya
yang besar. Kerusakan itu telah banyak membingungkan umat Islam dan menimbulkan
luka yang berbahaya. Dimana mendorong pelakunya pada pengkafiran orang-orang
shalih. menganggap mereka sesat serta mudah mencela tanpa alasan yang benar.
Akhirnya timbullah dari yang demikian itu perpecahan, permusuhan dan
peperangan.
Oleh
karena itu Imam Bukhari berkata :”Adalah Ibnu Umar menganggap mereka sebagai
Syiraaru Khaliqah (seburuk-buruk mahluk Allah)”. Dan dikatakan bahwa mereka
mendapati ayat-ayat yang diturunkan tentang orang-orang kafir, lalu mereka
kenakan untuk orang-orang beriman”. [13]Ketika
Sa’id bin Jubair mendengar pendapat Ibnu Umar itu, ia sangat gembira dengannya
dan berkata :”Sebagian pendapat Haruriyyah yang diikuti orang-orang yang
menyerupakan Allah dengan mahluq (Musyabbihah) adalah firman Allah Yang Maha
Tinggi.
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa
yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”. [al-Maaidah/5 : 44].
Dan
mereka baca bersama ayat di atas :
ثُمَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
“Kemudian
orang-orang yang kafir terhadap Rabb-Nya mempersekutukan”. [al-An’aam/6 : 1].
Jika
melihat seorang Imam menghukumi dengan tidak benar, mereka akan berkata :”Ia
telah kafir, dan barangsiapa yang kafir berarti menentang Rabb-Nya dan telah
mempersekutukan-Nya, dengan demikian dia telah musyrik”. Oleh karena itu mereka
melawan dan memeranginya. Tidaklah hal ini terjadi, melainkan karena mereka
menta’wil (dengan ta’wil yang keliru, -pen) ayat ini…”.
Berkata
Nafi’:”Sesungguhnya Ibnu Umar jika ditanya tentang Haruriyyah, beliau menjawab
bahwa mereka mengkafirkan kaum muslimin, menghalalkan darah dan hartanya,
menikahi wanita-wanita dalam ‘iddahnya. Dan jika di datangkan wanita kepada
mereka, maka salah seorang diantara mereka akan menikahinya, sekalipun wanita
itu masih mempunyai suami. Aku tidak mengetahui seorangpun yang lebih berhak
diperangi melainkan mereka”.[14]
Imam
Thabari meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma bahwa ia menyebutkan tentang Khawarij dan apa yang ia dapati ketika
mereka membaca Al-Qur’an dengan perkataannya :”Mereka beriman dengan yang
muhkam dan binasa dalam ayat mutasyabih”. [15]
Pemahaman
mereka yang keliru itu mengantarkan mereka menyelisihi Ijma’ Salaf dalam banyak
perkara, hal itu dikarenakan oleh kebodohan mereka dan kekaguman terhadap
pendapat mereka sendiri, serta tidak bertanya kepada Ahlu Dzikri dalam perkara
yang mereka samar atasnya.Sesungguhnya
kerusakan pemahaman mereka yang dangkal dan sedikitnya penguasaan fiqih
menjadikan mereka sesat dalam istimbat-nya, walaupun mereka banyak membaca dan
berdalil dengan nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawi, akan tetapi tidak
menempatkan pada tempatnya. Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika memberitakan tentang mereka.
يَقْرَأُوْنَ
الْقُرْآنْ، يَحءسَبُوْنَ أَنْهُ لَهُم وَهُوَ عَلَيْهِمْ
“….Mereka
membaca Al-Qur’an, mereka menyangka hal itu untuk mereka padahal atas
mereka”.[16]
يَقُوْلُوْنَ
مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ، يَقْرَءُوْنَ الْقُرآنْ لاَ يُجَاوِزُ حَنَا
جِرَهِمْ
“Mereka
berkata dengan ucapan sebaik-baik mahluq dan membaca Al-Qur’an, tetapi tidak
melebihi dari kerongkongan mereka”.[17]
يُخسِنُوْنَ
القِيْلَ، وَيَسِيْنُوْنَ الفِعْلَ، يَدْعُوْنَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسوْا
مِنْهُ فِي شَيْءٍ
“Membaguskan
perkataannya tetapi buruk perbuatannya …. Mengajak kepada kitab Allah, tetapi
tidaklah mereka termasuk di dalamnya sedikit pun”. [18]
KEENAM
MUDA UMURNYA DAN BERAKAL BURUK.
Termasuk perkara yang dipandang dapat mengeluarkan dari jalan yang lurus dan penuh petunjuk adalah umur yang masih muda (hadaatsah as-sinn) dan berakal buruk (safahah al-hil). Yang demikian itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
سَيَخْرُجُ
فِي آخِرِ الزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ
يَقُوْلُوْنَ قَوْلَ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ
حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ
الرَّمِيَّةِ
“Akan
keluar pada akhir zaman suatu kaum, umurnya masih muda, sedikit ilmunya, mereka
mengatakan dari sebaik-baik manusia. Membaca Al-Qur’an tidak melebihi
kerongkongannya. Terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari
busurnya”. [19]
Berkata
Al-Hafidz Ibnu Hajar :” Ahdaatsul Asnaan artinya “mereka itu pemuda (syabaab)”,
dan yang dimaksud dengan sufaha-a al-ahlaam adalah “akal mereka rusak
(‘uquluhum radi-ah). Berkata Imam Nawawi ;”Sesungguhnya tatsabut (kemapanan)
dan bashirah (wawasan) yang kuat akan muncul ketika usianya sempurna, banyak
pengalaman serta kuat akalnya”. [20]
Umur
yang masih muda, jika dibarengi dengan akal yang rusak akan menimbulkan
perbuatan yang asing dan tingkah laku yang aneh, antara lain :
1.
Mendahulukan pendapat mereka sendiri daripada pendapat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang mulia Radhiyallahu ‘alaihim.
2.
Meyakini bahwa diri merekalah yang benar, sedangkan para imam yang telah
mendapat petunjuk itu salah.
3.
Mengkafirkan sebagian atas sebagian yang lain hanya karena perbedaan yang kecil
saja.
Ibnul
Jauzi menggambarkan kepandiran dan kerusakan mereka dengan perkataannya :”Mereka
menghalalkan darah anak-anak, tetapi tidak menghalalkan makan buah tanpa
dibeli. Berpayah-payah untuk beribadah dengan tidak tidur pada malam hari
(untuk shalat lail) serta mengeluh ketika hendak di potong lidahnya karena
khawatir tidak dapat berdzikir kepada Allah, tetapi mereka membunuh Imam Ali
Radhiyallahu ‘anhu dan menghunus pedang kepada kaum muslimin (sebagaimana
keluhan Ibnu Maljam -pen). Untuk itu tidak mengherankan bila mereka puas
terhadap ilmu yang telah dimiliki dan merasa yakin bahwa mereka lebih
pandai/alim daripada Ali Radhiyallahu ‘anhu. Hingga Dzul Kwuaishirah berkata
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Berbuat adillah, sesungguhnya
engkau tidak adil”. Tidak sepatutnya Iblis dicontoh dalam perbuatan keji
seperti ini. Kami berlindung kepada Allah dari segala kehinaan”.[21]
Wallahu
a’lam bish-Shawab
Datar pustaka :
1. Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dikumpulkan dan di susun oleh Abdurrahman bin Qasim dan anaknya, Daarul Ifta’, Riyadh, cet. I tahun 1397H.
2. Fathu al-Baari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, Imam al-Hafidzh Ahmad bin Ali bi Hajar Majdi al-Asqalani, susunan Muhammad Fu’ad Abdul Baaqi, penerbit : Salafiyah.
3. Shahih Muslim bin Syarhi an-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf an-Nawawi Daarul at-Turats al-Arabi, Beirut, cet. II. Tahun 1392H.
4. Tablis Iblis, oleh Imam Jamaluddin Abdul Farj Abdurahman bin al Jauzi, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyah-Beirut, cet. II Tahun 1368H
5. Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh al-Hafidzh ‘Imaddudin Abul Fida’ Ismail bin Katsir, cet. Maktabah al-Ma’arif, Beirut, cet. II Tahun 1977M.
6. Al-I’tisham, al-‘Allaamah Abu ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami asy-Syathibi, Tahqiq Muhammad Rasyid Ridha, cet. al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, Qaahirah.
7. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Aayi al-Qur’an, al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Tabhari al-Halabi, Qahirah.
1. Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dikumpulkan dan di susun oleh Abdurrahman bin Qasim dan anaknya, Daarul Ifta’, Riyadh, cet. I tahun 1397H.
2. Fathu al-Baari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, Imam al-Hafidzh Ahmad bin Ali bi Hajar Majdi al-Asqalani, susunan Muhammad Fu’ad Abdul Baaqi, penerbit : Salafiyah.
3. Shahih Muslim bin Syarhi an-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf an-Nawawi Daarul at-Turats al-Arabi, Beirut, cet. II. Tahun 1392H.
4. Tablis Iblis, oleh Imam Jamaluddin Abdul Farj Abdurahman bin al Jauzi, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyah-Beirut, cet. II Tahun 1368H
5. Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh al-Hafidzh ‘Imaddudin Abul Fida’ Ismail bin Katsir, cet. Maktabah al-Ma’arif, Beirut, cet. II Tahun 1977M.
6. Al-I’tisham, al-‘Allaamah Abu ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami asy-Syathibi, Tahqiq Muhammad Rasyid Ridha, cet. al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, Qaahirah.
7. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Aayi al-Qur’an, al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Tabhari al-Halabi, Qahirah.
(Dinukil
dari kitab Zhahirah al-Ghuluw fi ad-Dien fi al-‘Ashri al-Hadits, hal 99-104,
Muhammad Abdul Hakim Hamid, cet I, th 1991, Daarul Manar al-Haditsah,
penerjemah Aboe Hawari)
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 14/Tahun ke-2 (14/II/1416-1995). Penerbit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Hadits Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224
[2]. Al-Fatawa : XXVIII/497
[3]. Hadits Riwayat Muslim II/739, No. 1062, Ahmad IV/321
[4]. Lihat Majmu’ Fatawa : XXVIII/579-581, dengan sedikit diringkas
[5]. Muslim II/743-744 No. 1064
[6]. Lihat Tablis Iblis, halaman 91
[7]. Tablis Iblis, hal. 94-95
[8]. Lihat Fathu Al-Bari XII/302
[9]. Hadits Riwayat Bukhari, VI/376, No. 3644, Muslim II/42 No. 1064
[10]. Lihat Tablis Iblis, hal. 93-94
[11]. Lihat Fathul Bari, XII/301
[12]. Lihat Fathul Baari, XII/293
[13]. Lihat Fathul Baari, XII/282
[14]. Lihat Al-I’tisham, II/183-184
[15]. Lihat Tafsir Ath-Thabari, III/181
[16]. Hadits Riwayat Muslim
[17]. Bukhari, VI/618 No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066
[18]. Hadits Riwayat Ahmad, III/224
[19]. Hadits Riwayat Bukhari, VI/618, No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066
[20]. Lihat Fathul Baari, XII/287
[21]. Lihat Tablis Iblis, hal. 95
_______
Footnote
[1]. Hadits Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224
[2]. Al-Fatawa : XXVIII/497
[3]. Hadits Riwayat Muslim II/739, No. 1062, Ahmad IV/321
[4]. Lihat Majmu’ Fatawa : XXVIII/579-581, dengan sedikit diringkas
[5]. Muslim II/743-744 No. 1064
[6]. Lihat Tablis Iblis, halaman 91
[7]. Tablis Iblis, hal. 94-95
[8]. Lihat Fathu Al-Bari XII/302
[9]. Hadits Riwayat Bukhari, VI/376, No. 3644, Muslim II/42 No. 1064
[10]. Lihat Tablis Iblis, hal. 93-94
[11]. Lihat Fathul Bari, XII/301
[12]. Lihat Fathul Baari, XII/293
[13]. Lihat Fathul Baari, XII/282
[14]. Lihat Al-I’tisham, II/183-184
[15]. Lihat Tafsir Ath-Thabari, III/181
[16]. Hadits Riwayat Muslim
[17]. Bukhari, VI/618 No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066
[18]. Hadits Riwayat Ahmad, III/224
[19]. Hadits Riwayat Bukhari, VI/618, No. 3611, Muslim, II/746 No. 1066
[20]. Lihat Fathul Baari, XII/287
[21]. Lihat Tablis Iblis, hal. 95
Sumber almanhaj.co.id
0 comments:
Post a Comment
Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih