Thursday, 20 October 2016

Kisah Islam : Tahajud Terakhir Sahabat yang ahli maksiat

 Mukadimah ayat dan hadits,

Rasulullah saw pernah bersabda,
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim.
(HR. Muslim)

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang ma’rûf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
 [Ali ‘Imrân:104]



 ayat dan hadits diatas adalah perintah bahwa setiap yang mengaku muslim dan beragama islam diwajibkan untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah diri sendiri dan orang lain berbuat kemungkaran baik ia melihat langsung atau tidak, paling tidak kita nasehati dengan perkataan kalau bisa dengan perbuatan atau menghukum orang itu sampai jera tidak melakukan maksiat lagi, kalau tidak mampu minimal dengan hati mengingkari maksiat itu, klo kita setuju dengan maksiat sama saja kita melakukan maksiat itu meski kita tidak melakukan apa - apa.

semoga kisah dibawah ini dapat kita ambil hikmahnya bahwa setiap ahli maksiat kadang dalam hati kecilnya dia tidak ingin melakukannya itu semua kadang hanya pelarian dari kesendirian dan kesedihan, dia sebenarnya butuh teman yang menasehati dan perhatian dengan dia, semoga kisah ini dapat jadi pelajaran untuk kita lebih peduli kepada orang lain yang sedang membutuhkan tercerahkan hati nuraninya.





"kenapa baru sekarang kau tegur, apakah kamu mau surga sendirian saja?

Namanya amirah. dia teman satu kosku namun dia salah jalan hidupnya entah apa latar belakangnya sehingga dia seperti itu. Dia tak pernah berlagak sok jagoan meskipun aku pernah lihat sendiri dia hajar anak lain sampai lembek. Waktu berumur 21 tahun, aku dapat tawaran kerja yang yang bagus dan aku tinggal mengontrak bersama Amirah. Setiap hari Amirah minum alkohol, merokok. Sholat juga tak pernah, setiap malam dia pergi clubbing. Aku mulai rasa tak enak, tapi aku tak pernah menegurnya. Mungkin karena dulu kami masih belum mengerti apa-apa. Namun setelah dewasa, dia tetap sama seperti itu. Hal itu membuatku merasa sangat sedih. Agak lama aku jadi teman satu kontrakan Amirah, sampai aku berumur 25 tahun. Beberapa bulan sebelum Amirah meninggal, dia berbicara dengan aku.

" hei, kamu jangan jadi sepertiku. Kau, sembahyang jangan sampai tertinggal. Narkoba, alkohol, rokok semua ini haram. Kau jangan buka aurat. Kau jangan buat semua ini, seperti yang aku lakukan" kata Amirah waktu itu.

Dia berbicara sambil tangannya menggulung uang kertas untuk digunakan menghisap narkoba melalui hidung.
Waktu itu, pertama kali air mataku mengalir tak berhenti untuk Amirah. Aku tidak sampai tersedu-sedu, tapi air mata tak berhenti mengalir. Waktu itu aku pegang tangan dia." Sudahlah, pekerjaanmu hebat, berpendidikan. Kau berhenti sudah dengan benda ini. Tolong stop semua ini sekali dan selamanya," kataku kepada Amirah. Mendengar kata-kataku itu, Amirah hanya 'nyengir' dan memegang pipiku.

" 4 tahun sudah kita duduk serumah, 15 tahun sudah kita kenal. Kenapa baru sekarang kau tegur? Kau ingin masuk surga seorang diri saja?," kata Amirah sambil tertawa.Setelah itu dia tidur, lama. Keesokkan harinya Amirah tak pergi kerja dan aku tengok dia masih tertidur di atas meja dapur.Sepanjang hari itu aku kerja tidak tenang. Aku cukup tersentuh dengan kata-kata Amirah 'kenapa baru sekarang kau tegur'. Amirah benar, aku tak pernah ajak dia shalat, tak pernah halangi dia ambil barang haram itu atau siapkan heels untuk pergi clubbing.

Aku malah terapkan sikap tak mau mencampuri urusan teman dan tanpa sadar aku telah menjadi sahabat yang tidak baik. Aku hanya ingin masuk surga seorang diri. Beberapa hari kemudian, aku memberanikan diri untuk mengajak Amirah sholat, menjauhi rokok dan minum bir serta menghisap narkoba. Awalnya dia hanya tersenyum saja dan masuk kamar kemudian memutar lagu kesukaannya. Namun aku tidak berputus asa. Hampir setiap hari aku ajak dia, tapi, seperti biasa, dia mengelak saja. Tiga hari sebelum meninggal, Amirah bersedia aku ajak sholat Isya dan malamnya sholat Tahajjud.

Malam itu, kami benar-benar sholat Tahajjud. Namun karena dia tak tahu sholat, dia ikut saja gerakanku. Saat sujud akhir, lama sekali Amirah sujud. Aku tak tahan mengantuk, jadi aku tidur dulu sebab aku sudah tunggu hingga hampir satu jam, Amirah belum juga bangun dari sujudnya. Keesokan harinya, Amirah sudah keluar kamarnya. Dia tampak gembira hari itu. Segalanya terlihat normal. Sayang, Amirah tak sholat. Dia masih merokok dan minum bir petang itu. Aku sangat marah melihat itu. Aku ambil botol bir dari tangannya dan aku banting keras ke kulkas.

Petang itu aku marahi Amirah habis-habisan. Tetapi satu kalimat yang aku ingat dari Amirah petang itu setelah dia meninggal, " Lambat sekali kalau kau perhatian sampai seperti ini, babe. Aku tak kuat kalau hanya seorang diri." Paginya, Amirah tak keluar kamar sementara aku pergi kerja seperti biasa. Tepat jam 7 petang, aku pulang kerja dan melihat Amirah tertidur di sofa.

Tapi saat aku perhatikan, wajahnya sangat pucat dan mulutnya keluar busa. Sementara di atas meja penuh dengan 'barang-barangnya'. Aku bingung, menangis, dan menjerit minta tolong. Aku tahu bahwa sahabatku itu telah tiada. Aku benar-benar sedih, menyesal, merasa kehilangan dan marah kepada diriku sendiri. Kenapa aku begitu egois ingin masuk surga sendiri? Kenapa baru beberapa hari yang lalu aku menegurnya?

Sepanjang perjalanan pulang kampung, aku berulang kali teringat kata-kata Amirah, 'Lambat sekali kalau kau perhatian sampai seperti ini, babe. Aku tak kuat kalau hanya seorang diri'. Ini satu pelajaran, kalau sayang kawan jangan jadi seperti aku dan jangan anggap remeh masalah kawan. Juga jangan lari menjauh dari kawan yang kehidupannya parah. Mereka butuhkan kita, mereka benar-benar ingin kita ada.


Sumber: eberita.org, dll

Nasehat dari Ashabul Muslimin dari kisah ini :

Begitulah kehidupan dunia ini kita sering salah paham, teman baik itu adalah teman yang membiarkan temannya berbuat apapun sesukanya tak mau mencampuri urusannya sedikitpun dengan alasan tak mau mencampuri kehidupan orang lain, padahal justru orang seperti ini adalah kebanyakan manusia jaman sekarang, adalah karakter teman yang buruk dan egois, acuh tak acuh. 
 sahabat yang baik adalah yang selalu perhatian dan memberi semangat serta menasehati kalau kita salah jalan. ingatlah ibadah itu tidak hanya kepada Allah (habluminnallah) tapi berbuat baik dan menasehati orang lain juga adalah ibadah (hablumminannas).

Terkadang jaman sekarang kita temukan orang sibuk baca Qur'an, baca kitab kitab tebal, sibuk ibadah sholat malam tidak putus, puasa senin kamis teratur, dzikir dan wirid sholawatan selalu tiap hari, akan tetapi hubungan sosialnya buruk acuh tak acuh tidak peduli dengan orang lain, apakah ini mencerminkan seorang muslim yang sejati? apakah dengan semua amalnya itu akan menjamin ia masuk surga? justru sifat egoisnya itu akan menjerumuskan kelembah neraka jika dituruti. tidak jarang ahli ibadah dan ahli ilmu yang akhir hidupnya buruk karena akhlaqnya kepada sesama manusia juga buruk, jika anda ingin bahagia dunia akhirat, maka harus seimbang antara hubungan ibadah kepada Allah dan akhlaq baik kepada sesama manusia. karena kebanyakan yang memasukan manusia kedalam surga kata Rasulullah saw adalah takwa dan akhlaq mulia, bukan seberapa besar ilmu kamu dan seberapa banyak amalan ibadah kamu. bukti ketaqwaan anda kepada Allah swt salah satunya adalah peduli kepada nasib sesama manusia.

(ashabul muslimin)



 

0 comments:

Post a Comment

Komentarnya sangat diharapkan, Terima kasih